Minola Sebayang, Begini Suka Duka Punya Klien Artis
Berita

Minola Sebayang, Begini Suka Duka Punya Klien Artis

Menolak disebut Pengacara Artis, lebih suka Entertainment Lawyer.

Oleh:
RIA
Bacaan 2 Menit
Minola Sebayang di ruang kerjanya. Foto: RES
Minola Sebayang di ruang kerjanya. Foto: RES
Pasca era reformasi, pengacara atau advokat menjadi salah satu profesi yang sering muncul di layar kaca. Sebagian dari mereka muncul dalam acara bincang-bincang, sebagian lagi dalam acara infotainment. Untuk jenis yang terakhir ini, mereka kerap disebut “Pengacara Artis”.

Malang melintang menngurusi persoalan hukum di kalangan artis selama kurang lebih 20 tahun, Minola Sebayang menolak disematkan label “Pengacara Artis”. Menurut dia, label tersebut bias makna, apakah pengacara dengan klien artis atau pengacara yang menjadi artis.

Alasan lainnya, Minola berpendapat profesi advokat atau pengacara itu tidak bisa dikotak-kotakan. Singkatnya, kata Minola, advokat tahu semuahal yang berkaitan dengan hukum.

“Makanya saya lebih suka dipanggil advokat saja atau pengacara saja. Atau kalau dari rekam jejak saya, saya harus akui saya berawal dari dunia entertainment law, jadi ya dibilang pengacara entertainment law atau pengacara industri hiburan saja lah, jangan pengacara artis,” tuturnya kepada hukumonline, Desember 2015 silam.

Minola bercerita, kariernya sebagai pengacara di bidang industri hiburan sebenarnya terjadi tanpa disengaja. Kala itu,Minola meniti karier pengacaradi kantor Maruli Simorangkir Law Office yang kebetulan banyak mengurusi produk-produk hukum dari rumah produksi.

“Jadi kalau misalnya kemudian saya jauh dari basic ilmu saya, ya karena awalnya nyemplungnya di situ. Sekarang saya sudah akrab dengan istilah-istilah teknis dalam dunia perfilman, sinetron, recording, RBT (ring back tone, red), iTunes, semua.  Itu pengetahuan baru yang harus saya update terus karena banyak kontrak-kontrak film, recording, dan lainnya yang mereka sampaikan ke saya,” ungkap ayah dua anak ini.

Saat menjadi asisten Maruli Simorangkir, Minola sudah diminta membuat kontrak standar yang digunakan oleh seluruh kru produksi sinetron Multivision Plus.Berlanjut Minola diminta mengurus somasi kepada aktor Jeremy Thomas yang dituduh melakukan pelanggaran kontrak dengan rumah produksi tersebut.

Uniknya, usai menjadi ‘lawan’ Jeremy Thomas, Minola justru bermitra dengan aktor berparas indo itu dengan mendirikan kantor hukum Sebayang Thomas & Sihombing (STS) Law Firm. Salah satu kasus yang sempat ditangani STS Law Firm adalah kasus Iga Mawarni yang terjerat masalah kontrak dengan label rekamannya.

Sayang, STS harus bubar. Dijelaskan Minola, STS Law Firm terbentur ketentuan UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, karena salah satu partnernya Jeremy Thomas bukan seorang sarjana hukum.

Dari pengalaman di Maruli Simorangkir Law Office dan kemudian STS Law Firm itulah, Minola semakin dalam menggeluti entertainment law. Mulai dari aktris, penyanyi, musisi, hingga presenter tercatat pernah menjadi klien Minola. Mereka antara lain Julia Perez, Marcella Zalianty, Feby Febiola,  Addie MS, dan Helmi Yahya.

Persaingan Tidak Sehat
Menjadi entertainment lawyer dengan klien dari kalangan artis ternyata banyak kisah suka maupun duka yang dilalui Minola yang kini berkibar dengan law firm yang dia dirikan sendiri, Minola Sebayang & Partners. Menurut dia, salah satu dukanya adalah persaingan yang tidak sehat antar sesama entertainment lawyer dalam hal penanganan klien. Terkadang ada upaya-upaya pembunuhan karakter dari pesaing.

“Mereka merasa public figure, kadang-kadang permintaannya suka macam-macam ya. Kenapa macam-macam? Karena dia membuka telinganya kemana-mana dan orang (pengacara lain, RED) yang ingin mengambil alih case itu, akan berbicara yang macam-macam juga. hal-hal yang nggak masuk akal disampaikan. Dan akhirnya si artis ini menuntut ke kita,” paparnya.

Kisah duka lainnya terkait stigma dari masyarakat, termasuk teman atau keluarga. Mereka memandang seorang entertainment lawyer itu pasti sosok yang mapan karena sering tampil di layar kaca.

“Kita dianggap ekuivalen (setara) mapan, kita dites di keluarga “sumbang dong, percuma masuk tv terus”. Di teman-teman juga begitu, “kamu dong bayar Min, kamu kan ngetop.” Nah padahal ngetop ini kan nggak ekuivalen dengan mapan,” ujarnya.

Diakui Minola, selaku entertainment lawyer dirinya memang sangat memperhatikan penampilan. Mengenakan pakaian yang terkesan bonafit, menurut dia, adalah bagian dari marketing.

“Orang juga melihat kita ‘ini pengacaranya kok nggakbonafit gitu ya? kok performnya nggak wibawa?” Jadi begitu loh. Bukan berarti langsung kita jadi dianggap langsung banyak duit, uang nggak berseri,” jelasnya.

Bagian sukanya menjadi entertainment lawyer adalah mendapat perlakuan istimewa dari teman-teman. Minola mengaku terkadang mendapatkan kemudahan ketika mengurus sesuatu hal, lantaran dirinya cukup dikenal publik. “Tapi saya kira kan itu semua orang yang dikenal pasti akan mendapat perlakuan seperti itu.”

Meskipun dikenal sebagai entertainment lawyer, rekam jejak pendidikan Minola ternyata tidak berkaitan dengan dunia hiburan. Sejak di bangku kuliah di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Minola mengaku justru tertarik pada hukum perusahaan. Skripsinya pun membahas saham sebagai jaminan hutang.

“Skripsi saya bicara lingkupnya hukum perdata, tapi lebih spesifik kepada PT (perseroan terbatas, red). Jadi dulu sebelum ada peraturan yang memperbolehkan saham dijadikan jaminan dalam dunia perbankan, saya sudah bicara dalam skripsi saya bahwa seyogyanya saham itu juga bisa dijadikan sebagai jaminan dalam dunia perbankan,” tutur Minola.

Pria kelahiran Binjai, 11 Desember 1963, ini pun melanjutkan program master hukum ke Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan tesis yang membicarakan masalah informasi yang menyesatkan yang dikeluarkan oleh perusahaan saat perusahaan tersebut go public.

Terakhir, terhitung sejak pertengahan tahun 2015, Minola kembali terdaftar sebagai mahasiswa program doktoral Universitas Airlangga dengan rencana disertasi terkait masalah keuangan negara dan kekayaan yang dipisahkan dari negara dalam perusahaan yang merupakan BUMN.

Ketika ditanya kenapa tidak pernah tertarik memperdalam kajian seputar dunia hiburan dalam skripsi, thesis, atau disertasi, begini jawaban Minola, “Kalau dunia hiburan ini kan eksklusif. Kan terbatas lingkungannya. Belum tentu juga semua pelaku industri hiburan, mereka perlu lawyer. Mereka kadang kalau nggakkepentok dulu, dengan prinsip ekonomi yang efisien dan biaya semurah mungkin, mereka tidak mau melibatkan lawyer.”
Tags:

Berita Terkait