MA Telusuri Keterlibatan Pihak Lain dalam Kasus Andri
Utama

MA Telusuri Keterlibatan Pihak Lain dalam Kasus Andri

Dengan kejadian ini, MA akan memperkuat audit kepatuhan jangka waktu setiap penanganan perkara di MA.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Suhadi (kanan). Foto: SGP
Suhadi (kanan). Foto: SGP
Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) telah membentuk tim untuk mendalami perkara dugaan suap eks Kasubdit Kasasi Perdata pada Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Ditjen Badilum MA (Kasubdit Kasasi Perdata MA) Andri Tristianto Sutrisna terkait permintaan penundaan salinan putusan kasasi perkara korupsi yang melibatkan pengusaha. Termasuk menelusuri adanya pihak lain yang terlibat.

Ketua Kamar Pengawasan MA, M. Syarifuddin menegaskan Bawas MA telah membentuk tim untuk mengusut kasus dugaan suap yang melibatkan pejabat MA ini. Tim itu terdiri atas 4 orang yakni 3 hakim tinggi pengawas dan 1 orang sekretaris. “Terkait apa ada pihak lain yang tersangkut sedang didalami oleh tim,ujar Syarifuddin di ruang Media Center MA, Rabu (17/2).

Dia mengaku saat ini belum menemukan ada keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan suap ini. Meski begitu MA akan berkoordinasi dengan KPK. “Dari hasil penyidikan KPK saat ini belum ditemukan (ada pihak lain). Nanti tim akan meminta masukan dari hasil pemeriksaan KPK,” kata Syarifuddin.

Dia berharap KPK segera menuntaskan kasus komersialisasi putusan kasasi ini. “Hasil pemeriksaan Bawas juga tergantung masukan hasil penyidikan KPK kasus ini. Memang tidak mudah mengungkap kasus ini,” katanya.

Diakuinya, kasus ini di luar kontrol Bawas MA karena Bawas sulit memantau semua yang dilakukan Andri dalam kasus ini. Celah ini yang akan menjadi perhatian Bawas MA melakukan perbaikan ke depan. “Ternyata masih saja ada celah yang bisa dimasuki seperti kasus kemarin. Memanfaatkan celah-celah ini yang jadi konsen kita. Kita kaget kok dimasuki tindakan-tindakan seperti itu, ujarnya heran.

Juru Bicara MA, Suhadi, menambahkan MA menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk menelisik keterlibatan oknum atau pihak lain di MA dalam kasus Andri. Sebab, sudah menjadi tugas dan kewenangan penyidik KPK untuk membongkar siapa-siapa yang ditengarai turut serta bersama Andri.Itu tugas dan kewenangan aparatur hukum untuk mengusut dia dengan siapa. Jadi itu tugas KPK untuk membongkar ini,” katanya.

Di tempat yang sama, Ketua Kamar Pembinaan MA, Prof Takdir Rahmadi mengatakan pihaknya sudah berupaya melakukan transparansi informasi peradilan di setiap website pengadilan. Bahkan, hingga kini sudah ada 1,5 juta putusan yang diunggah di website MA.

“Menurut pakar hukum Belanda (Sabastian Pompe), jumlah itu terbesar dibanding negara-negaralain. Informasi peradilan ini termasuk publikasi perkembangan informasi perkara, seperti informasi majelis hakimnya siapa, kapan diputus, atau masih tahap minutasi. Sehingga, tidak bisa dijadikan objek transaksi,” kata Takdir.

Namun, kejadian ini membuktikan bahwa informasi peradilan dalam hal ini putusan masih bisa dijadikan objek transaksi. Padahal, dalam SK KMA No.138 Tahun 2009 yang kemudian direvisi oleh SK KMA 214 Tahun 2014 tentang Alur Penanganan Perkara di MA telah menentukan jangka waktu penanganan perkara maksimal 8 bulan atau 250 hari.

“SK KMA itu sudah ditentukan setiap tahapan mulai penerimaan, penomoran perkara, pendistribuan dan pemeriksaan perkara oleh majelis hakim agung selama 3 bulan, minutasi, hingga pengiriman ke pengadilan pengaju yang totalnya 250 hari,” jelasnya.

Namun, menurut dia peristiwa tertangkapnya Andri oleh KPK lantaran diduga menerima suap dari seorang terdakwa korupsi melalui pengacara diibaratkan “gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga”. Selama ini MA sudah berupaya mencegah atau memperkecil adanya transaksi informasi putusan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Peristiwa kemarin merupakan musibah atau ‘kecelakaan’. Tetapi, dengan kejadian ini kita akan memperkuat audit kepatuhan jangka waktu setiap penanganan perkara di MA. Ini agar tidak ada pihak-pihak yang memperlambat terutama saat minutasi putusan,” katanya.

Sebagaimana diketahui, akhir pekan lalu, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan terhadap enam orang. Tiga diantaranya, Andri, seorang pengusaha Ichsan Suaidi, dan pengacara Awang Lazuardi Embat ditetapkan KPK sebagai tersangka. KPK menduga Andri menerima uang dari Ichsan dan Awang untuk menunda penyerahan salinan putusan kasasi atas putusan ke PN Mataram terkait putusan perkara korupsi Labuan Haji Lombok Timur.

Awalnya, terdakwa Ichsan diputus dengan pidana penjara selama 1,5 tahun oleh pengadilan tingkat pertama berdasarkan putusan No.36/Pid.Sus-TPK/2014/PN Mtr.Ichsan mengajukan banding, lalu kasasi, hingga putusannya pun diperberat menjadi lima tahun penjara di tingkat kasasi. Tidak hanya itu, Ichsan dibebankan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp4 miliar.

Putusan kasasi bernomor 1867 K/Pid.Sus/2015 diputus majelis hakim agung, Artidjo, MS Lumme, dan Krisna pada 9 September 2015. Petikan putusan kasasinya ini dikirim ke Pengadilan Tipikor Mataram pada 12 Oktober 2015. Putusan kasasi inilah yang diduga "dikomersialisasi" oleh Andri. Ichsan bersama pengacaranya, Awang diduga meminta Andri untuk menunda penyerahan salinan putusan kasasi ke PN Mataram. Padahal, Andri bukan orang bertugas menangani perkara pidana khusus.


Tags:

Berita Terkait