Sedikit Catatan Perbandingan Program BPJS dan Tapera
Berita

Sedikit Catatan Perbandingan Program BPJS dan Tapera

Wakil pemilik dana dilibatkan dalam pengawasan dana jamsos. Dalam Tapera, peluang untuk terlibat kecil dan hanya lewat jalur profesional.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Sedikit Catatan Perbandingan Program BPJS dan Tapera
Hukumonline
Setelah DPR menyetujui RUU Tabungan Perumahan Rakyat disahkan menjadi Undang-Undang, banyak orang membandingkan Tapera dengan program jaminan sosial yang sudah dijalankan sebelumnya. Ketika RUU Tapera itu dibahas di berbagai tempat, termasuk di Dewan Perwakilan Daerah, komparasi kedua program juga mencuat. Lantas apa sebenarnya yang sama dan yang beda dari jaminan sosial kesehatan/ketenakerjaan dengan tapera?

Program jaminan sosial kesehatan/ketenagakerjaan dan program tabungan perumahan rakyat sama-sama bagian dari upaya negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Jaminan sosial dimaksudkan agar warga dapat ‘memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak’, sedangkan program tabungan perumahan rakyat merupakan upaya menunjang pembiayaan guna memenuhi kebutuhan atas tempat tinggal yang layak.

Jamsos dan Tapera tentu saja sama-sama dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak. Kalau jamsos kesehatan berbasis pada kebutuhan atas kesehatan, ketenagakerjaan berbasis pada layanan-layanan di bidang ketenagakerjaan. Pasal 18 UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menyebut program jamsos meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

Ada banyak aspek lain yang bisa dibandingkan. Coba mulai dari dana kepesertaan alias iuran. Dalam SJSN, iuran berasal dari pekerja, pemberi kerja dan/atau Pemerintah. Dalam Tapera, dana yang berstatus ‘simpanan’ berasal dari peserta (pekerja) dan/atau pemeri kerja. Sampai di sini muncul pertanyaan, dimana posisi Pemerintah? Apakah pemerintah lepas tangan?

Ketua Ikatan Alumni USU wilayah Jakarta dan sekitarnya, Chazali H. Situmorang, misalnya, mencoba melacak latar belakang lahirnya UU Tapera. Wet ini adalah amanat UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Di sini, pemerintah justru diposisikan sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk mengalokasikan APBN/APBD untuk penyediaan perumahan bagi warga miskin.

“UU Tapera hampir nyaris tidak menempatkan pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk penyediaan dana perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” kritik Chazali dalam suatu diskusi di DPD beberapa waktu lalu.

Lantas, siapa pemilik dana iuran atau simpanan itu? Dana jamsos dan Dana Tapera sama-sama berstatus dana amanat milik seluruh peserta. Penegasannya bisa dilihat dalam Pasal 1 angka 7 UU SJSN dan Pasal  1 angka 2 UU Tapera. Bedanya, kalau dalam jamsos pemilik dana dilibatkan dalam mengawasi penggunaan dana. Dewan Pengawas BPJS harus diisi antara lain dari wakil pekerja dan pemberi kerja sebagai pemilik dana. Lain halnya dengan Tapera. Komite Tapera, yang bertugas mengawasi, justru terdiri dari menteri terkait dan profesional. Jadi, pekerja dan pemberi kerja hanya bisa masuk lewat jalur profesional.

Untuk mengelola dana jamsos dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), kemudian dikenal BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Dalam Tapera, dana yang dikumpulkan dari pekerja dan pemberi kerja disimpan oleh Bank Kustodian. Untuk melindungi kepentingan peserta maka dibentuk Badan Pengelola Tapera (BP Tapera). Modal awal BP Tapera diambil dari APBN dan berstatus kekayaan negara yang dipisahkan. Bagaimana kalau dana dari APBN kurang? Pasal 35 ayat (2) UU Tapera menyebut kekurangan diambil dari sebagian hasil pemupukan dana Tapera.  

Masalah dana yang berasal dari pemerintah juga perlu dibandingkan. Dalam jamsos, pemerintah juga menyediakan iuran untuk mereka yang dikategorikan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Lalu, kalau ada apa-apa dengan dana tersebut, Pasal 48 UU SJSN memberikan jaminan bahwa Pemerintah dapat ‘melakukan tindakan-tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan keuangan BPJS’. Di Tapera, Pemerintah memang mengalokasikan dana operasional awal untuk BP Tapera. Tetapi kalau dana itu kurang, ya diambil dari sebagian hasil pemupukan dana tapera.

Bagaimana kalau ada ‘gangguan’ keuangan BP Tapera? Pasal 50 dan Pasal 51 UU Tapera hanya menyebut BP Tapera hanya dapat dibubarkan dengan Undang-Undang, dan BP Tapera tak dapat dipailitkan.

Beberapa poin perbandingan itulah yang membuat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), misalnya, bertekad membawa UU Tapera ke Mahkamah Konstitusi.
Tags:

Berita Terkait