Pertemuan G-20 akan Bahas Panama Papers
Berita

Pertemuan G-20 akan Bahas Panama Papers

Negara yang tidak ikut AEOI bisa dikucilkan.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Foto: RES
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Foto: RES
Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara yang tergabung dalam G-20 akan bertemu pada 13-14 April ini. Salah satu isu yang diyakini Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro akan dibahas adalah Panama Papers.

Panama Papers adalah dokumen kantor pengacara Mossack Fonseca yang berpusat di Panama yang bocor ke publik. Dokumen itu memperlihatkan nama tokoh politik, pengusaha, dan pejabat yang pernah mendirikan perusahaan di negara-negara surga pajak (tax heaven countries). Pendirian perusahaan cangkang tersebut menggunakan jasa kantor pengacara Panama tersebut.

Dugaan penggelapan pajak yang terungkap dalam Panama Papers telah mengguncang banyak negara. Tokoh-tokoh yang namanya disebut mendapat sorotan. Bahkan ada yang sampai mengundurkan diri dari jabatannya. Sejumlah tokoh asal Indonesia juga disebut dalam Panama Papers.

Sehubungan dengan itu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bergerak, mengecek nama-nama yang ada dalam bocoran Panama Papers dan mencocokkannya dengan data perpajakan. Sejauh ini, DJP mencatat 79 % data Panama Papers masih sesuai dengan data yang dimiliki DJP.

Lepas dari konteks Indonesia, Bambang Brodjonegoro mengatakan pertemuan G-20 akan membahas isu perpajakan global, terutama setelah munculnya Panama Papers. Pertemuan akan membahas kerjasama memerangi kejahatan perpajakan antar negara (croos border tax crimes). “Para Menteri akan membahas progress implementasi based erosion and profit shifting (BEPS) serta automatic exchange of tax information in financial sector (AEOI),” kata Bambang dalam konperensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (11/4).

Inisiatif G-20 tersebut, lanjutnya, sangat penting dalam memerangi upaya penggelapan dan penghindaran pajak oleh banyak perusahaan multinasional dan individual memanfaatkan tax heaven countries dan celah hukum di instrument keuangan oleh pusat keuangan global.

Indonesia sendiri memiliki kepentingan sangat besar di dalam kerja sama perpajakan global, mengingat program pemerintah saat ini untuk menaikkan penerimaan negara dari perpajakan. Pemerintah Indonesia ingin mendorong G-20 utuk mempromosikan kerjasama jaringan infrastruktur global (global infrastructure connectivity alliance)sebagai bagian dari inisiatif investasi infrastruktur global untuk mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Dalam kesempatang pertemuan G-20, Bambang akan melakukan sejumlah pertemuan bilateral, termasuk rencana pertemuan bilateral dengan Menkeu Amerika Serikat dan Asutralia. Pertemuan bilateral dengan Menkeu AS akan membicarakan kelanjutan dukungan dan kerjasama program peningkatakan tata kelola dan administrasi perpajakan di Indonesia, khususnya kesempatan mempelajari sistem administrasi perpajakan di AS.

“Kita ingin memformalkan kewenangan IRS dengan DJP. DJP ingin punya kewenangan seperti IRS. Kita akan kurangi kejahatan pajak, dengan keterbukaan informasi di pasar keuangan. Semua ini penting dijalankan dan Indonesia ingin ada sanksi,” jelas Bambang. IRS adalah Internal Revenue Service, lembaga sejenis DJP di Amerika Serikat.

Menurut Bambang, kerja sama bidang keterbukaan informasi perbankan demi kepentingan perpajakan sudah dilakukan dengan AS. Sayang, Indonesia belum memiliki akses untuk mendapatkan data nasabah Indonesia di AS karena UU Perbankan. Pertukaran data tersebut secara otomatis baru bisa diterapkan pada 2018 mendatang.

Sementara terkait sanksi, bagi negara yang tidak tergabung dalam AEOI, maka harus dikucilkan dari keuangan internasional. “Kalau melanggar ya harus dihukum. Yang ini baru sifatnya assessment bukan enforcement”, ujarnya.

Sebenarnya ada cara lain yakni kerjasama bilateral dua negara. Cuma pengaruhnya tidak terlalu besar. Indonesia, kata Bambang, ingin yang lebih luas. “Kita ingin efeknya multilateral,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait