KIP Minta Komite Gabungan Reklamasi Terbuka
Aktual

KIP Minta Komite Gabungan Reklamasi Terbuka

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
KIP Minta Komite Gabungan Reklamasi Terbuka
Hukumonline
Sebagai lembaga negara yang berperan mendorong isu keterbukaan informasi publik, Komisi Informasi Pusat (KIP) ikut bersuara mengenai kebijakan reklamasi. Komisioner KIP, Yhannu Setyawan, mengingatkan agar proses kajian dan evaluasi  terhadap proyek reklamasi Teluk Jakarta oleh Komite Gabungan yang terdiri perwakilan Kemenko Maritim, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Pemprov DKI Jakarta dilakukan secara terbuka, partisipatif, dan mengutamakan kepentingan publik.

Keterbukaan ini penting untuk memastikan agar keputusan yang akan diambil pasca moratorium reklamasi bersifat objektif, bukan merupakan keputusan politis yang hanya menguntungkan kepentingan tertentu. Jangan sampai kebijakan itu mengabaikan kepentingan masyarakat umum.

Yhannu menilai, munculnya persoalan reklamasi adalah buntut dari proses pengambilan kebijakan yang tertutup oleh pemerintah dan DPRD DKI Jakarta. Padahal, kebijakan tersebut sangat berkaitan erat dengan kepentingan masyarakat khususnya tiga ribuan nelayan tradisional yang tak bisa melaut lagi akibat proyek reklamasi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun telah menemukan adanya indikasi bahwa proyek reklamasi menyebabkan kerusakan lingkungan dan pelanggaran administrasi perizinan.

Pengambilan kebijakan yang tertutup ini, jelas Yhannu, sangat bertentangan dengan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publlik. UU KIP telah menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik (Pasal 3).

Pemerintah dan Dewan dituntut untuk mengutamakan nasib masyarakat di sekitar area reklamasi ketimbang membuat Teluk Jakarta menjadi kawasan privasi eksklusif yang hanya bisa dinikmati kalangan tertentu. Yhannu mengingatkan pentingnya melaksanaan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintah yang terbuka agar tidak ada prasangka dan kecurigaan dari masyarakat.

Kebijakan reklamasi diawali dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) No. No. 5 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantura Jakarta diikuti dengan Perda No. No. 8 Tahun 1995 yang diduga menabrak RUTR 1985-2005. Kemudian Perda No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW 2030 yang mengubah Perda No. 8 Tahun 1995, izin prinsip Gubernur No. 1290 sampai 1295 Tahun 2012, SK Gubernur DKI No. 2238 Tahun 2014 tentang izin pelaksanaan reklamasi, dan peraturan terkait lainnya. Bahkan telah dilanjutkan tahap konstruksi saat ini meskipun tidak tidak melewati konsultasi publik.
Tags: