Dua Hakim Tipikor Bengkulu Diduga Terima Suap untuk Putusan Bebas
Berita

Dua Hakim Tipikor Bengkulu Diduga Terima Suap untuk Putusan Bebas

KPK masih dalami sumber uang suap.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Janner Purba (tengah) saat dibawa ke gedung KPK. Foto: RES
Janner Purba (tengah) saat dibawa ke gedung KPK. Foto: RES
Pasca operasi tangkap tangan (OTT), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan suap dua hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu. Kelima tersangka itu adalah Janner Purba (JP) dan Toton, Syafri Syafi'i (SS), Edi Santoni (ES), dan Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy (BAB).

Janner adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kepahiang sekaligus hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, sedangkan Toton merupakan hakim ad hoc pada Pengadilan Tipikor Bengkulu. Billy adalah panitera PN Bengkulu. Sementara, Syafri dan Edi adalah dua terdakwa kasus korupsi honor tim pembina RSUD M Yunus.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak mengatakan, Janner dan Toton diduga menerima suap dari Edi dan Syafri. Uang suap itu diduga untuk mempengaruhi putusan perkara korupsi yang menjerat Edi dan Syafri. "Sidang putusan rencananya hari ini. Ada dugaan untuk diputus bebas," katanya di KPK, Selasa (24/5).

Yuyuk menjelaskan, Janner menerima uang sejumlah Rp650 juta dari Edi dan Syafrie. Penerimaan uang oleh Janner diduga bukan yang pertama kali. Sebelum menerima Rp150 juta dari Syafri, Janner sebelumnya diduga sudah menerima uang Rp500 juta dari Edi. Pemberian uang Rp500 juta berlangsung pada 17 Mei 2016.

Sementara, Billy diduga sebagai pengatur dalam proses administrasi perkara Edi dan Syafri yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Belum diketahui apakah Billy juga ikut menerima uang. Atas perbuatannya, Billy diduga melanggar Pasal 12 huruf a, b, c atau Pasal 6 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara, Janner dan Toton disangka melanggar Pasal 12 huruf a, b, c, Pasal 6 ayat (1), Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Kemudian, Edi dan Syafri selaku tersangka pemberi suap diduga melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a, b, Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Yuyuk mengungkapkan, penangkapan Janner, Toton, Edi, Syafri, dan Billy bermula dari adanya pengaduan masyarakat. KPK sudah melakukan pemantauan cukup lama, sehingga pada 23 Mei 2016 terjadi serah terima uang Rp150 juta dari Syafri kepada Janner. Setelah keduanya pulang, tim KPK bergerak ke rumah dinas Janner.

Sampai di rumah Janner, lanjut Yuyuk, tim KPK mengamankan Janner berikut uang Rp150 juta. Setelah itu, tim KPK mengamankan Syafri dan Edi, serta Billy di PN Bengkulu. KPK lalu menggeledah ruang kerja Janner dan menemukan uang lain sejumlah Rp500 juta. "Uang masih tersimpan di dalam lemari yang disegel," ujarnya.

Hingga kini,  KPK masih mendalami apakah ada keterlibatan pihak lain dalam kasus suap Janner dan Toton. Sebagaimana diketahui, nama eks Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah juga ikut terseret dalam kasus Edi dan Syafri di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Apakah uang ini bersumber dari Junaidi, Yuyuk mengaku penyidik masih mendalami.

Setelah diterbangkan dari Bengkulu ke Jakarta, kelima tersangka dibawa ke kantor KPK untuk menjalani pemeriksaan. Namun, kelimanya bungkam dan hanya berjalan cepat memasuki kantor KPK. Saat ditanyakan mengenai uang suap pun, Janner tidak berkomentar. Ketua PN Kepahiang ini hanya tertunduk.

Dalam perkara korupsi yang menjerat Edi dan Syafrie, sudah ada beberapa terdakwa yang divonis. Sedangkan, sidang Edi dan Syafri masih berproses di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Syafrie adalah mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD M Yunus dan Edi adalah mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD M Yunus.

Perkara dugaan korupsi penyalahgunaan honor tim pembina RSUD M Yunus ini bermula saat dikeluaran Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor Z.17XXXVIII Tahun 2011 Tentang Tim Pembina Manajemen RSUD M Yunus. Honor tim pembina itu diduga diberikan kepada sejumlah pejabat, termasuk Gubernur Bengkulu. Akibatnya, negara dirugikan Rp5,4 miliar. 
Tags:

Berita Terkait