Gugatan Reklamasi, Nelayan Kalahkan Ahok
Berita

Gugatan Reklamasi, Nelayan Kalahkan Ahok

PTUN memerintahkan agar Pemprov DKI Jakarta menunda pelaksanaan pemberian izin reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta sampai berkekuatan hukum tetap. Izin reklamasi dinilai bertentangan dengan sejumlah aturan perundang-undangan.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Proyek reklamasi Teluk Jakarta. Foto: RES
Proyek reklamasi Teluk Jakarta. Foto: RES
Majelis hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan seluruh gugatan nelayan atas Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta kepada PT Muara Wisesa Samudra. Putusan itu sekaligus memerintahkan agar Tergugat (Pemprov DKI Jakarta) menunda pelaksanaan keputusan Gubernur DKI Jakarta sampai berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Dalam siaran persnya yang diterima hukumonline, LBH Jakarta menyambut baik putusan ini. LBH Jakarta menyatakan, perjuangan gugatan reklamasi masih panjang terhadap pulau-pulau lain di Teluk Jakarta. “Perjuangan masih panjang, gugatan reklamasi di Pulau F, I dan K masih berjalan di Pengadilan. Mari kawal selalu,” tulis LBH Jakarta, Selasa (31/5).

Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa izin reklamasi telah melanggar sejumlah aturan perundang-undangan. Pertama, pemberian izin reklamasi pulau G dinilai melanggar hukum karena tidak dijadikannya UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai dasar.

Kedua, pemberian izin tersebut dinilai telah melanggar ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 27 Tahun 2007 terkait tidak adanya rencana zonasi. Ketiga, pemberian izin reklamasi tersebut dinilai tidak sesuai dengan prinsip pengadaan lahan untuk kepentingan umum sebagaimana diatur oleh UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Keempat, pemberian izin tersebut dinilai bertentangan dengan asas-asas umum Pemerintahan yang baik (AUPB) khususnya ketelitian, kecermatan, dan kepastian hukum.

Selain pertimbangan tersebut, hakim juga berpendapat bahwa pemberian izin reklamasi tersebut tidak partisipasif terutama dalam proses penyusunan Analsis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) tanpa melibatkan para nelayan. Tak cuma itu, selain dinilai mengganggu objek vital, pemberian izin reklamasi dinilai hanya sebatas untuk kepentingan bisnis tanpa sedikitpun adanya kepentingan umum. Selain itu, hakim juga menilai reklamasi akan menimbulkan dampat fisik, biologi, sosial ekonomi, dan infrastruktur.

Hakim juga menyatakan bahwa pelaksanaan reklamasi akan menimbulkan dampak mendesak sehingga harus ditangguhkan. Majelis juga berpendapat kerugian dan kepentingan mendesak itu jauh lebih penting daripada manfaat yang ditimbulkan dari reklamasi. Lebih lanjut, hakim juga menyatakan bahwa reklamasi menimbulkan kerusakan lingkungan, dan berdampak kerugian bagi para penggugat.

Sebelumnya, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendaftarkan gugatan terkait SK Gubernur DKI Jakarta terkait pemberian izin reklamasi ke PTUN Jakarta Timur pada 15 September 2015 dengan nomor perkara 193/G.LH/2015/PTUN-JKT. Nelayan beranggapan izin reklamasi yang dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melanggar sejumlah aturan dan berdampak pada kerugian nelayan.

Sekadar catatan, kekalahan Gubernur Ahok di PTUN bukan kali ini saja. Sebelumnya, PTUN Jakarta mengabulkan gugatan warga Bidara Cina atas surat keputusan Gubernur Nomor 2779 Tahun 2015. Gugatan dilakukan lantaran penggusuran dilakukan tanpa ada sosialisasi sebelumnya.
Tags:

Berita Terkait