MK: Mekanisme Judicial Review MA Konstitusional
Berita

MK: Mekanisme Judicial Review MA Konstitusional

Mahkamah menyimpulkan tidak ada pertentangan konstitusionalitas norma antara Pasal 31A ayat (4) UU MA dengan UUD 1945.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak seluruh permohonan perkara pengujian UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA) yang dimohonkan oleh Muhammad Hafidz, Wahidin, dan Solihin. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Ketua MK Arief Hidayat yang memimpin langsung sidang putusan Nomor 30/PUU-XIII/2015, Selasa (31/5) di Ruang Sidang Pleno MK.

“Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan, Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo. Para pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Permohoan provisi tidak beralasan hukum. Pokok permohonan tidak beralasan hukum,” ujar Arief sembari menyatakan menolak permohonan provisi para pemohon dan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya.  

Dalam putusannya, Mahkamah menilai ketentuan yang mengatur mekanisme pengujian peraturan perundang-undangan di MA seperti yang tercantum dalam Pasal 31A ayat (4) huruf h UU MA tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Sebelumnya, para pemohon khawatir pasal a quo merugikan hak-hak konstitusional mereka. Sebab, selama ini norma tersebut dimaknai bahwa proses pemeriksaan persidangan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang oleh MA dilakukan secara tertutup. Hal ini membuat para pemohon tidak dapat mengetahui sejauh mana permohonannya diperiksa dan juga tidak bisa menghadirkan ahli atau saksi untuk didengar keterangannya dalam persidangan yang terbuka.

Terhadap permohonan tersebut, Mahkamah menilai Pasal 31A ayat (4) UU MA tidak menyebutkan pemeriksaan dan pengucapan putusan dilakukan dalam sidang yang sifatnya terbuka untuk umum. Selengkapnya Pasal 31A ayat (4) UU MA menyatakan, “Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Mahkamah Agung paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan”. Artinya, pasal a quo  tidak mengatur baik secara implisit maupun secara eksplisit sifat sidang, apakah  dilakukan terbuka untuk umum atau tidak.

Meski demikian, Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman serta Pasal 40 ayat (2) UU MA menyatakan sidang pemeriksaan maupun sidang pengucapan putusan dalam perkara kasasi, perkara PK, dan perkara pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang harus dilakukan dalam sidang yang sifatnya terbuka untuk umum. Untuk mengatur lebih lanjut tentang tata cara pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, Pasal 31A ayat (10) UU MA telah memberi kewenangan kepada MA untuk menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA).

Pasal 4 ayat (2) PERMA Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil tanggal 30 Mei 2011 menyatakan, “Majelis Hakim Agung memeriksa dan memutus permohonan keberatan tentang hak uji materiil tersebut dengan menerapkan ketentuan hukum yang berlaku bagi perkara permohonan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, sesuai dengan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan”.

Dengan demikian, menurut ketentuan Pasal 4 ayat (2) PERMA tersebut, MA telah menentukan bahwa perkara pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang adalah “perkara permohonan”. Meskipun demikian, prinsip-prinsip yang dianut Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 40 ayat (2) UU MA harus dijadikan dasar dalam pemeriksaan dan pengucapan putusan perkara permohonan judicial review yang dilakukan oleh MA.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Mahkamah menyimpulkan tidak ada pertentangan konstitusionalitas norma antara Pasal 31A ayat (4) UU MA dengan UUD 1945. Sebab, MA sebagai pengadilan yang berwenang untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang (hak uji materiil) diberikan langsung oleh UUD 1945, maka sidang pemeriksaan dan pengucapan putusannya dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum.

Penyelesaian Perkara
Masih terkait pasal yang digugat Pemohon, Mahkamah juga menyatakan bahwa apabila para Pemohon mengharapkan perkara pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum dan dihadiri oleh para pihak, maka MA harus diberikan waktu yang cukup, serta sarana dan prasarana yang memadai. Hal tersebut menurut Mahkamah, merupakan kewenangan pembentuk undang-undang (open legal policy) dan bukan merupakan konstitusionalitas norma.

Pendapat tersebut dinyatakan Mahkamah setelah melihat kondisi penyelesaian perkara di MA. MK melihat perkara yang ditangani oleh MA begitu banyak, tidak hanya perkara pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang tetapi juga perkara kasasi dan upaya hukum lain serta perkara peninjauan kembali yang notabene membutuhkan waktu untuk penyelesaiannya.

Untuk menghadirkan pihak berperkara yang berada di seluruh wilayah Republik Indonesia juga memerlukan waktu lebih lama. Padahal, MA hanya diberi waktu 14 hari untuk menyelesaikan perkara pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang sejak permohonan diterima.

Mahkamah pun berpendapat kondisi yang demikian menjadi kendala dan hambatan bagi MA untuk melakukan persidangan yang dihadiri oleh pihak-pihak dan memberi kesempatan menghadirkan saksi dan ahli dalam sidang terbuka untuk umum dalam pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. 
Tags: