Revisi UU Minerba Tekankan Hilirisasi Dalam Negeri
Berita

Revisi UU Minerba Tekankan Hilirisasi Dalam Negeri

Diklaim bertujuan untuk kepentingan nasional.

Oleh:
ANT/Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pertambangan minerba. Foto: ADY
Ilustrasi pertambangan minerba. Foto: ADY
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman yang juga menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) akan tetap menekankan pada hilirisasi di dalam negeri.

Menurutnya, hilirisasi minerba di dalam negeri bertujuan untuk kepentingan nasional. "Prinsipnya kedaulatan tetap terjaga, jangan didikte orang lain. Kedua, harus berkeadilan semua pihak mendapatkan hak yang sama. Dan ketiga, tujuan utamanya hilirisasi," kata Luhut, Selasa (13/9).

Terkait asas berkeadilan, Luhut mengatakan pihaknya ingin ada keadilan bagi semua pihak, bukan hanya kepentingan tertentu seperti perusahaan tambang raksasa seperti Freeport dan Newmont. "Kami mau berkeadilan. Tidak ada kepentingan salah satu tempat, misal Freeport atau Newmont. Kami bicara kepada semua pihak," ujarnya.

Untuk itu, Luhut kembali mengundang sejumlah pakar untuk ikut membantu perumusan draf revisi UU Minerba yang ditargetkan selesai akhir tahun ini. "Ini sedang rapat, saya minta Profesor Hikmahanto Juwana dan Profesor Heriyanto untuk membantu merumuskan apa langkah terbaik menyangkut masalah UU Minerba ini," imbuhnya.(Baca Juga: Ini Dia Kisi-Kisi RUU Minerba Teranyar)

Ia menambahkan, turunan UU Minerba, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang perubahan ketiga atas PP No. 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara harus direvisi juga akan direvisi. Tujuannya agar seluruh aturan pelaksanaan tersebut tak melanggar dengan UU Minerba.

"10 hari ke depan, PP 77/2014 kami mau luruskan semuanya. Mulai UU Minerba, PP 77/2014 sampai Keppres, supaya jangan ada lagi yang melanggar UU," ujar Luhut.

Sebelumnya, perusahaan pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) menolak rencana pemerintah mengizinkan atau merelaksasi ekspor bijih mineral mulai Januari 2017. Ketua Umum AP3I Prihadi Santoso mengatakan, rencana tersebut menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah menjalankan undang-undang.

"Pemerintah bisa dianggap tidak konsisten dengan aturan yang dibuatnya sendiri," katanya pekan lalu. (Baca Juga: Ini Kelemahan RUU Minerba veri Masyarakat Sipil)

Menurut dia, sesuai UUMinerba,ekspor bijih (ore) mineral sudah dilarang sejak 2014. Namun, lanjutnya, kebijakan pelarangan ekspor ore yang dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah tersebut, direncanakan akan dicabut sehingga dibolehkan lagi setelah Januari 2017. "Ini tidak baik bagi iklim investasi," tambahnya.

Selain berdampak negatif pada iklim investasi, tambah Prihadi, perusahaan smelter yang tidak memiliki tambang akan sulit mendapatkan pasokan dari dalam negeri dengan kebijakan relaksasi ekspor ore tersebut. Seharusnya, lanjutnya, pemerintah memberikan jaminan kepastian pasokan bahan baku bagi smelter yang telah berdiri dalam bentuk kewajiban pasok ke domestik (domestic market obligation/DMO).

Ia juga mengatakan, dengan kebijakan pelarangan ekspor ore mineral, maka sejak 2012 sudah beroperasi 27 smelter baru dengan total investasi mencapai AS$12 miliar dan menyerap sekitar 15.000 tenaga kerja. "Momentum pembangunan industri smelter dalam negeri ini mestinya didukung penuh dengan memberikan kemudahan berusaha dan percepatan infrastruktur pendukungnya," ujarnya.

Prihadi menambahkan, UU Minerbasudah selaras dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat. "Untuk itu, kami berpendapat tidak perlu mengubah UU No 4 Tahun 2009 tersebut karena sudah sesuai dengan tujuan negara yang ingin mendorong nilai tambah pertambangan," ujarnya.

AP3I terdiri atas 21 perusahaan smelter meliputi tembaga, nikel, besi, timah, silika, zircon, dan mangan.Pemerintah berencana merevisi UU Minerba dengan salah satu klausulnya adalah merelaksasi ekspor bijih mineral selama 3-5 tahun atau hingga 2020-2022.
Tags:

Berita Terkait