Terbukti Bocorkan Draft Putusan, Patrialis Akbar Dipecat
Berita

Terbukti Bocorkan Draft Putusan, Patrialis Akbar Dipecat

MKHK meminta agar MK lebih profesional, lebih berhati-hati dalam berperilaku, dan menjaga integritasnya.

Oleh:
CR-23
Bacaan 2 Menit
Mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar, usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK. Foto : RES
Mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar, usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK. Foto : RES
Setelah melakukan pemeriksaan lanjutan, akhirnya Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) memutuskan pemberhentian tidak hormat kepada Hakim Konstitusi Patrialis Akbar alias dipecat. Patrialis dinilai terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi (Sapta Karsa Hutama) berupa pelanggaran kategori berat terkait bocornya draft putusan uji materi Undang-Undang (UU) No. 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

“Hakim Terduga (Patrialis Akbar) telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran berat, sehingga diberhentikan secara tidak hormat,” ujar Ketua MKHK Sukma Violetta dalam sidang pembacaan keputusan MKHK bernomor 01/MKMK-SPL/II/ 2017 di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (16/2) malam. (Baca juga: MKHK Rekomendasikan Pemberhentian Sementara Patrialis Akbar)

Dalam pertimbangannya, Majelis Kehormatan menyatakan setelah memeriksa dan meminta keterangan Patrialis Akbar di KPK dan para saksi guna mendapatkan informasi, Hakim Terduga terbukti melakukan pertemuan dan atau pembahasan perkara yang sedang ditangani MK dengan pihak berkepentingan baik langsung maupun tidak langsung di luar persidangan.

Anggota MKHK Asad Said Ali mengungkapkan sesuai bukti dan fakta yang diperoleh Patrialis terbukti membocorkan informasi dan draft Putusan MK yang bersifat rahasia. Karena itu, Patrialis melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim konstitusi, khususnya Prinsip Independensi, Prinsip Ketidakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.

“Hakim Terduga telah mencemarkan nama baik, meruntuhkan wibawa, eksistensi MK dan atau fungsi jabatan hakim konstitusi serta Hakim Terduga juga telah beberapa kali diperiksa dan diberikan rekomendasi oleh Dewan Etik,” lanjut Anggota MKHK lainnya Anwar Usman saat membacakan pertimbangan keputusannya.

Dalam kesempatan ini, Majelis Kehormatan berpesan agar MK lebih profesional, lebih berhati-hati dalam berperilaku dan menjaga integritasnya. Jiwa dan watak kenegarawanan MK harus inheren dalam diri setiap hakim konstitusi dimanapun dan kapanpun. Dia berharap agar kasus ini tidak lagi terulang di MK dan menjadikan kasus ini yang terakhir. “Diharapkan MK ke depan menjadi lebih baik lagi, dan kita berharap dengan adanya kasus ini  hakim kontitusi lebih amanah dalam bekerja.”

“Bangsa ini menaruh harapan besar kepada para hakim konstitusi. Untuk itu, seluruh elemen bangsa ini sudah seharusnya turut serta menjaga marwah dan wibawa hakim konstitusi,” tegasnya.

Usai membacakan keputusan, Anwar Usman menjelaskan MKHK telah selesai menjalankan amanahnya. Keputusan ini akan segera diserahkan kepada Ketua MK. Lalu, Ketua MK akan mengambil langkan-langkah yang diperlukan untuk selanjutnya diteruskan ke Presiden. “Perlu ditekankan hasil dari keputusan MKHK tidak ada kaitannya dengan keputusan Presiden,” tutupnya.

Sebelumnya, dalam sidang pendahuluan MKHK memutuskan untuk merekomendasikan Patrialis Akbar diberhentikan sementara karena melakukan pelanggaran etik berat walaupun Patrialis telah mengirimkan surat pengunduran diri. Majelis Kehormatan tetap menganggap perlu melakukan pemeriksaan lanjutan. Sebab, dugaan pelanggaran berat Hakim Terduga dilakukan saat masih menjabat Hakim Konstitusi.

Dalam perkara ini, Patrialis diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman terkait proses pengujian UU Peternakan dan Kesehatan Hewan. (Baca Juga : Sepenggal Kisah Perusahaan Tersangka Penyuap Patrialis Akbar)

Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, disangkakan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tags:

Berita Terkait