Pemerintah Setujui Permohonan Izin Ekspor Freeport dan Amman
Berita

Pemerintah Setujui Permohonan Izin Ekspor Freeport dan Amman

Persetujuan rekomendasi ekspor ini diberikan dengan mengacu kepada Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 tahun 2017 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1/M-DAG/PER/1/2017 Tahun 2017.

Oleh:
YOZ/ANT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi usaha pertambangan. Foto: RES
Ilustrasi usaha pertambangan. Foto: RES
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Izin Rekomendasi Ekspor PT Freeport Indonesia (PT FI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PT AMNT). Rekomendasi ekspor ini dikeluarkan berdasarkan surat permohonan PT FI No. 571/OPD/II/2017, tanggal 16 Februari 2017. Sementara rekomendasi ekspor bagi PT AMNT dikeluarkan berdasarkan surat permohonan No.251/PD-RM/AMNT/II/2017, tanggal 17 Februari 2017.

Dijelaskan dalam rilis Kementerian ESDM, Jumat (17/2), dalam surat permohonan tersebut, PT FI dan PT AMNT juga telah menyatakan komitmen untuk pembangunan fasilitas pemurnian di dalam negeri. Persetujuan rekomendasi ekspor ini diberikan dengan mengacu kepada Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.6 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.1/M-DAG/PER/1/2017 Tahun 2017.   

“Volume ekspor sebesar 1.113.105 Wet Metric Ton (WMT) konsentrat tembaga diberikan kepada PT FI berdasarkan Surat Persetujuan Nomor 352/30/DJB/2017, tanggal 17 Februari 2017. Pemberian izin berlaku sejak tanggal 17 Februari 2017 sampai dengan 16 Februari 2018,” jelas Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerjasama KESDM, Sujatmiko dalam rilis.

Kepada PT AMNT, diberikan volume ekspor sebesar 675.000 WMT konsentrat tembaga berdasarkan Surat Persetujuan Nomor 353/30/DJB/2017, tanggal 17 Februari 2017, dan berlaku sejak tanggal 17 Februari 2017 hingga 16 Februari 2018.

Pemerintah akan mengevaluasi kemajuan pembangunan fisik fasilitas pengolahan dan pemurnian pada periode waktu yang dibutuhkan atau paling sedikit 6 bulan sekali yang diverifikasi oleh verifikator independen. Apabila progress pembangunan 6 bulanan tidak sesuai dengan komitmen, maka rekomendasi ekspor dapat dicabut.

Sebagai informasi, rekomendasi ekspor ini dapat diberikan mengingat PT FI telah mendapatkan izin melalui SK IUPK Nomor 413 K/30/MEM/2017 tanggal 10 Februari 2017. Sementara, PT AMNT telah mendapatkan SK IUPK Nomor 414 K/30/MEM/2017 Tanggal 10 Februari 2017.

Sebelumnya, ribuan karyawan PT Freeport Indonesia dan berbagai perusahaan privatisasi serta kontraktornya menuntut Pemerintah Indonesia segera menerbitkan perizinan kepada perusahaan tambang itu untuk kembali mengekspor konsentrat ke luar negeri.

Juru Bicara Gerakan Solidaritas Peduli Freeport Fredric Magai di Timika, Kamis (16/2), mengatakan pemerintahan Presiden Joko Widodo bersama DPR RI harus memikirkan nasib ribuan orang yang kini bekerja di Freeport beserta keluarga mereka masing-masing.

"Bapak Presiden Jokowi, para menteri serta DPR RI, tolong pikirkan nasib kami sebagai warga negara yang bekerja di PT Freeport Indonesia. Kami tidak mau menjadi korban dari kebijakan yang dibuat seakan-akan atas nama rakyat. Namun rakyat yang mana? Kami meminta agar izin ekspor dan operasional perusahaan tetap berjalan normal," kata Fredric.

Ia menambahkan, pemberian kebijakan oleh pemerintah agar Freeport dapat melanjutkan ekspor konsentrat ke beberapa negara dapat membantu ribuan karyawan bisa kembali bekerja secara normal sehingga tidak menimbulkan keresahan bagi keluarga mereka.

Namun jika pemerintah tetap ngotot tidak lagi memperpanjang izin ekspor konsentrat Freeport, Fredric meyakini hal itu memicu terjadinya berbagai persoalan sosial baru baik di kalangan karyawan sendiri, masyarakat adat pemilik hak ulayat di Kabupaten Mimika serta Pemerintah Daerah Mimika yang selama ini menggantungkan pendapatannya pada operasional PT Freeport.

Seperti diketahui, PT Freeport Indonesia sempat tidak lagi melakukan ekspor konsentrat tembaga, emas dan perak sejak 12 Januari 2017 setelah pemerintah tidak lagi memberikan izin ekspor kepada perusahaan tersebut. Sebagai solusinya, pemerintah meminta Freeport mengganti rezim kontrak karya ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Dengan mengubah kontrak karya ke IUPK sebagaimana amanat UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba), maka PT Freeport dan perusahaan-perusahaan pertambangan lainnya di Indonesia wajib membangun industri pemurnian (smelter) di dalam negeri, mengikuti aturan pajak terbaru terkait ekspor konsentrat dan mengubah luasan wilayahnya hingga maksimal 25 ribu hektare.

Buntut dari persoalan itu, sejak 10 Februari operasional tambang terbuka Grasberg dan tambang bawah tanah (underground) PT Freeport Indonesia dihentikan sementara waktu. 

Tags:

Berita Terkait