BPKN Usut Dugaan Penggelapan Ratusan Sertifikat oleh Pengembang
Utama

BPKN Usut Dugaan Penggelapan Ratusan Sertifikat oleh Pengembang

Praktik ‘kongkalikong’ diduga melibatkan sejumlah pihak di antaranya bank plat merah dan notaris.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Jajaran Komisioner BPKN saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (27/12). Foto: NNP
Jajaran Komisioner BPKN saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (27/12). Foto: NNP

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengusut dugaan penggelapan ratusan sertifikat perumahan yang dilakukan salah satu pengembang perumahan. Beberapa pihak yang diduga terlibat telah dipanggil untuk dimintai keterangannya. Kesimpulan sementara, BPKN menduga praktik tersebut dilakukan dengan cara ‘kongkalikong’.

 

Anggota Komisioner BPKN, Rizal E. Halim menjelaskan bahwa penanganan kasus dugaan penggelapan sertifikat berawal dari laporan sejumlah konsumen selaku pemilik rumah di wilayah Bekasi, Jawa Barat, kepada BPKN beberapa waktu kemarin. Dari laporan tersebut, diketahui ada 200 konsumen atau Kartu Keluarga (KK) yang menjadi korban lantaran pihak developer atau pengembang diduga menggadaikan kembali sertifikat rumah tersebut pihak lainnya, yakni bank swasta.

 

“Indikasi sementara ada ingkar janji dan kesewenangan dari pihak pengembang,” kata Rizal diwawancarai di kantor BPKN, Rabu (27/12).

 

Kronologisnya sendiri, jelas Rizal, 200 konsumen salah satu komplek perumahan di wilayah Bekasi tidak diberikan sertifikat rumah yang dijanjikan pihak developer sebelumnya padahal cicilan Kredit Pembiayaan Perumahan (KPR) telah mereka lunasi kepada pihak bank pemberi KPR. Pihak bank pemberi KPR menjelaskan kepada BPKN, bahwa sertifikat berada di pihak developer sedangkan pihak developer telah mengagunkan kembali sertifikat tersebut kepada bank swasta lainnya untuk mengajukan pinjaman lain.

 

Lebih lanjut, hasil dari pemanggilan yang dilakukan pada 23 Desember 2017 kemarin, di antaranya empat bank pemberi KPR, satu perusahaan pengembang properti, dan seorang notaris/PPAT, sementara BPKN menyimpulkan telah terjadi ‘kongkalikong’ dalam kasus ini. Pasalnya, kata Rizal, bagaimana mungkin bank pemberi KPR tidak memegang jaminan atau agunan dari pengembang properti selama lima tahun atau selama cicilan KPR berlangsung.

 

“Sindikasinya melibatkan banyak pihak. Dari perbankan, notaris, bahkan Badan Pertanahan Nasional karena yang memegang sertifikat induk. Ini luar biasa, kalau sampai bisa kita simpulkan dan benar, dugaan kami hampir sebagian besar sektor perumahan baik vertikal (susun/apartemen) atau horizontal (rumah tapak) seperti itu,’ kata Rizal.

 

Kesimpulan sementara BPKN tidak diambil secara mengada-ada. BPKN menilai, pihak bank pemberi KPR semestinya tidak mengucurkan pembiayaan ke pihak pengembang properti ketika tidak ada agunan atau jaminan yang diberikan. Lebih jauhnya, Rizal masih belum bisa bercerita lebih jauh lantaran Bidang Advokasi dari BPKN masih mengkaji beberapa dokumen yang diterima dari berbagai pihak saat pemanggilan pihak-pihak akhir pekan lalu. Nantinya, hasil analisa akan mengarahkan apakah kasus tersebut memiliki unsur pidana ataupun kejahatan lainnya.

Tags:

Berita Terkait