Begini Alasan Pentingnya Panduan Teknis Penanganan Hate Speech
Berita

Begini Alasan Pentingnya Panduan Teknis Penanganan Hate Speech

Agar penanganan kasus-kasus pidana ujaran kebencian dapat dilakukan secara optimal dan profesional.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Direktur Cyber Crime Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol Fadil Imran (tengah) menyampaikan penangkapan enam tersangka pelaku ujaran kebencian di media sosial, Rabu (28/2). Foto: RES
Direktur Cyber Crime Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol Fadil Imran (tengah) menyampaikan penangkapan enam tersangka pelaku ujaran kebencian di media sosial, Rabu (28/2). Foto: RES

Sejak Oktober 2015, Kepolisian Negara Republik Indonesia sudah memiliki panduan untuk menindak pelaku ujaran kebencian, yakni Surat Edaran (SE) Kapolri No. 6 Tahun 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech). Polri juga sudah melakukan penegakan hukum terhada para pelaku.

Rabu (28/2) lalu, misalnya, Direktorat Cyber Crime Bareskrim Mabes Polri mengungkap penangkapan enam orang pelaku ujaran kebencian di media sosial. Direktur Cyber Crime Mabes Polri Brigjen Pol Fadil Imran mengatakan Polri masih mendalami siapa yang menyuruh dan mendanai gerakan ujaran kebencian di media sosial yang dilakukan para pelaku.

Ujaran kebencian potensial memecah persatuan dan kesatuan bangsa, dan menimbulkan konflik sosial. Apalagi dalam suasana menjelang tahun politik saat ini. Diperkirakan ujaran kebencian dan SARA akan terus muncul menjelang pesta demokrasi pemilu serentak pada 2019 mendatang. Karena itu, aparat penegak hukum perlu berhati-hati dalam menangani dan menggunakan jerat ujaran kebencian. Jangan sampai perbedaan pandangan politik dengan mudah ditafsirkan sebagai ujaran kebencian.

(Baca juga: Ahli: Mesti Bedakan Pendapat dan Ujaran Kebencian).

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Totok Yulianto, mengatakan aparat penegak hukum perlu mengantisipasi munculnya ujaran kebencian dalam perhelatan Pilkada dan Pemilu. Menurutnya, potensi itu ada karena politik identitas berpeluang digunakan oleh para kontestan dan pendukungnya untuk meraih suara.

Selaras itu aparat penegak hukum dan pihak terkait seperti KPU dan Bawaslu harus meminimalisir terjadinya ujaran kebencian. Bagi aparat penegak hukum terutama kepolisian, Totok mengusulkan agar dibentuk panduan teknis dalam menangani kasus ujaran kebencian. "Melalui panduan ini diharapkan penyidik punya acuan bagaimana melakukan penegakan hukum dan menggali kasusnya secara optimal," katanya dalam diskusi di Jakarta, Kamis (1/3).

Totok menghitung setidaknya ada dua poin penting yang perlu diatur dalam panduan tersebut. Pertama, aparat harus memisahkan antara tindakan ujaran kebencian dengan kebebasan berekspresi. Tujuannya agar aparat tidak salah mengartikan untuk masing-masing tindakan itu. Jangan sampai ujaran kebencian menjadi alasan untuk mmebatasi hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan berekspresi.

Kedua, Totok menyebut ujaran kebencian bisa menimbulkan presekusi, biasanya menyasar kelompok rentan dan minoritas. Aparat penegak hukum wajib melindungi korban. Tanpa jaminan perlindungan Totok khawatir korban akan takut untuk melaporkan peristiwa yang menimpanya kepada aparat kepolisian.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait