Ahli Tekankan Pentingnya Persetujuan DPR dalam Perjanjian Internasional
Berita

Ahli Tekankan Pentingnya Persetujuan DPR dalam Perjanjian Internasional

Peran DPR seharusnya menyetujui atau menolak tindakan pemerintah yang akan mengikatkan diri dalam kesepakatan/perjanjian internasional sesuai maksud Pasal 11 UUD 1945.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Setiap perjanjian internasional seharusnya membutuhkan persetujuan DPR terutama ketika substansi perjanjiannya berdampak terhadap masyarakat luas. Hal ini wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dimanatkan Pasal 11 ayat (2) UUD Tahun 1945 agar tercipta partisipasi, transparansi dan akutanbilitas dalam alam demokrasi.

 

Pandangan ini disampaikan pengajar hukum ekonomi Universitas Lancang Kuning Pekanbaru Cenuk Widiyastrisna Sayekti saat memberi keterangan sebagai ahli di sidang lanjutan pengujian sejumlah pasal dalam UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional di Gedung MK Jakarta.  

 

“Persetujuan DPR dalam perjanjian internasional sesuai prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat melalui pelaksananya (DPR),” kata Cenuk yang sengaja dihadirkan pemohon ini.   

 

Sebelumnya, Indonesia for Global Justice (IGJ), Indonesian Human Rights and Social Justice (IHCS), Serikat Petani Indonesia (SPI), Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Solidaritas Perempuan (SP) dan KIARA. Lima pemohon perorangan yakni Amin Abdullah, Mukmin, Fauziah, Baiq Farihun dan Budiman.

 

Para Pemohon memohon pengujian Pasal 2, Pasal 9 ayat (2), Pasal 10, dan Pasal 11 ayat (1) UU Perjanjian Internasional. Keempat pasal tersebut dinilai telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat lantaran hilangnya atau lemahnya kontrol dan keterlibatan rakyat (DPR) dalam proses perundingan perjanjian internasional. Padahal, sesuai Pasal 11 ayat (2) UUD Tahun 1945 setiap perjanjian internasional harus dengan persetujuan DPR.     

 

Pasal 11 ayat (2)  UUD 1945 yang menyebut, “Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan Undang-Undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” 

 

Mereka meminta MK agar Pasal 2 dan 11 ayat (1) UU Perjanjian Internasional dihapus/dibatalkan karena bertentangan dengan Pasal 11 ayat (2) UUD Tahun 1945. Dan, Pasal 9 ayat (2) UU No. 24 Tahun 200 tentang Perjanjian Internasional sepanjang frasa ”dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden” bertentangan dengan Pasal 11 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945.

Tags:

Berita Terkait