MA Tegaskan Paralegal Tak Boleh Tangani Perkara di Pengadilan
Utama

MA Tegaskan Paralegal Tak Boleh Tangani Perkara di Pengadilan

Pemohon berharap agar pemerintah segera mencabut ketentuan yang dibatalkan MA tersebut.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MA. Foto : ASH
Gedung MA. Foto : ASH

Dikabulkan uji materi Permenkumham No.1 Tahun 2018 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum akhirnya terjawab. Sebab, hari ini, Mahkamah Agung (MA) melansir putusan uji materi Permenkumham yang membatalkan ketentuan paralegal yang boleh memberi bantuan hukum secara litigasi di pengadilan. Permenkumham ini sebelumnya dipersoalkan sejumlah 18 advokat yang diketuai oleh Bireven Aruan melalui uji materi di MA.

 

Dengan demikian, paralegal yang sebelumnya dapat memberi bantuan hukum baik secara litigasi maupun non-litigasi dengan adanya Permenkumham No. 1 Tahun 2018. Kini, paralegal tidak dapat memberi bantuan hukum secara litigasi (beracara di pengadilan). Jadi, hanya advokatlah yang dapat memberikan bantuan hukum secara litigasi.

 

“Menyatakan Pasal 11 dan 12 Permenkumham No. 1 Tahun 2018 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum bertentangan dengan Peraturan Perundangan yang lebih tinggi, yakni UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat,” demikian bunyi amar putusan MA No. 22 P/HUM/2018, yang dilansir di website Direktorat Putusan Mahkamah Agung, Rabu, (4/7/2018).

 

Dalam putusannya, Majelis MA perkara ini yang diketuai Irfan Fachruddin beranggotakan Yosran dan Is Sudaryono, memerintahkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mencabut Pasal 11 dan Pasal 12 Permenkumham No. 1 Tahun 2018 tentang Paralegal dalam Pemberian bantuan hukum. Selanjutnya, mencantumkan petikan putusan ini dalam berita negara.  

 

Sebelumnya, tercatat sebagai pemohon dalam permohonan uji materi ini yakni Bireven Aruan, Johan Imanuel, Martha Dinata, Abdul Jabbar, Irwan Gustaf Lalegit, Ika Arini Batubara, Denny Supari, Liberto Julihatama, Steven Albert, Abdul Salam, Ade Anggraini, Arnol Sinaga, Asep Dedi, Indra Rusmi, Fista Sambuari, Alvin Maringan, Teuku Muttaqin, Endin.

 

Para pemohon beranggapan pembentukan Permenkumhan No. 1 Tahun 2018 tersebut cacat hukum karena perumusannya tidak berpedoman pada UU Advokat. Selain itu, Pasal 11 dan Pasal 12 Permenkumham 1/2018 yang pada pokoknya mengatur paralegal dapat memberi bantuan hukum baik secara litigasi maupun non-litigasi dirasa telah merugikan para advokat karena diduga dapat mengambil alih profesi advokat, sehingga seharusnya dibatalkan.

 

Menurut para pemohon, paralegal tidak melalui jenjang pendidikan S-1 (ilmu hukum) dan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) serta disumpah dan dilantik di Pengadilan Tinggi. Namun, kedudukan dan fungsinya disamakan dengan advokat. Selain itu, pemohon beralasan adanya pelatihan paralegal tanpa syarat sarjana dapat membuat kurangnya minat masyarakat untuk menempuh ilmu hukum pada perguruan tinggi. (Baca Juga: Tak Terima Disejajarkan dengan Paralegal, Advokat Uji Permenkumham 1/2018)

Tags:

Berita Terkait