Kendala Psikologis Bagi Kepala Daerah dalam Pilpres
Pojok MPR-RI

Kendala Psikologis Bagi Kepala Daerah dalam Pilpres

Kendala tersebut muncul jika kepala daerah yang diusung parpol atau gabungan parpol tidak mau berkampanye.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Foto: Humas MPR
Foto: Humas MPR

Tahun politik Pilpres 2019 lambat laun mendekati hari H. Namun, dalam perjalanannya saat ini sudah banyak sekali berbagai fenomena dan kehebohan pra kontestasi pilpres 2019. Salah satunya adalah soal dukungan kepala daerah kepada salah satu capres 2019. Berbagai pro dan kontra muncul seputar fenomena tersebut.

 

Anggota MPR RI Fraksi PKS Nasir Djamil mengungkapkan bahwa soal dukungan kepala daerah kepada capres sudah terlihat. Bahkan berkampanye untuk salah satu capres dan cawapres tahun 2004 saat gelaran pilpres secara langsung dan pengaturan soal itu juga sudah dilakukan sejak itu. Dan untuk tahun ini 2019 memang semakin gencar fenomena tersebut. 

 

“Saat ini, sejumlah parpol sudah mengancang-ancang akan mengerahkan kepala daerahnya yang mereka usung saat pilgub, pilbup dan pilwakot untuk  membantu kemenangan capres yang diusung oleh partai bersangkutan,” ujarnya dalam Diskusi Empat Pilar MPR RI dengan tema ‘Etika Politik Kampanye Bagi Kepala Daerah’ kerjasama Humas Setjen MPR RI dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen yang digelar di Ruang Diskusi Media Centre Parlemen, di lobi Gedung Nusantara III, Kompleks MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Senin (17/9).

 

Namun, lanjut Nasir, hal tersebut ternyata menimbulkan satu pertanyaan di tengah masyarakat terkait posisi kepala daerah itu yakni kendala psikologis sang kepala daerah. Untuk kepala daerah perseorangan atau independen tidak memiliki kendala psikologis mendukung atau tidak mendukung capres sebab tidak didukung parpol atau gabungan parpol.

 

“Namun, kendala psikologis itu akan muncul pada kepala daerah yang diusung parpol atau gabungan parpol bila dia tidak berkampanye untuk capres yang diusung parpol pengusung dia. Sebab, di Indonesia sudah terlanjur ada pepatah ada ubi ada talas ada budi ada balas. Jadi, kalau kita ingin dianggap berbudi luhur ya ikuti nenek moyang kita itu. Ini lah yang buat suasana menjadi ramai,” katamya. 

 

Sebenarnya, lanjut Nasir, aturan soal kampanye kepala daerah sudah ada dalam Peraturan KPU serta Peraturan Menteri Dalam Negeri. Seorang kepala daerah diperbolehkan berkampanye satu hari dalam seminggu kecuali hari libur dan itupun harus mengajukan cuti untuk melakukan kampanye kepada capres yang didukungnya.

 

“Tapi, kalau kita merujuk sumpah dan janji kepala daerah memang tidak ada sumpah dan janji mendukung parpol yang mengusungnya, gak ada itu. Dia hanya berjanji bersumpah kepada Tuhan Yang Maha Esa, lalu memegang jabatan kepala daerah itu seadil-adinya dan taat UU dasar dan peraturan lainnya dan berbakti kepada nusa dan bangsa,” tandasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait