25 Advokat Perkuat Alasan Uji UU KPK
Berita

25 Advokat Perkuat Alasan Uji UU KPK

Para Pemohon mempertegas uji formil dan inkonstitusionalitas Dewan Pengawas KPK yang dinilai mengganggu independensi KPK.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan pengujian UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), Senin (28/10/2019). Sidang perkara Nomor 59/PUU-XVII/2019 ini dimohonkan 25 orang yang berprofesi sebagai advokat sekaligus mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Syafi’iyah diantaranya Sunariyo, Netrawati, Rosyidah Setiani, Wiwin Taswin, dan lainnya.

 

Salah satu Pemohon, Wiwin Taswin mengaku telah memperbaiki judul permohonan dengan mempertegas bahwa permohonan ini merupakan pengujian formil UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK dan pengujian materiil terhadap Pasal 21 ayat (1) huruf a UU ini terkait konstitusionalitas keberadaan Dewan Pengawas KPK     

 

“Selain mempertegas pengujiannya, kami juga sudah memasukkan obyek yang diuji yakni UU Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019,” ujar Wiwin dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Panel Anwar Usman di ruang sidang MK, Senin (28/10/2019). Baca Juga: 25 Advokat Minta MK Batalkan Perubahan UU KPK

 

Pasal 21 ayat (1) huruf a Perubahan UU KPK menyebutkan, Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas : a. Dewan Pengawas yang berjumlah 5 (lima) orang.

 

Para Pemohon juga mempertegas legal standing dengan mempertajam bahwa para pemohon merupakan perorangan warga negara Indonesia yang sedang menempuh kuliah program pascasarjana magister hukum di Universitas Islam As-Syafi'iyah, sekaligus berprofesi sebagai advokat yang concern dalam dunia hukum. Menurut Wiwin, sebagai warga negara yang concern dengan dunia hukum, tentunya memiliki hak konstitusional dalam penegakan hukum di Indonesia.

 

“Secara formil Para Pemohon berhak atas berlakunya UU yang dibentuk melalui prosedur yang benar berdasarkan hukum dan ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan. Jika, peraturan perundang-undangan dibentuk melalui prosedur yang salah tentu Pemohon akan dirugikan secara konstitusional karena akan terikat dengan UU yang cacat formil itu,” dalihnya.

 

Dalam bagian petitum, Para Pemohon meminta MK mengabulkan permohonan untuk seluruhnya dengan membatalkan Perubahan UU KPK ini. Sebab, dalam pengujian UU No. 19 Tahun 2019 secara formil tidak memenuhi syarat mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan. Sedangkan dalam pengujian materil, apabila MK mempunyai pendapat lain, setidaknya MK menyatakan Pasal 21 ayat 1 huruf a UU No. 19 Tahun 2019  bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait