Pemerintah Diminta Batalkan Kenaikan Iuran JKN
Berita

Pemerintah Diminta Batalkan Kenaikan Iuran JKN

Menurut Lokataru, sebelum mengambil keputusan menaikan iuran JKN, seharusnya melakukan evaluasi terlebih dahulu dari beragam persoalan yang selama ini mendera BPJS Kesehatan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan. Foto: RES
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan. Foto: RES

Rencana kenaikan iuran program JKN-KIS mendapat beragam tanggapan dari masyarakat, ada yang pro dan kontra. Presiden Joko Widodo mengingatkan kabinetnya untuk menjelaskan kepada publik secara terang dan jelas mengenai kenaikan iuran jaminan kesehatan nasional (JKN). Jika informasi ini tidak disampaikan secara jelas khawatir akan menimbulkan keraguan dari masyarakat. Kenaikan iuran ini memberi kesan pemerintah seolah memberikan beban lebih berat kepada rakyat.

 

“Padahal supaya kita semuanya tahu, tahun 2019 kita menggratiskan 96 juta rakyat melalui skema penerima bantuan iuran (PBI). Anggaran total yang kita subsidi ke sana Rp41 triliun, rakyat harus mengerti ini,” kata Presiden Jokowi dalam rapat terbatas di kantor Presiden Jakarta sebagaimana dikutip laman setkab.go.id.

 

Presiden Jokowi melanjutkan tahun 2020 subsidi yang diberikan kepada BPJS Kesehatan mencapai Rp48,8 triliun. Menurutnya, subsidi yang diberikan pemerintah tergolong besar, jangan sampai ada yang menganggap pemerintah membebani masyarakat miskin.

 

Peneliti Lokataru Muhammad Elfiansyah sejak awal menolak kenaikan iuran JKN ini sebagaimana tertuang dalam Perpres No.75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perpres No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Kenaikan iuran ini harus dibatalkan karena BPJS Kesehatan dinilai belum optimal dalam memberi pelayanan terhadap masyarakat. Kenaikan iuran ini diyakini bakal memberatkan masyarakat.

 

“Kami menolak kenaikan iuran JKN. BPJS Kesehatan harus dievaluasi terlebih dulu sebelum menaikan iuran,” kata Elfiansyah dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (7/11/2019). Baca Juga: Kontra Produktif di Balik Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

 

Elfiansyah mengingatkan BPKP telah melakukan audit terhadap BPJS Kesehatan. Hasil audit itu harus dijalankan serius oleh BPJS Kesehatan dan menyampaikannya kepada publik. Dari hasil audit BPKP itu, dia melihat masih ada badan usaha yang belum mendaftarkan pekerja dan keluarganya menjadi peserta JKN; ada juga NIK peserta PBI yang tidak valid. Kemudian ICW juga menemukan terjadi 49 jenis kecurangan (fraud) dalam pelaksanaan JKN.

 

Menurut Elfiansyah, sejak beroperasi 1 Januari 2014, besaran iuran JKN tidak sesuai dengan besaran iuran yang diusulkan DJSN. Dia menilai mandat Perpres No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang menyebut besaran iuran ditinjau paling lama 2 tahun sekali selama ini tidak pernah dilakukan secara konsisten. Karena itu, sebelum menaikan iuran, terlebih dulu harus dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan.

Tags:

Berita Terkait