Pemerintah Tolak Pulangkan WNI Eks ISIS Menuai Kritik
Berita

Pemerintah Tolak Pulangkan WNI Eks ISIS Menuai Kritik

Pemerintah beralasan WNI yang terlibat terorisme di luar Negeri atau Foreign Terrorist Fighters (FTF) ini tidak melapor saat pergi ke luar negeri. Organisasi masyarakat menilai kebijakan ini terburu-buru, pemerintah seharusnya mengidentifikasi dulu apakah ratusan WNI itu FTF aktif atau bukan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Elemen masyarakat menggelar aksi damai mengecam kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS di Bundaran HI, Jakarta. Foto: RES
Elemen masyarakat menggelar aksi damai mengecam kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS di Bundaran HI, Jakarta. Foto: RES

Pemerintah memutuskan tidak akan memulangkan ratusan WNI eks simpatisan ISIS (Islamic State in Iraq and Syria) ke Indonesia yang diduga terlibat aksi terorisme di luar negeri atau Foreign Terrorist Fighters (FTF). Hal ini diputuskan pemerintah dalam rapat kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan sejumlah kementerian di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2/2020) kemarin.     

 

Menkopolhukam M. Mahfud MD menegaskan keputusan ini diambil karena mereka tidak melapor ketika pergi keluar negeri. "Iya (dibiarkan). Mereka kan tidak lapor hanya ditemukan oleh orang luar, yang menemukan CIA, ICRP, ini ada orang yang menemukan di Suriah. Tapi kita kan juga tidak tahu, katanya paspornya sudah dibakar. Terus mau diapain? Kalau kamu jadi pemerintah mau diapain? Jadi, ya di biarin saja, tidak usah dipulangkan,” kata Mahfuf MD sebagaimana dilansir polkam.go.id, Rabu (12/2/2020).

 

Mahfud menerangkan pemerintah sudah mengirim tim ke negara tempat para FTF atau kombatan itu berada, tapi tidak bertemu langsung dengan mereka, hanya bertemu pihak otoritas resmi.

 

“Pokoknya kalau teroris tidak dipulangkan. Kalau warga negara biasa yang terlantar pasti dilindungi, tapi kalau teroris jika sudah bergabung dengan teroris mau dipulangkan untuk apa? Malah kamu nanti yang berbahaya di sini. Tetapi kalau memang ada yang terlantar dan itu bukan teroris, pasti dilindungi oleh negara. Inilah yang kita katakan FTF, tidak menyebut WNI,” kata Mahfud.

 

Menurut Mahfud, ada 3 Kebijakan yang ditempuh pemerintah terkait persoalan FTF ini. Pertama, menjamin rasa aman dan nyaman bagi 267 juta warga negara yang hidup di Indonesia. Kedua, tidak memulangkan kombatan yang tergabung dalam FTF di berbagai negara. Ketiga, melakukan pendataan.

 

Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menilai pemerintah terlalu terburu-buru dalam membuat keputusan ini. Orang yang dituding FTF ini berpotensi menjadi stateless (tanpa kewarganegaraan) dan dapat kehilangan kewarganegaraannya. Pemerintah semestinya mengidentifikasi terlebih dulu peran mereka apakah menjadi FTF aktif atau tidak?

 

Menurut Al, seharusnya pemerintah bisa menggunakan opsi lain dalam mengatasi persoalan ini. Sebab, UU No.5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bisa digunakan untuk menjerat FTF setibanya di Indonesia. Selain itu, pemerintah bisa menjalankan program deradikalisasi yang selama ini sudah berjalan. Pemerintah perlu memperhatikan anak dan perempuan yang kemungkinan besar bukan FTF.

Tags:

Berita Terkait