KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

3 Prinsip dan 5 Asas Hukum Perlindungan Konsumen

Share
copy-paste Share Icon
Perlindungan Konsumen

3 Prinsip dan 5 Asas Hukum Perlindungan Konsumen

3 Prinsip dan 5 Asas Hukum Perlindungan Konsumen
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
3 Prinsip dan 5 Asas Hukum Perlindungan Konsumen

PERTANYAAN

Apa saja asas-asas hukum perlindungan konsumen?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Hukum perlindungan konsumen mengatur asas-asas hukum perlindungan konsumen, salah satunya adalah asas keseimbangan yang merupakan asas guna memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah.

    Dari salah satu asas tersebut, dapat dinilai bahwa kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah harus diwujudkan secara seimbang sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Selain itu, terdapat asas dan prinsip perlindungan konsumen lainnya. Apa saja?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Akun Pay Later Anda Di-Hack? Lakukan Langkah Ini

    Akun <i>Pay Later</i> Anda Di-<i>Hack</i>? Lakukan Langkah Ini

     

    Asas Hukum Perlindungan Konsumen

    Perlindungan hukum bagi konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama yang didasari oleh 5 (lima) asas,[1] dan asas hukum perlindungan konsumen tersebut dicantumkan dalam Pasal 2 UU Perlindungan Konsumen yakni:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    1. Manfaat;
    2. Keadilan;
    3. Keseimbangan;
    4. Keamanan dan keselamatan konsumen; dan
    5. Kepastian hukum.

    Lebih lanjut, berikut penjelasan asas-asas hukum perlindungan konsumen tersebut di atas:

    1. Asas manfaat, yakni untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan hukum konsumen harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.[2]
    2. Asas keadilan, memiliki maksud agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan dengan maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen serta pelaku usaha untuk memperoleh haknya, juga melaksanakan kewajibannya secara adil.[3] Asas keadilan juga menghendaki bahwa melalui peraturan hukum perlindungan konsumen, konsumen dan produsen dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan kewajiban. Maka dari itu, UU Perlindungan Konsumen mengatur hak dan kewajiban konsumen dan juga pelaku usaha.[4]
    3. Asas keseimbangan merupakan asas guna memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah.[5] Artinya, kepentingan antara konsumen, pelaku usaha dan pemerintah diatur dan harus diwujudkan secara seimbang sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.[6]
    4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang serta jasa yang digunakan.[7] Artinya terdapat jaminan hukum bahwa konsumen akan memperoleh manfaat dari produk yang dipakai, dan produk tidak akan mengancam keselamatan konsumen.[8]
    5. Asas kepastian hukum, yakni bertujuan agar pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan hukum konsumen. Kemudian, negara dalam hal ini turut menjamin adanya kepastian hukum tersebut.[9]

    Baca juga: Hukum Perlindungan Konsumen: Cakupan, Tujuan, dan Dasarnya

     

    Prinsip-prinsip Perlindungan Konsumen

    Selain asas yang terdapat dalam UU Perlindungan Konsumen, terdapat beberapa prinsip perlindungan konsumen, antara lain:

    1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian/kesalahan (negligence);
    2. Prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi (breach of warranty);
    3. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict product liability).

    Berikut adalah penjelasan masing-masing prinsip tanggung jawab di atas:

    1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian/kesalahan (negligence)

    Tanggung jawab berdasarkan kelalaian merupakan prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif, artinya tanggung jawab yang ditentukan oleh perilaku produsen.[10] Berdasarkan prinsip ini, kelalaian produsen yang membawa akibat pada kerugian yang dirasakan konsumen adalah faktor penentu adanya hak konsumen untuk mengajukan gugatan ganti rugi pada produsen.[11]

    Prinsip ini dibagi menjadi:

    1. Tanggung jawab berdasarkan kelalaian/kesalahan dengan persyaratan hubungan kontrak, yaitu teori tanggung jawab yang paling merugikan konsumen. Gugatan konsumen hanya dapat dilakukan jika telah memenuhi unsur kelalaian dan kesalahan dan hubungan kontrak antara produsen dan konsumen.[12]
    2. Tanggung jawab berdasarkan kelalaian/kesalahan dengan beberapa pengecualian terhadap persyaratan hubungan kontrak. Dalam prinsip ini terdapat 3 (tiga) pengecualian terhadap hubungan kontrak, pertama, pengecualian berdasarkan alasan karakter produk membahayakan kesehatan dan keselamatan konsumen. Kedua, pengecualian berdasarkan konsep implied invitation di mana tawaran produk pada pihak ketiga yang tidak memiliki hubungan hukum. Ketiga, jika produk membahayakan konsumen, kelalaian produsen untuk memberitahu kondisi produk saat penyerahan barang dapat melahirkan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, walaupun tidak ada hubungan hukum antara produsen dan konsumen.[13]
    3. Tanggung jawab berdasarkan kelalaian/kesalahan tanpa persyaratan hubungan kontrak. Prinsip ini memiliki filosofi di mana pelaku usaha yang menjual produk berbahaya, bertanggung jawab bukan karena atau berdasarkan kontrak, melainkan karena ancaman yang dapat diperhitungkan jika tidak melakukan upaya untuk mencegah kerugian konsumen.[14]
    4. Prinsip praduga lalai dan prinsip praduga bertanggung jawab dengan pembuktian terbalik. Prinsip ini mengandung arti bahwa dengan adanya beban pembuktian terbalik, kelalaian tidak perlu dibuktikan lagi. Berdasarkan doktrin ini, pembuktian dibebankan kepada pihak tergugat, apakah tergugat lalai atau tidak. Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah.[15]

     

    1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi (breach of warranty)

    Gugatan berdasarkan breach of warranty dapat diterima walaupun tidak ada hubungan kontrak, namun dengan pertimbangan bahwa dalam praktik bisnis modern, proses distribusi dan iklan langsung ditujukan kepada konsumen melalui media massa. Maka, tidak perlu ada hubungan kontrak yang mengikat antara produsen dan konsumen.[16]

    Prinsip ini dibagi menjadi:

    1. Tanggung jawab berdasarkan jaminan produk yang tertulis (express warranty). Express warranty adalah jaminan dalam bentuk kata-kata atau tindakan penjual, artinya pernyataan yang dikemukakan produsen merupakan janji yang mengikat produsen untuk memenuhinya.[17]
    2. Tanggung jawab berdasarkan jaminan produk yang tidak tertulis (implied warranty). Artinya, tanggung jawab dibebankan kepada produsen dan produk yang didistribusikan kepada konsumen sudah memenuhi standar kelayakan.[18]

     

    1. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict product liability)

    Prinsip ini memiliki dasar bahwa konsumen tidak dapat berbuat banyak untuk memproteksi diri dari risiko kerugian yang disebabkan oleh produk cacat, maka dari itu penerapan prinsip ini terhadap produsen memberikan perlindungan bagi konsumen. Karena, tidak dibebani untuk membuktikan kesalahan produsen akibat penggunaan suatu produk.[19]

     

    Kesimpulannya, Pasal 2 UU Perlindungan Konsumen telah mengatur asas-asas hukum perlindungan konsumen yang terdiri dari asas manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Namun selain asas yang dikenal dalam undang-undang, terdapat juga beberapa prinsip perlindungan konsumen, yakni prinsip negligence, breach of warranty, dan strict product liability.

     

    Demikian jawaban dari kami tentang prinsip dan asas hukum perlindungan konsumen, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

     

    Referensi:

    1. Abdul Halim Barkatullah, Framework Sistem Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia, Bandung: Nusa Media, 2016;
    2. Yapiter Marpi, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen atas Keabsahan Kontrak Elektronik dalam Transaksi E-Commerce, Tasikmalaya: PT. Zona Media Mandiri, 2020;
    3. Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

    [1] Abdul Halim Barkatullah, Framework Sistem Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia, Bandung: Nusa Media, 2016, hal. 16

    [2] Abdul Halim Barkatullah, Framework Sistem Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia, Bandung: Nusa Media, 2016, hal. 16

    [3] Abdul Halim Barkatullah, Framework Sistem Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia, Bandung: Nusa Media, 2016, hal. 16

    [4] Yapiter Marpi, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen atas Keabsahan Kontrak Elektronik dalam Transaksi E-Commerce, Tasikmalaya: PT. Zona Media Mandiri, 2020, hal. 118

    [5] Abdul Halim Barkatullah, Framework Sistem Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia, Bandung: Nusa Media, 2016, hal. 16

    [6] Yapiter Marpi, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen atas Keabsahan Kontrak Elektronik dalam Transaksi E-Commerce, Tasikmalaya: PT. Zona Media Mandiri, 2020, hal. 119

    [7] Abdul Halim Barkatullah, Framework Sistem Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia, Bandung: Nusa Media, 2016, hal. 16

    [8] Yapiter Marpi, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen atas Keabsahan Kontrak Elektronik dalam Transaksi E-Commerce, Tasikmalaya: PT. Zona Media Mandiri, 2020, hal. 119

    [9] Abdul Halim Barkatullah, Framework Sistem Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia, Bandung: Nusa Media, 2016, hal. 16

    [10] Zulham, Hukum Perlidungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hal. 83

    [11] Zulham, Hukum Perlidungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hal. 84

    [12] Zulham, Hukum Perlidungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hal. 85

    [13] Zulham, Hukum Perlidungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hal. 87-88

    [14] Zulham, Hukum Perlidungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hal. 105

    [15] Zulham, Hukum Perlidungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hal. 106

    [16] Zulham, Hukum Perlidungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hal. 93

    [17] Zulham, Hukum Perlidungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hal. 106

    [18] Zulham, Hukum Perlidungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hal. 106

    [19] Zulham, Hukum Perlidungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hal. 106-107

    Tags

    anak hukum
    fakultas hukum

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Surat Cerai dan Langkah Mengajukan Gugatannya

    22 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!