Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang ditulis oleh Febrinaldy Darmansyah, S.H., M.H. dari Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Trisakti (Ika FH Usakti) dan dipublikasikan pertama kali pada 4 Juni 2021.
AD dan ART Serikat Pekerja/Buruh
klinik Terkait:
Serikat pekerja/serikat buruh adalah adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.[1]
Setiap serikat pekerja/buruh harus memiliki anggaran dasar (“AD”) dan anggaran rumah tangga (“ART”), sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (“UU 21/2000”):
Setiap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar (“AD”) dan anggaran rumah tangga (“ART”).
Bolehkah Serikat Pekerja/Buruh Memberikan AD/ART kepada Pengusaha?
Kemudian menyambung pertanyaan Anda, bolehkah serikat pekerja/buruh memberikan AD/ART kepada pengusaha?
berita Terkait:
Merujuk pada Pasal 25 ayat (1) huruf a UU 21/2000, diatur:
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak:
- membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha.
Dalam hal ini, yang dimaksud dengan nomor bukti pencatatan adalah nomor yang didapat setelah dilakukan pemberitahuan pembentukan serikat pekerja/buruh secara tertulis dengan melampirkan AD dan ART kepada instansi pemerintah yang berwenang.[2]
Pengurus serikat pekerja/buruh yang telah memiliki nomor bukti pencatatan harus memberitahu secara tertulis keberadaannya kepada mitra kerjanya sesuai tingkatannya.[3]
Dengan demikian, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit, maka menurut hemat kami, boleh saja serikat pekerja/buruh memberikan atau memperlihatkan AD/ART-nya kepada pengusaha.
Pekerja Harian
Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda yang kedua, bolehkah perusahaan merekrut karyawan secara lisan tapi dengan status harian lepas padahal dipekerjakan secara terus menerus?
Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda, perlu diketahui bahwa perjanjian kerja dibedakan menjadi Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (“PKWT”) dan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”).[4] Dalam hal ini, pekerja harian termasuk pekerja yang dipekerjakan berdasarkan PKWT, dalam bentuk perjanjian kerja harian.[5]
Dalam hal pengusaha hendak mempekerjakan pekerja harian lepas, terdapat beberapa aturan yang wajib ditaati pengusaha, yaitu:
- Pekerja harian lepas hanya dapat dipekerjakan kurang dari 21 hari dalam 1 bulan.[6] Jika pekerja yang bersangkutan bekerja 21 hari/lebih selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, maka perjanjian kerja harian menjadi tidak berlaku dan hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja demi hukum berubah berdasarkan PKWTT.[7]
- Pengusaha wajib membuat perjanjian kerja harian secara tertulis, yang dapat dibuat secara kolektif dan minimal memuat:[8]
- Nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja;
- Nama/alamat pekerja
- Jenis pekerjaan yang dilakukan; dan
- Besarnya upah.
- Pengusaha wajib memenuhi hak pekerja harian lepas, termasuk hak atas program jaminan sosial.[9]
Baca juga: Kewajiban Perusahaan Mendaftarkan Pekerja dalam Program BPJS
Dari ketentuan di atas, diketahui bahwa pekerja harian lepas dilarang bekerja 21 hari/lebih dalam 1 bulan. Sehingga menjawab pertanyaan Anda, apabila yang Anda maksud dengan terus menerus adalah pekerja yang bersangkutan dipekerjakan 21 hari/lebih selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, maka konsekuensinya perjanjian kerja harian menjadi tidak berlaku dan hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja yang bersangkutan berubah menjadi pekerja yang dipekerjakan berdasarkan PKWTT demi hukum, atau dapat pula dikatakan status pekerja yang bersangkutan berubah menjadi pekerja tetap.
Baca juga: Ini Bedanya Pekerja Harian dengan Pekerja Bulanan dan Perbedaan Ketentuan untuk Pekerja Tetap, Kontrak dan Outsourcing
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjutdi sini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh;
- Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
- Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
[1] Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)
[2] Pasal 18 ayat (1) jo. Pasal 20 ayat (1) UU 21/2000
[3] Pasal 23 UU 21/2000
[4] Pasal 81 angka 12 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 56 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[5] Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (“PP 35/2021”)
[6] Pasal 10 ayat (3) PP 35/2021
[7] Pasal 10 ayat (4) PP 35/2021
[8] Pasal 11 ayat (1) dan (2) PP 35/2021
[9] Pasal 11 ayat (3) PP 35/2021