Pemeriksaan Kesehatan Berkala
Kami asumsikan yang Anda maksud dengan MCU adalah akronim dari medical check up, atau pemeriksaan kesehatan sebagaimana yang dibahas dalam artikel Aturan Medical Check Up untuk Karyawan.
klinik Terkait:
MCU rutin atau yang disebut dengan pemeriksaan kesehatan berkala merupakan bagian dari pelayanan kesehatan kerja,[1] dan setiap tenaga kerja berhak mendapatkan pelayanan kesehatan kerja.[2]
Pemeriksaan kesehatan berkala bertujuan mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan.[3]
Pada dasarnya, pengurus atau dalam hal ini orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri wajib memeriksa kesehatan semua tenaga kerja secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur.[4]
Semua perusahaan harus melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 tahun sekali kecuali ditentukan lain.[5]
berita Terkait:
Pelanggaran atas kewajiban tersebut dapat diancam pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp100 ribu.[6] Tindak pidana ini merupakan pelanggaran.[7]
Protokol Kesehatan di Masa COVID-19
Berdasarkan penelusuran kami, tidak ada aturan khusus yang mengatur mengenai protokol pelaksanaan pemeriksaan kesehatan pekerja di masa pandemi COVID-19.
Akan tetapi, dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/7/AS.02.02/V/2020 Tahun 2020 tentang Rencana Keberlangsungan Usaha dalam Menghadapi Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Protokol Pencegahan Penularan COVID-19 di Perusahaan (“SE Menaker 7/2020”) disinggung beberapa ketentuan terkait ini.
SE Menaker 7/2020 menyebutkan penerapan protokol pencegahan penularan COVID-19 di tempat kerja, meliputi:[8]
- Menginformasikan kepada pekerja untuk tidak mengunjungi fasilitas kesehatan kecuali dalam keadaan gawat darurat dan bila memungkinkan melakukan konsultasi online jika mengalami sakit.
- Melakukan penundaan sementara pemeriksaan kesehatan tenaga kerja hingga aspek keselamatan dan kesehatan kerja terpenuhi atau hingga pandemi COVID-19 berakhir.
- Petugas kesehatan atau ahli keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di perusahaan melakukan pemantauan secara proaktif kepada seluruh pekerja untuk mendeteksi dini pekerja yang mengalami gejala demam (≥38°C) atau batuk/pilek/sakit tenggorokan di lingkungan kerja agar memeriksakan diri ke klinik perusahaan atau fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
- Bila menemukan pekerja dan menerima informasi pekerja yang memenuhi kriteria sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP) atau kasus konfirmasi positif COVID-19, petugas kesehatan atau ahli K3 di tempat kerja harus melaporkan dan berkoordinasi dengan instansi terkait dan melakukan sosialisasi tentang protokol isolasi diri sendiri (self isolation).
Baca juga: Aturan tentang Konsultasi Dokter Jarak Jauh (Telemedicine)
Sehingga berdasarkan ketentuan di atas, perusahaan dapat menunda sementara pemeriksaan kesehatan tenaga kerja hingga aspek keselamatan dan kesehatan kerja terpenuhi atau hingga pandemi COVID-19 berakhir.
Di sisi lain, perusahaan bisa memantau kesehatan pekerjanya dengan menugaskan petugas kesehatan atau ahli K3 perusahaan untuk memantau secara proaktif ke seluruh pekerja, agar yang bersangkutan memeriksakan diri ke klinik perusahaan atau fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
Selain itu, ada pula protokol kesehatan di tempat kerja yang dapat Anda simak di artikel Panduan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Tempat Kerja.
Protokol untuk Dokter
Apabila aspek keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan Anda sudah terpenuhi, sehingga pemeriksaan kesehatan bisa dilaksanakan, maka yang perlu diperhatikan adalah protokol untuk dokter yang akan memeriksa kesehatan.
Untuk itu, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia telah menyusun Pedoman Standar Perlindungan Dokter di Era COVID-19 (“Pedoman Perlindungan Dokter”).
Dokter yang memeriksa kesehatan pekerja dapat digolongkan sebagai dokter yang memiliki risiko sedang, karena memberikan pelayanan atau kontak langsung pasien yang belum diketahui status terinfeksi COVID-19 (hal. 21).
Oleh karenanya, dokter dengan risiko sedang yang memeriksa di fasilitas kesehatan tingkat pertama setidak-tidaknya memerhatikan hal-hal diantaranya (hal. 23):
- Ventilasi ruangan dan arah aliran udara yang baik (minimal 6x pergantian udara per jam);
- Barrier mika di meja periksa dokter;
- Penanda jarak 1 meter antara meja dokter dan kursi pasien;
- High-efficiency particulate air filter portable;
- Inaktivasi virus COVID-19 dengan memasang lampu Ultaviolet C;
- Pemisahan tempat pakai dan lepas Alat Pelindung Diri;
- Pemeliharaan sistem Heating, Ventilating and Air Conditioning;
- Pembatasan waktu komunikasi atau konsultasi langsung dengan pasien maksimal 15 menit dan jika butuh waktu lebih banyak dapat menggunakan media online (telemedicine); dan
- Pembatasan tempat praktik dokter terfokus 1 tempat menghindari kelelahan karena jam kerja panjang dan cross infection antar fasilitas kesehatan di masa pandemi dan jika dalam kondisi benar-benar kekurangan sumber daya manusia bisa direkomendasikan masimal 2 tempat praktik.
Jadi menurut hemat kami, untuk mencegah terjadinya penularan COVID-19, pedoman di atas sebaiknya dijalankan bagi dokter yang akan memeriksa kesehatan pekerja di perusahaan.
Baca juga: Salah Diagnosis via Platform Kesehatan, Tanggung Jawab Siapa?
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
- Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.02/MEN/1980 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja;
- Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.03/MEN/1982 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja;
- Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/7/AS.02.02/V/2020 Tahun 2020 tentang Rencana Keberlangsungan Usaha dalam Menghadapi Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Protokol Pencegahan Penularan COVID-19 di Perusahaan.
Referensi:
Pedoman Standar Perlindungan Dokter di Era COVID-19, diakses pada 5 November 2020, pukul 21.45 WIB.
[1] Pasal 2 huruf a Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.03/MEN/1982 Tahun 1982 tentang
Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja (“Permenakertrans 3/1982”)
[2] Pasal 3 ayat (1) Permenakertrans 3/1982
[3] Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.02/MEN/1980 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja (“Permenaketrans 2/1980”)
[4] Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (“UU 1/1970”)
[5] Pasal 3 ayat (2) Permenakertrans 2/1980
[6] Pasal 10 Permenaketrans 2/1980 jo. Pasal 15 ayat (2) UU 1/1970
[7] Pasal 15 ayat (3) UU 1/1970
[8] Bagian II angka 9 sampai dengan 12 SE Menaker 7/2020