Saya dengar Kementerian ATR menerbitkan peraturan baru mengenai penyelesaian kasus pertanahan. Prosedur/tahapan apa saja yang harus dilalui jika terjadi sengketa pertanahan berdasarkan aturan tersebut? Mohon pencerahannya. Terima kasih.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Kasus pertanahan terdiri dari sengketa, konflik, dan perkara pertanahan. Khusus untuk sengketa dan konflik pertanahan digolongkan ke dalam 3 klasifikasi yaitu kasus berat, sedang, dan ringan.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Sengketa dan Konflik Pertanahan
Dalam Permen ATR/BPN 21/2020 tersebut dijelaskan bahwa kasus pertanahan meliputi:[1]
Sengketa pertanahan, yaitu perselisihan tanah antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas;[2]
Konflik pertanahan, yaitu perselisihan tanah antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas;[3]
Perkara pertanahan, yaitu perselisihan tanah yang penanganan dan penyelesaiannya melalui lembaga peradilan.[4]
Kemudian, sebelum menjawab pertanyaan Anda mengenai tahapan dalam sengketa pertanahan, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa terdapat 3 klasifikasi kasus sengketa dan konflik pertanahan:[5]
Kasus Berat, yaitu kasus yang melibatkan banyak pihak, mempunyai dimensi hukum yang kompleks, dan/atau berpotensi menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik dan keamanan;
Kasus Sedang, yaitu kasus antar pihak yang dimensi hukum dan/atau administrasinya cukup jelas yang jika ditetapkan penyelesaiannya melalui pendekatan hukum dan administrasi tidak menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik dan keamanan;
Kasus Ringan, yaitu kasus pengaduan atau permohonan petunjuk yang sifatnya teknis administratif dan penyelesaiannya cukup dengan surat petunjuk penyelesaian kepada pengadu atau pemohon.
Tahapan Penanganan
Pertama-tama, pengaduan yang berasal dari perorangan, kelompok masyarakat, badan hukum, instansi pemerintah atau unit teknis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (“Kementerian”), Kantor Wilayah (tingkat provinsi) dan Kantor Pertanahan (tingkat kabupaten/kota) diajukan melalui loket penerimaan surat pengaduan, loket penerimaan pengaduan secara langsung, atau lewat daring kepada Kementerian, Kantor Wilayah, dan/atau Kantor Pertanahan.[6]
Selanjutnya terhadap pengaduan dilakukan kajian untuk menentukan apakah pengaduan tersebut termasuk kasus atau bukan kasus. Apabila termasuk kasus maka dientri dalam sistem informasi penanganan kasus.[7]
Selanjutnya, berikut ini adalah urutan tahapan penanganan sengketa dan konflik pertanahan:[8]
pengkajian kasus;
gelar awal;
penelitian;
ekspos hasil penelitian;
rapat koordinasi;
gelar akhir; dan
penyelesaian kasus.
Jika sebuah kasus diklasifikasikan sebagai kasus sedang atau ringan, penanganan sengketa dan konflik pertanahan dapat dilakukan tanpa melalui semua tahapan di atas.[9]
Untuk memperjelas, kami akan uraikan secara singkat penjelasan tahapan demi tahapan di atas. Pertama, pengkajian kasus dilakukan untuk memudahkan memahami kasus yang ditangani[10] dan dituangkan dalam bentuk telaahan staf yang memuat judul, pokok permasalahan, riwayat kasus, data atau dokumen yang tersedia, klasifikasi kasus, dan hal lain yang dianggap penting.[11]
Kedua, dari hasil pengkajian kasus dijadikan dasar melaksanakan gelar kasus awal,[12]yang bertujuan untuk:[13]
menentukan instansi atau lembaga atau pihak-pihak yang mempunyai kewenangan dan/atau kepentingan terkait kasus yang ditangani;
merumuskan rencana penanganan;
menentukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat diterapkan;
menentukan data yuridis, data fisik, data lapangan dan bahan yang diperlukan;
menyusun rencana kerja penelitian; dan
menentukan target dan waktu penyelesaian.
Hasilnya dibuatkan notula (ringkasan gelar awal) yang ditandatangani notulis,[14] yang kemudian menjadi dasar untuk:[15]
menyiapkan surat kepada instansi lain untuk menyelesaikan jika kasus merupakan kewenangan instansi lain;
menyiapkan surat kepada Kepala Kantor Wilayah dan/atau Kepala Kantor Pertanahan untuk melaksanakan penanganan dan penyelesaian kasus;
menyiapkan tanggapan atau jawaban kepada pengadu; atau
menyiapkan kertas kerja penelitian sebagai dasar melaksanakan penelitian.
Ketiga, penelitian kemudian dilakukan oleh petugas penelitian untuk mengumpulkan data fisik, data yuridis, data lapangan, dan/atau bahan keterangan.[16] Hasil penelitian tersebut kemudian dibuatkan kajian dan dituangkan dalam bentuk laporan hasil penelitian.[17]
Keempat, atas laporan hasil penelitian dilakukan ekspos hasil penelitian untuk menyampaikan data/bahan keterangan yang menjelaskan status hukum produk hukum maupun posisi hukum masing-masing pihak. Ekspos ini dituangkan dalam berita acara berisikan kesimpulan dan rekomendasi.[18]
Kelima, rapat koordinasi dilaksanakan untuk mendapat masukan ahli atau instansi/lembaga terkait yang berkompeten dan menghasilkan kesimpulan berupa penyelesaian kasus atau rekomendasi/petunjuk masih diperlukan data atau bahan keterangan tambahan untuk sampai pada kesimpulan penyelesaian kasus.[19]
Jika menghasilkan penyelesaian kasus, selanjutnya ditindaklanjuti dengan gelar akhir. Namun jika yang dihasilkan adalah rekomendasi/petunjuk sebagaimana kami jelaskan di atas, maka dilakukan penelitian/pengumpulan data atau bahan keterangan tambahan. Jika telah cukup data atau bahan keterangan tambahannya, barulah kemudian dilakukan gelar akhir.[20]
Patut dicatat, jika ekspos hasil penelitian telah menyimpulkan bahwa terdapat cukup data dan dasar mengambil keputusan maka bisa disiapkan gelar akhir. Sebaliknya, jika belum cukup maka bisa dilakukan salah satunya rapat koordinasi dengan mengundang instansi atau lembaga terkait.[21]
Keenam, gelar akhir dilakukan guna mengambil keputusan penyelesaian kasus yang akan dilakukan oleh Menteri, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pertanahan, dan dituangkan dalam berita acara gelar akhir.[22]
Rekomendasi hasil gelar akhir dituangkan dalam bentuk:[23]
Risalah pengolahan data; dan/atau
Surat rekomendasi penyelesaian kasus kepada Kantor Wilayah atau Kantor Pertanahan;
Surat usulan penyelesaian kasus kepada Menteri.
Terakhir, hasil gelar akhir tersebut kemudian menjadi dasar pengambilan keputusan penyelesaian kasus.[24]
Adapun penanganan kasus dinyatakan selesai dengan kriteria-kriteria berikut ini:[25]
Kriteria Satu (K1) jika penyelesaian bersifat final, berupa:
keputusan pembatalan;
perdamaian; atau
surat penolakan tidak dapat dikabulkannya permohonan.
Kriteria Dua (K2) berupa:
surat petunjuk penyelesaian kasus atau surat penetapan pihak yang berhak tetapi belum dapat ditindaklanjuti keputusan penyelesaiannya karena terdapat syarat yang harus dipenuhi yang merupakan kewenangan instansi lain;
surat rekomendasi penyelesaian kasus dari Kementerian kepada Kantor Wilayah atau Kantor Pertanahan sesuai kewenangannya dan Kantor Wilayah kepada Kantor Pertanahan atau usulan Penyelesaian dari Kantor Pertanahan kepada Kantor Wilayah dan Kantor Wilayah kepada Menteri.
Kriteria Tiga (K3) berupa surat pemberitahuan bukan kewenangan Kementerian.
Kasus yang dinyatakan selesai dengan kriteria di atas dicatat dalam sistem informasi penanganan kasus serta diberitahukan kepada para pihak dengan tembusan kepada instansi terkait.[26]
Pengelolaan data kasus diselenggarakan dengan sistem informasi penanganan kasus yang terintegrasi antara Kementerian, Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan.[27]
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.