Sehubungan dengan medical checkup atau pemeriksaan kesehatan, berdasarkan peraturan perundang-undangan ada 3 macam pemeriksaan kesehatan, yaitu pemeriksaan sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus. Dari ketiga macam pemeriksaan tersebut, pertanyaannya:
Pihak manakah yang harus menanggung ketiga macam pemeriksaan tersebut terhadap pekerja outsourcing berdasarkan peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan?
Dapatkah para pihak (pengguna jasa dan penyedia jasa) memberlakukan biaya pemeriksaan berkala dengan persentase�pengguna jasa�50% dan persentase penyedia jasa tenaga kerja (vendor)�50% yang dituangkan dalam surat perjanjian kerjasama serta bagaimana menurut segi hukumnya baik hukum kontrak maupun peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Medical checkup atau pemeriksaan kesehatan kerja terdiri dari pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala, dan pemeriksaan kesehatan khusus.
Lantas, bagaimana dengan pemeriksaan kesehatan terhadap karyawan outsourcing? Siapa yang bertanggung jawab dalam membiayai pemeriksaan kesehatan karyawan outsourcing?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Aturan Medical Check Up untuk Karyawan yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 11 Juni 2015.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Berdasarkan pertanyaan Anda, kami asumsikan medical checkup yang Anda maksud adalah pemeriksaan kesehatan. Namun, sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda, mari simak penjelasan berikut ini.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 PP 50/2012 mendefinisikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja(“K3”) adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Kesehatan kerja merupakan bagian dari keselamatan kerja. Hal ini dapat dilihat dari syarat-syarat keselamatan kerja salah satunya adalah untuk memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.[1]
Keselamatan kerja ini berlaku dalam tempat kerja di mana salah satuya dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan.[2]
Berkaitan dengan pengertian K3, Pasal 1 angka 3 PP 50/2012 juga menjelaskan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Sedangkan, yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah usaha kesehatan yang dilaksanakan dengan tujuan:[3]
Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental, terutama dalam penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja;
Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja;
Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik tenaga kerja;
Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang menderita sakit.
Tugas pokok pelayanan kesehatan kerja salah satunya meliputi pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja.[4] Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan pelayanan kesehatan kerja, dan hal ini menjadi kewajiban pengurus dalam memberikan pelayanan.[5] Adapun yang dimaksud dengan pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.[6]
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja ini dapat:[7]
Diselenggarakan sendiri oleh pengurus;
Diselenggarakan oleh pengurus dengan mengadakan ikatan dengan dokter atau pelayanan kesehatan lain;
Pengurus dari beberapa perusahaan secara bersama-sama menyelenggarakan suatu pelayanan kesehatan kerja.
Jenis-jenis Pemeriksaan Kesehatan
Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja diterima untuk melakukan pekerjaan.[8] Pemeriksaan ini bertujuan agar tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan mengenai tenaga kerja lainnya, dan cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan dan tenaga kerja lain-lainnya yang dapat dijamin.[9]
Pemeriksaan Kesehatan Berkala
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter.[10] Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan.[11]
Pemeriksaan Kesehatan Khusus
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu.[12] Pemeriksaan Kesehatan khusus dimaksudkan untuk menilai adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan-golongan tenaga kerja tertentu.[13]
Menjawab pertanyaan Anda terkait pihak mana yang harus menanggung biaya pemeriksaan kesehatan tersebut, perlu digarisbawahi pemeriksaan kesehatan hanya diberlakukan terhadap tenaga kerja. Kemudian, Pasal 9 Permen 02/1980 telah ditegaskan bahwa pengurus bertanggung jawab atas biaya pemeriksaan kesehatan berkala atau pemeriksaan kesehatan khusus yang dilaksanakan atas perintah baik oleh Pertimbangan Kesehatan Daerah ataupun oleh Majelis Pertimbangan Kesehatan Pusat.
Lantas, bagaimana dengan penanggung jawab biaya pemeriksaan kesehatan sebelum kerja? Hal inimemangtidak disebutkan secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan. Namun, menurut hemat kami istilah ‘pemeriksaan kesehatan sebelum kerja’ memiliki pengertian yang sama dengan ‘pemeriksaan kesehatan tenaga kerja yang akan diterima disebuah perusahaan’. Dengan demikian, merujuk bunyi Pasal 8 ayat (1) UU 1/1970 mewajibkanpengurus memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
Pelindungan Pekerja Outsourcing
Sistem outsourcing adalah adanya pekerja/buruh yang dipekerjakan di suatu perusahaan dengan sistem kontrak, namun kontrak tersebut bukan diberikan oleh perusahaan pemberi kerja tetapi oleh perusahaan lain yang merupakan perusahaan pengerah tenaga kerja.[14] Definisi outsourcing juga dapat disamakan dengan perjanjian pemborongan pekerjaan yang diatur dalam Pasal1601b KUH Perdata.[15]
Menurut Maurice Greaver, outsourcing adalah tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan keputusannya kepada pihak lain yang terikat dalam suatu kontrak kerja sama.[16]
Lebih lanjut, Pasal 81 angka 18 dan 20Perppu 2/2022 yang mengubah Pasal 64 dan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan mengatur sejumlah ketentuan perusahaan alih daya (outsourcing) dengan karyawan outsourcing itu sendiri.
Salah satunya ketentuan pelindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul dilaksanakan sekurang-kurangnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya (outsourcing).[17]
Ketentuan pelindungan pekerja/buruh diatur lebih lanjut pada Pasal 18 ayat (3) PP 35/2021jo.Pasal 81 angka 20 Perppu 2/2022 yang mengubah Pasal 66 ayat (2) UU Ketenagakerjaan yang berbunyi pelindungan pekerja/buruh, upah, kesejahteraan, syarat kerja, dan perselisihan yang timbul dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya.
Di sini kami mengasumsikan bahwa perusahaan penyedia jasa yang Anda maksud adalah perusahaan alih daya atau perusahaan outsourcing. Dengan demikian, kami berpendapat seharusnya yang bertanggung jawab atas biaya pemeriksaan kesehatan yang akan dilaksanakan adalah pada perusahaan alih daya, dan bukan pada perusahaan pengguna jasa sebagaimana Anda sebutkan atau yang kami asumsikan perusahaan pemberi kerja.
Mengingat bunyi ketentuan bahwa segala pelindungan ditanggung oleh perusahaan alih daya atau perusahaan outsourcing, kami menyimpulkan bahwa biaya pemeriksaan kesehatan tidak dapat ditanggung bersama antara perusahaan pemberi kerja dan perusahaan outsourcing.
Sebagai tambahan informasi, Pasal 18 ayat (4) PP 35/2021 mengatur bahwa pelindungan pekerja/buruh, upah, kesejahteraan, syarat kerja, dan perselisihan yang timbul diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Sehingga dari pasal tersebut, perjanjian yang dibuat antara perusahaan pemberi kerja dengan perusahaan outsourcing untuk menanggung biaya pemeriksaan Kesehatan bersama-sama dapat dikatakan berpotensi melanggar syarat sah perjanjian, yakni bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
Jadi, seluruh biaya pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja ditanggung oleh pihak pengurus atau dalam hal ini ditanggung oleh perusahaan alih daya atau perusahaan outsourcing yang mempekerjakan karyawan outsourcing.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Dinamisnya perkembangan regulasi seringkali menjadi tantangan Anda dalam memenuhi kewajiban hukum perusahaan. Selalu perbarui kewajiban hukum terkini dengan platform pemantauan kepatuhan hukum dari Hukumonline yang berbasis Artificial Intelligence, Regulatory Compliance System (RCS). Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.
Dinar Wahyuni, Posisi Pekerja Outsourcing dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Jurnal Aspirasi, Vol. 2, No. 2, Desember, 2011;
H.P. Rajagukguk, Peran Serta Pekerja dalam Pengelolaan Perusahaan (Co- determination), Cet. ke-1, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002.
[14] H.P. Rajagukguk, Peran Serta Pekerja dalam Pengelolaan Perusahaan (Co- determination), Cet. ke-1, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002, hal. 79
[15] Dinar Wahyuni, Posisi Pekerja Outsourcing dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Jurnal Aspirasi, Vol. 2, No. 2, Desember, 2011, hal. 142
[16] Dinar Wahyuni, Posisi Pekerja Outsourcing dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Jurnal Aspirasi, Vol. 2, No. 2, Desember, 2011, hal. 142