KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bisakah Rekaman Video Keterangan Saksi Jadi Alat Bukti?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Bisakah Rekaman Video Keterangan Saksi Jadi Alat Bukti?

Bisakah Rekaman Video Keterangan Saksi Jadi Alat Bukti?
Elang Galih Wangi, S.H.PERSADA UB
PERSADA UB
Bacaan 10 Menit
Bisakah Rekaman Video Keterangan Saksi Jadi Alat Bukti?

PERTANYAAN

Seorang saksi telah memberikan kesaksian dalam persidangan. Namun selang beberapa hari kemudian, ia ditemukan meninggal dunia di rumahnya. Diduga ia dibunuh oleh orang suruhan dari terdakwa. Sebelum meninggal, saksi tersebut merekam video dan memberikan kesaksian lain yang lebih lengkap dari sebelumnya. Ia bahkan mengatakan bahwa nyawanya terancam dibunuh karena memberikan kesaksian ini. Lantas apakah keterangan saksi yang diberikan dalam bentuk video valid dan sah di muka persidangan? Mengingat saksi tersebut sudah meninggal dunia.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Video yang berisi keterangan saksi tersebut dapat dianggap sebagai alat bukti elektronik. Namun sebelumnya perlu ditinjau terlebih dahulu validitas dan keabsahan video. Bagaimana caranya?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Alat Bukti dalam Perkara Pidana

    Sebelumnya perlu diketahui bahwa secara yuridis, keterangan saksi maupun video merupakan suatu alat bukti yang digunakan dalam proses pembuktian pada pemeriksaan perkara pidana. Terkait pembuktian, R. Subekti berpendapat pembuktian adalah proses untuk meyakinkan hakim dalam persidangan untuk menjatuhkan hukuman kepada terdakwa.[1]

    KLINIK TERKAIT

    Bisakah Orang Gila Jadi Saksi di Persidangan Pidana?

    Bisakah Orang Gila Jadi Saksi di Persidangan Pidana?

    Sementara alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan dan dapat digunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.[2] Lebih lanjut, alat bukti dalam hukum acara pidana diatur dalam Pasal 184 KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

    Selanjutnya, kami terangkan pula apa yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.[3]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Sedangkan keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.[4]

     

    Rekaman Video Berisi Keterangan Saksi Sebagai Alat Bukti

    Menyambung pertanyaan Anda, bagaimana validitas video yang berisi keterangan saksi yang direkam sebelum ia meninggal dunia sebagai alat bukti di persidangan, video ini dapat dikategorikan sebagai alat bukti elektronik berupa dokumen elektronik yang berisi informasi elektronik.[5]

    Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.[6]

    Kemudian informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.[7]

    Lebih lanjut, untuk menentukan validitas suatu alat bukti elektronik diperlukan pengkajian ahli yang memiliki kompetensi tertentu dalam hal ini ahli digital forensik[8] yang akan menilai keaslian video hingga didapatkan kesimpulan validitas video tersebut yang berimplikasi pada dapat atau tidaknya dijadikan sebagai alat bukti di persidangan.

    Keabsahan penggunaan video sebagai alat bukti elektronik menurut hemat kami sifatnya tidak absolut karena sejatinya aspek validitas video mempengaruhi aspek keabsahan video. Dengan kata lain apabila alat bukti elektronik berupa video itu dinyatakan valid oleh ahli digital forensik, selanjutnya video itu baru dapat dikatakan sah untuk dijadikan sebagai alat bukti di persidangan.

    Terhadap materi muatan video yakni kesaksian yang lebih lengkap daripada yang disampaikan oleh saksi di persidangan sebelumnya, kami berpendapat hakim juga akan menilai kebenaran substansi dengan cara membandingkan kedua keterangan saksi tersebut atau membandingkannya dengan keterangan saksi lain, maupun alat bukti lain yang pada akhirnya akan menentukan keabsahan video sebagai alat bukti elektronik di persidangan.

    Selain itu, sebagai informasi, meninggalnya saksi secara yuridis tidaklah mempengaruhi keabsahan keterangan saksi yang telah dibuat sebelumnya, baik yang disampaikan di persidangan maupun yang dibuat dalam bentuk video.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

     

    Putusan:

    1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010;
    2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016.

     

    Referensi:

    1. R. Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta: Pradnya Paramita, 2008;
    2. Alfitra, Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata, dan Korupsi di Indonesia, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2017.

    [1] R. Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta: Pradnya Paramita, 2008, hal. 1

    [2] Alfitra, Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata, dan Korupsi di Indonesia, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2017, hal. 23

    [3] Pasal 1 angka 26  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010

    [4] Pasal 1 angka 27 KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010

    [5] Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016

    [6] Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”)

    [7] Pasal 1 angka 1 UU 19/2016

    [8] Pasal 184 KUHAP

    Tags

    acara pidana
    alat bukti

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perhatikan Ini Sebelum Tanda Tangan Kontrak Kerja

    20 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!