KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Cara Eksekusi Jaminan Fidusia Jika Debitur Wanprestasi

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Cara Eksekusi Jaminan Fidusia Jika Debitur Wanprestasi

Cara Eksekusi Jaminan Fidusia Jika Debitur Wanprestasi
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Cara Eksekusi Jaminan Fidusia Jika Debitur Wanprestasi

PERTANYAAN

Menurut Putusan MK, eksekusi objek jaminan fidusia tidak bisa dilakukan secara langsung, tetapi perlu penetapan. Jika penerima fidusia mengajukan permohonan penetapan, adakah ketentuan mengenai batas waktunya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Penerima fidusia (kreditur) berhak mengeksekusi objek jaminan fidusia jika:

    1. Wanprestasi atau cidera janji tidak ditentukan sepihak, melainkan berdasarkan kesepakatan antara kreditur dengan debitur; atau
    2. Telah dilakukan upaya hukum yang menentukan telah terjadinya wanprestasi atau cidera janji.

    Tapi, jika kreditur dan debitur tidak sepakat mengenai telah terjadinya wanprestasi dan debitur keberatan menyerahkan objek jaminan fidusia secara sukarela, maka penerima fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri. Bagaimana prosedur dan adakah batas waktunya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Jaminan Fidusia

    KLINIK TERKAIT

    Bolehkah Pihak Ketiga Menjadi Pemberi Jaminan Fidusia?

    Bolehkah Pihak Ketiga Menjadi Pemberi Jaminan Fidusia?

    Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.[1]

    Sedangkan jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.[2]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

    1. Ada 2 pihak dalam perjanjian pemberian jaminan fidusia, yakni:
    1. Pemberi fidusia, baik orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang jadi objek jaminan fidusia. Namun perlu diperhatikan, Bolehkah Pihak Ketiga Menjadi Pemberi Jaminan Fidusia? menerangkan bisa saja pemberi fidusia (dalam perjanjian tambahan) berbeda dengan debitur (dalam perjanjian pokok) alias pihak ketiga asalkan sebagai pemilik benda yang jadi objek jaminan fidusia.
    2. Penerima fidusia, yakni orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang dijamin dengan jaminan fidusia (kreditur).
    1. Objek jaminan fidusia berupa benda bergerak (berwujud dan tidak berwujud) serta benda tidak bergerak (bangunan yang tidak bisa dibebani hak tanggungan).
    2. Dalam jaminan fidusia, terjadi pengalihan hak kepemilikan objek jaminan fidusia atas dasar kepercayaan, tapi objek jaminan fidusia tetap berada dalam penguasaan pemilik benda.

    Pembebanan objek jaminan fidusia harus memperhatikan hal-hal di antaranya:

    1. Perjanjian jaminan fidusia adalah perjanjian ikutan (accessoir) dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi, mencakup memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang.[3]
    2. Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris berbahasa Indonesia berupa akta jaminan fidusia.[4]
    3. Benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan,[5] untuk selanjutnya diterbitkan sertifikat jaminan fidusia.[6]
    4. Jaminan fidusia hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia, pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia, atau musnahnya objek jaminan fidusia.[7]

     

    Eksekusi Jaminan Fidusia

    Mengenai eksekusi jaminan fidusia, kami merujuk bunyi Pasal 15 UU Fidusia yang mengatur sebagai berikut:

    1.  
    2. Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".
    3. Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
    4. Apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri.

    Kemudian terhadap pasal-pasal di atas, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 menyatakan (hal. 125 - 126):

    1. Terhadap Pasal 15 ayat (2) UU Fidusia:
      Frasa “kekuatan eksekutorial” dan “sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”.
    2. Terhadap Pasal 15 ayat (3) UU Fidusia:

    Frasa “cidera janji” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji”.

    Berdasarkan ketentuan tersebut, atas kepemilikan sertifikat jaminan fidusia, penerima fidusia (kreditur) berhak mengeksekusi objek jaminan fidusia jika:

    1. Wanprestasi atau cidera janji tidak ditentukan sepihak, melainkan berdasarkan kesepakatan antara kreditur dengan debitur; atau
    2. Telah dilakukan upaya hukum tertentu yang menentukan telah terjadinya wanprestasi atau cidera janji.

    Tapi, jika kreditur dan debitur tidak sepakat mengenai telah terjadinya wanprestasi dan debitur keberatan menyerahkan objek jaminan fidusia secara sukarela, maka penerima fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri (hal. 122).

    Sehingga, untuk melakukan eksekusi objek jaminan fidusia perlu dilihat kembali kondisi-kondisi sebagaimana diterangkan di atas.

    Lalu, bagaimana prosedur pelaksanaannya? Mahkamah Agung dalam bukunya Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus (Buku II) menjelaskan prosedur dan tata cara eksekusi selanjutnya dilakukan seperti eksekusi hak tanggungan (hal. 94), yang dilaksanakan seperti eksekusi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (hal. 91).

    Disarikan dari Langkah Jika Tergugat Tidak Mau Melaksanakan Putusan Pengadilan, dikenal 2 macam eksekusi, yaitu eksekusi riil/nyata dan eksekusi pembayaran sejumlah uang, dengan prosedur sebagai berikut:

    1. Pemohon eksekusi mengajukan permohonan ke Ketua Pengadilan tingkat pertama agar putusan dijalankan;
    2. Ketua Pengadilan tingkat pertama memanggil pihak yang kalah (termohon) untuk dilakukan teguran (aanmaning) agar ia melaksanakan isi putusan dalam waktu 8 hari sesuai Pasal 196 Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”) /207 Rbg
    3. Jika termohon eksekusi tetap tidak mau menjalankan putusan, Ketua Pengadilan tingkat pertama mengeluarkan penetapan berisi perintah kepada panitera/jurusita/jurusita pengganti untuk melakukan sita eksekusi (executorial beslag) terhadap harta kekayaan jika sebelumnya tidak diletakkan sita jaminan sesuai ketentuan Pasal 197 HIR/Pasal 208 Rbg;
    4. Adanya perintah penjualan lelang, dilanjutkan dengan penjualan lelang setelah terlebih dahulu dilakukan pengumuman sesuai dengan ketentuan pelelangan. Lalu diakhiri dengan penyerahan uang hasil lelang kepada pemohon eksekusi sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam putusan.

    Oleh karena itu, menjawab pertanyaan Anda, sepanjang penelusuran kami, tidak ada ketentuan spesifik yang mengatur batas waktu permohonan penetapan eksekusi jaminan fidusia. Sebab sepanjang tidak sepakat terjadinya wanprestasi dan debitur keberatan menyerahkan objek jaminan fidusia secara sukarela, maka penerima fidusia harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri.

    Sebagai informasi tambahan, untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam proses eksekusi, penerima fidusia dapat meminta bantuan pihak kepolisian, sebagaimana diatur oleh Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Herzien Inlandsch Reglement;
    2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;
    3. Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.

    Referensi:

    Mahkamah Agung. Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus: Buku II, 2008.

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019.


    [1] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU Fidusia”)

    [2] Pasal 1 angka 2 UU Fidusia

    [3] Pasal 4 UU Fidusia beserta penjelasannya

    [4] Pasal 5 ayat (1) UU Fidusia

    [5] Pasal 11 ayat (1) UU Fidusia

    [6] Pasal 14 ayat (1) UU Fidusia

    [7] Pasal 25 ayat (1) UU Fidusia

    Tags

    wanprestasi
    acara peradilan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Mempekerjakan TKA untuk Sementara

    21 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!