KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Cara Mendapatkan Kembali Akta Kelahiran yang Ditahan Perusahaan secara Ilegal

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Cara Mendapatkan Kembali Akta Kelahiran yang Ditahan Perusahaan secara Ilegal

Cara Mendapatkan Kembali Akta Kelahiran yang Ditahan Perusahaan secara Ilegal
Togar S.M. Sijabat, S.H., M.H. PBH Peradi
PBH Peradi
Bacaan 10 Menit
Cara Mendapatkan Kembali Akta Kelahiran yang Ditahan Perusahaan secara Ilegal

PERTANYAAN

Saya pernah bekerja pada salah satu perusahaan secara outsourcing. Akta kelahiran saya ditahan. Baru dua hari masuk, saya tidak cocok dan tidak ingin melanjutkan kerja. Saya belum menandatangani kontrak kerja atau perjanjian apapun. Namun jaminan saya tidak diberikan dan mereka meminta uang Rp2,5 juta. Bagaimana posisi saya di mata hukum?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan outsourcing diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain (perusahaan penyedia) dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya, baik untuk waktu tertentu maupun waktu tidak tertentu.
     
    Lalu, tanpa adanya perjanjian tertulis, apa yang dapat dilakukan pekerja outsourcing untuk memperoleh kembali akta kelahirannya yang ditahan? Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Perjanjian dalam Pekerjaan Outsourcing
    Secara umum, jika bekerja pada perusahaan melalui sistem outsourcing, berarti ada dua perjanjian yang wajib dibuat dalam posisi tersebut.
     
    Perjanjian pertama adalah perjanjian tertulis antara perusahaan outsourcing dengan perusahaan Anda bekerja mengenai perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh.
     
    Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), kemudian mengatur bahwa:
     
    Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
     
    Perusahaan outsourcing adalah perusahaan penyedia tenaga kerja dan perusahaan lainnya adalah pemakai pekerja saja. Perusahaan outsourcing menerima pembayaran dari perusahaan pemakai.
     
    Pembayaran tersebut akan dipakai juga sebagian untuk membayar pekerja outsourcing, sesuai dengan perjanjian kerja masing-masing.
     
    Perjanjian yang kedua adalah perjanjian tertulis antara perusahaan outsourcing dengan para pekerja mengenai syarat-syarat kerja. Artinya, walaupun pekerja bekerja di perusahaan pemakai, yang membayar gajinya adalah perusahaan outsourcing.
     
    Lazimnya dalam hubungan kerja, yang membayar gaji adalah pihak yang memberi pekerjaan. Namun dalam hal ini ada kekhususan, yaitu pekerja bekerja di suatu perusahaaan, namun yang membayarnya adalah perusahaan awal yang merekrutnya menjadi pekerja.
     
    Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan outsourcing diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain (perusahaan penyedia) dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya. Hubungan ini dapat didasarkan pada perjanjian kerja waktu tidak tertentu (“PKWTT”) atau perjanjian kerja waktu tertentu (“PKWT”) yang memenuhi persyaratan dalam Pasal 59 UU Ketenagakerjaan.[1]
     
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 kemudian menyatakan bahwa frasa PKWT dalam ketentuan di atas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
     
    Apabila Anda memenuhi syarat PKWT, sesuai juga dengan Pasal 57 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja tersebut wajib dibuat secara tertulis, berbahasa Indonesia, dan menggunakan huruf latin.
     
    Pun demikian jika perjanjian kerja outsourcing berupa PKWTT, yang pada dasarnya harus tertulis. Dengan demikian, si pekerja akan terlindung dari penipuan.
     
    Baca juga: Perbedaan Pemborongan Pekerjaan dengan Penyediaan Jasa Pekerja
     
    Jika Akta Kelahiran Ditahan
    Menurut hemat kami, status Anda yang telah bekerja melalui sistem outsourcing walau belum menandatangani perjanjian tertulis adalah hal yang fatal dan bertentangan dengan hukum.
     
    Karena Anda belum menandatangani perjanjian apapun, Anda berhak meminta kembali jaminan Anda yang ditahan tersebut. Anda juga berhak menolak jika ada permintaan uang untuk membayar ganti rugi.
     
    Pertama-tama, hendaklah masalah tersebut Anda selesaikan dengan cara musyawarah. Selain dapat memperoleh kembali akta kelahiran Anda, bukan tidak mungkin suatu saat perusahaan yang sama dapat membantu Anda menemukan pekerjaan lain.
     
    Jika perusahaan tetap bersikukuh untuk menolak mengembalikan akta kelahiran Anda dan tetap meminta uang, ada dua langkah yang dapat Anda tempuh.
     
    Pertama, melaporkan pelanggaran ketenagakerjaan oleh perusahaan kepada Dinas Tenaga Kerja setempat. Sebagai perusahaan outsourcing, mereka telah  mempekerjakan pekerja tanpa adanya perjanjian tertulis sebagaimana disyaratkan Pasal 66 ayat (2) huruf b UU Ketenagakerjaan.
     
    Kedua, melaporkan perusahaan kepada pihak kepolisian. Anda dapat membuat laporan atas dugaan tindak pidana pemerasan, sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang berbunyi:
     
    Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
     
    Dalam hal ini, perusahaan telah memaksa Anda untuk menyerahkan uang sebesar Rp2,5 juta sebagai ganti pengembalian akta kelahiran. Padahal hal itu tidak ada dalam perjanjian, karena perjanjian kerja tertulis belum ada.
     
    Baca juga: Jika Perusahaan Tidak Mengembalikan Ijazah Pekerja
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011.
     

    [1] Pasal 66 ayat (2) huruf b UU Ketenagakerjaan

    Tags

    alih daya
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Surat Cerai dan Langkah Mengajukan Gugatannya

    22 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!