Logo hukumonline
KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Daluwarsa Penuntutan dalam Tindak Pidana Korupsi

Share
Pidana

Daluwarsa Penuntutan dalam Tindak Pidana Korupsi

Daluwarsa Penuntutan dalam Tindak Pidana Korupsi
Fakhry Rizal Rozaldy, S.H.Taufiq, Karsayuda, Nasef, and Priyanka Law Firm

Bacaan 8 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Berapa lama masa kedaluwarsa/daluwarsa hukum tindak pidana korupsi, sehingga kasus tersebut dinyatakan ditutup?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Daluwarsa merupakan habisnya batas waktu yang menjadi gugurnya atau hapusnya hak untuk menuntut atau melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melakukan sebuah tindak pidana. Pada dasarnya, daluwarsa penuntutan telah diatur dalam KUHP dan UU 1/2023. Lantas, adakah daluwarsa penuntutan dalam tindak pidana korupsi?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul yang sama yang dibuat oleh Dimas Hutomo, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 5 Oktober 2018.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Hukum Tindak Pidana Korupsi

    Perlu dipahami bahwa UU Tipikor dan perubahannya, serta UU 30/2002 dan perubahannya adalah aturan khusus (lex specialis derogat legi generali) yang berisikan tentang tindak pidana korupsi. Kemudian, mengenai hukum acara atau pengadilan tindak pidana korupsi diatur dalam UU 46/2009.

    Dalam peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan, sepanjang penelusuran kami tidak diatur secara khusus mengenai daluwarsa penuntutan. Namun, bukan berarti daluwarsa penuntutan tidak ada untuk tindak pidana korupsi, melainkan kita harus melihat ke dalam aturan yang lebih umum.

    Dasar keberlakuannya sebagaimana diatur dalam Pasal 103 KUHP, bahwa ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII KUHP juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain.

    Serupa dengan KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan, dalam KUHP baru yaitu UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[1] yakni pada tahun 2026, Pasal 187 mengatur bahwa ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab V Buku Kesatu UU 1/2023 berlaku juga bagi perbuatan yang dapat dipidana menurut peraturan perundang-undangan lain, kecuali ditentukan lain menurut undang-undang.

    Dengan demikian, karena dalam UU Tipikor dan perubahannya, UU 30/2002 dan perubahannya, serta dalam UU 46/2009 tidak diatur mengenai daluwarsa, maka disini berlaku KUHP dan UU 2/2023.

    Daluwarsa dalam Hukum Pidana Indonesia

    Pada dasarnya, hukum pidana mengenal adanya daluwarsa/kedaluwarsa mengajukan suatu penuntutan. Menurut E. Y. Kanter dan S. R. Sianturi, daluwarsa adalah habisnya batas waktu yang menjadi gugurnya atau hapusnya hak untuk menuntut atau melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melakukan sebuah tindak pidana. Dalam perspektif KUHP, semua pelaku (dalam arti luas) dari suatu tindak pidana harus dituntut di muka sidang pengadilan pidana. Akan tetapi, baik secara umum atau secara khusus undang-undang menentukan peniadaan dan atau penghapusan penuntutan dalam hal-hal tertentu, misalnya karena daluwarsa.[2]

    Sejalan dengan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa daluwarsa adalah lewatnya waktu yang menjadi sebab gugurnya atau hapusnya hak untuk menuntut atau melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana.[3]

    Selanjutnya, daluwarsa dapat dilihat pada ketentuan KUHP maupun UU 1/2023 sebagai berikut:

    Pasal 78 KUHPPasal 136 UU 1/2023
    1. Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:

     

    1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu
      tahun;
    2. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara
      paling lama 3 tahun, sesudah 6 tahun;
    3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari 3 tahun, sesudah 12 tahun;
    4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah 18 tahun.
    1. Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi 1/3.
    1. Kewenangan penuntutan dinyatakan gugur karena kedaluwarsa apabila:
    1. setelah melampaui waktu 3 tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau hanya denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta;[4]
    2. setelah melampaui waktu 6 tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 1 tahun dan paling lama 3 tahun;
    3. setelah melampaui waktu 12 tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 3 tahun dan paling lama 7 tahun;
    4. setelah melampaui waktu 18 tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 7 tahun dan paling lama 15 tahun; dan
    5. setelah melampaui waktu 20 tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 20 tahun, pidana penjara seumur hidup, atau pidana mati.

     

    1. Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh anak, tenggang waktu gugurnya kewenangan untuk menuntut karena kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikurangi menjadi 1/3.

    Sebagai contoh di Pasal 13 UU Tipikor:

    Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling banyak Rp150 juta.

    Karena Pasal 13 UU Tipikor sanksinya berupa pidana penjara paling lama 3 tahun, maka berlaku perhitungan daluwarsa sesuai Pasal 78 ayat (1) butir ke-2 KUHP, yaitu daluwarsanya adalah 6 tahun setelah perbuatan dilakukan. Lalu, jika melewati masa daluwarsa, maka sesuai Pasal 84 ayat (1) KUHP, kewenangan menjalankan pidana hapus karena daluwarsa.

    Sedangkan menurut UU 1/2023, perhitungan daluwarsa sesuai dengan Pasal 136 ayat (1) huruf b UU 1/2023, yaitu daluwarsanya adalah 6 tahun. Kemudian, jika melewati masa daluwarsa, maka sesuai Pasal 140 huruf b UU 1/2023, kewenangan pelaksanaan pidana gugur jika kedaluwarsa.

    Contoh lainnya Pasal 2 UU Tipikor:

    1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
    2. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

    Karena Pasal 2 UU Tipikor sanksinya berupa pidana penjara seumur hidup, dan jika tindak pidana korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu sanksinya pidana mati, maka berlaku perhitungan daluwarsa sesuai Pasal 78 ayat (1) butir ke-4 KUHP, yaitu daluwarsanya adalah 18 tahun setelah perbuatan dilakukan.

    Sedangkan berdasarkan UU 1/2023, karena Pasal 2 UU Tipikor sanksinya penjara seumur hidup atau penjara maksimal 20 tahun bahkan pidana mati, maka perhitungan daluwarsa sesuai dengan Pasal 136 ayat (1) huruf e UU 1/2023, yaitu daluwarsanya adalah 20 tahun.

    Lalu, disarikan dari Dakwaan Miranda Daluwarsa, menurut Mudzakkir, pakar hukum acara pidana Universitas Islam Indonesia, dalam menerapkan Pasal 78 KUHP ini ada dua teori untuk menghitung daluwarsa. Pertama, tindak pidana yang mudah diketahui publik (terbuka). Seperti membunuh, membakar rumah. Maka, kedaluwarsa dihitung dari perbuatan yang terjadi saat itu. Kedua, untuk tindak pidana tersembunyi (terselubung), maka perhitungan kedaluwarsa adalah sejak tindak pidana terungkap.

    Selanjutnya, Mudzakkir menjelaskan, dalam perhitungan daluwarsa, seharusnya dilakukan oleh semua pihak terkait. Seperti jaksa dan hakim. Tapi, tetap hakim yang akan memutuskan kapan perhitungan daluwarsa terhadap sebuah tindak pidana.

    Kesimpulannya, daluwarsa tuntutan untuk perkara korupsi bisa bervariasi tergantung dengan berapa lama sanksi pidana penjara yang diatur dalam pasal tertentu. Lalu, karena ketentuan lex specialis seperti UU Tipikor dan perubahannya, UU 30/2002 dan perubahannya, serta UU 46/2009 tidak mengatur mengenai daluwarsa penuntutan, maka kita harus melihat ke dalam aturan yang lebih umum. Sehingga, daluwarsa untuk penuntutan dalam tindak pidana korupsi mengacu pada KUHP dan UU 1/2023.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
    3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
    4. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi;
    5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    Referensi:  

    1. E. Y. Kanter dan S. R. Sianturi. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta: Alumni, 1982;
    2. Indah Febriani Kaligis. Daluwarsa Penuntutan Pidana ditinjau dari Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jurnal Lex Crimen, Vol. VII, No. 1, 2018.

    [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [2] E. Y. Kanter dan S. R. Sianturi. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta: Alumni, 1982, hal. 426

    [3] Indah Febriani Kaligis. Daluwarsa Penuntutan Pidana ditinjau dari Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jurnal Lex Crimen, Vol. VII, No. 1, 2018, hal. 142

    [4] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023

    TAGS

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua