KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Gugatan Wanprestasi Atas Perjanjian yang Telah Berakhir, Bisakah?

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Gugatan Wanprestasi Atas Perjanjian yang Telah Berakhir, Bisakah?

Gugatan Wanprestasi Atas Perjanjian yang Telah Berakhir, Bisakah?
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Gugatan Wanprestasi Atas Perjanjian yang Telah Berakhir, Bisakah?

PERTANYAAN

Apakah pihak yang dirugikan tetap dapat meminta ganti kerugian yang diakibatkan oleh wanprestasi meskipun jangka waktu perjanjian telah berakhir?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Salah satu pihak yang terikat dalam perjanjian dikatakan wanprestasi apabila pihak tersebut tidak memenuhi prestasi yang telah diperjanjikan, memenuhi prestasi dengan tidak sebagaimana mestinya, memenuhi prestasi tidak sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan, atau melakukan hal yang dilarang menurut kontrak yang telah disepakati.

    Lantas, bisakah mengajukan gugatan wanprestasi atas perjanjian yang telah berakhir?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Rizky Amalia, S.H., M.H. dari Pusat Kajian Hukum Bisnis FH Unair yang dipublikasikan pada Senin, 8 Agustus 2022.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Mobil Ditarik Perusahaan Pembiayaan, Masih Harus Bayar Cicilan?

    Mobil Ditarik Perusahaan Pembiayaan, Masih Harus Bayar Cicilan?

    Kewajiban Pemenuhan Prestasi dalam Perjanjian

    Pada dasarnya, suatu hubungan hukum akan menghasilkan suatu perikatan di antara kedua belah pihak, sebagaimana diatur dalam Pasal 1233 KUHPer yang menyatakan perikatan lahir karena adanya suatu perjanjian atau undang-undang. Dengan demikian, perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan. Lebih lanjut, perikatan ditimbulkan karena adanya hubungan kontraktual yang sengaja dibuat dan disepakati oleh para pihak.[1] Sedangkan perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPer dikenal dengan istilah persetujuan, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.

    Adapun menurut M. Yahya Harahap dalam buku Segi-Segi Hukum Perikatan, suatu perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih, yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk melaksanakan suatu prestasi (hal. 3).

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Kemudian, inti dari sebuah perjanjian atau kontrak adalah pertukaran kewajiban para pihak yang pelaksanaannya harus berdasarkan atas iktikad baik.[2] Perjanjian juga merupakan hubungan hukum di mana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.[3] Hal serupa juga dijelaskan oleh Agus Yudha Hernoko, yaitu prestasi dalam hukum dimaknai sebagai sesuatu yang wajib dilakukan oleh para pihak dalam kontrak berdasarkan kesepakatan yang telah tercipta.[4]

    Namun, penting untuk diketahui bahwa apa yang sudah disepakati dan dituangkan dalam perjanjian tidak melanggar Pasal 1337 KUHPer yang menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Kemudian, semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPer.

    Selanjutnya, ditegaskan dalam Pasal 1234 KUHPer bahwa substansi dari kontrak pada umumnya berisi tiga bentuk, yaitu:

    1. untuk memberikan sesuatu;
    2. untuk berbuat sesuatu; atau
    3. untuk tidak berbuat sesuatu.

    Dengan demikian, prestasi yang telah mengikat para pihak harus sepenuhnya dilandasi dengan iktikad baik untuk melaksanakan kewajiban tersebut sampai tuntas.

    Baca juga: Ini 4 Syarat Sah Perjanjian dan Akibatnya Jika Tak Dipenuhi

    Pengertian Wanprestasi dan Gugatan Wanprestasi

    Dalam sebuah perjanjian sering kali dijumpai beberapa permasalahan terkait pelaksanaan perjanjian. Salah satu penyebab pelaksanaan perjanjian tidak lancar adalah adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau kontraktan.

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu pengertian wanprestasi. Istilah wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda, “wanprestatie” yang artinya prestasi buruk atau cidera janji, yaitu suatu kondisi tidak terlaksananya prestasi akibat kesalahan debitur yang dikarenakan kesengajaan atau kelalaiannya.[5] Dalam Bahasa Inggris, wanprestasi disebut breach of contract, yang berarti tidak dilaksanakannya kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak.[6]

    Debitur dapat dikatakan melakukan bentuk wanprestasi manakala:[7]

    1. tidak memenuhi prestasi yang telah diperjanjikan;
    2. memenuhi prestasi dengan tidak sebagaimana mestinya;
    3. memenuhi prestasi tidak sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan; dan
    4. melakukan hal yang dilarang menurut kontrak yang telah disepakati.

    Kemudian, pengertian wanprestasi di atas sejalan dengan Pasal 1238 KUHPer yang menyebutkan:

    Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan

    Baca juga: Perbedaan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum

    Adapun gugatan wanprestasi adalah gugatan yang pada pokok perkaranya mengenai wanprestasi dimana harus adanya kegagalan debitur dalam memenuhi kewajiban sesuai dengan perikatan yang disepakati. Alasan dari mengapa debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya, pertama karena kesalahan debitur atas kesengajaan atau kelalaiannya, serta disebabkan keadaan yang memaksa atau force majure.[8]

    Kemudian, formulasi dari surat gugatan wanprestasi perlu diperhatikan dalam pembuatan rumusan gugatan sebagai persyaratan formil.[9] Agar tidak ada cacat formil, berikut adalah hal yang perlu diperhatikan dalam surat gugatan wanprestasi:[10]

    1. surat gugatan diajukan ke pengadilan negeri berdasarkan kompetensi relatifnya sesuai dengan Pasal 118 HIR mengenai kewenangan relatif;
    2. penandatanganan surat gugatan oleh penggugat ataupun kuasanya;
    3. pencantuman identitas para pihak;
    4. futendem putendi atau posita; dan
    5. petitum gugatan.

    Baca juga: Perbedaan Posita dan Petitum dalam Isi Gugatan

    Lantas, bisakah mengajukan gugatan wanprestasi jika perjanjian telah berakhir? Berikut ulasannya.

    Gugatan Wanprestasi atas Perjanjian yang Telah Berakhir

    Menjawab pertanyaan Anda, berdasarkan penjelasan di atas, apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi sedangkan jangka waktu perjanjian telah berakhir, maka harus dipastikan terlebih dahulu pelanggaran perjanjian tersebut.

    Untuk mempermudah pemahaman anda, kami berikan contoh wanprestasi, dimana A dan B terikat dalam perjanjian sewa menyewa dengan jangka waktu 2 (dua) tahun. Salah satu prestasi yang harus dilakukan oleh penyewa adalah membayar uang sewa setiap bulan. Akan tetapi, pelaksanaan pembayaran yang dilakukan oleh penyewa mengalami keterlambatan selama 5 (lima) bulan dan melewati jangka waktu perjanjian. Kondisi tersebut tetap mengharuskan penyewa untuk memenuhi prestasinya walaupun jangka waktu perjanjian telah berakhir.

    Pemberi sewa dalam hal ini dapat mengajukan gugatan wanprestasi kepada penyewa dengan petitum gugatan untuk pemenuhan prestasi pembayaran, pembayaran denda, kerugian dan bunga akibat tidak dilaksanakannya prestasi tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1267 KUHPer.

    Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan juga ditegaskan dalam Pasal 1243 KUHPer yang berbunyi:

    Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.

    Contoh Kasus

    Sebagai contoh gugatan wanprestasi, dapat kita lihat dalam Putusan PN Baubau Nomor 7/Pdt.G.S/2022/PN Bau, bahwa pada tanggal 10 Mei 2021 telah tercapai kesepakatan antara Penggugat dan Tergugat dengan melakukan perjanjian utang piutang sebagaimana dibuktikan dengan surat perjanjian utang piutang tertanggal 10 Mei 2021, yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Berdasarkan perjanjian tersebut, Penggugat memberikan pinjaman uang sejumlah Rp180 juta kepada Tergugat, dan Tergugat berkewajiban untuk mengembalikan uang pinjaman tersebut secara tunai sekaligus (bukan cicil) dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan sejak ditandatanganinya surat perjanjian utang piutang. Namun, setelah kurun waktu yang disepakati, Tergugat tidak mengembalikan uang pinjaman.

    Berdasarkan hal tersebut, Majelis Hakim menyatakan tindakan yang dilakukan Tergugat adalah tindakan wanprestasi yang diatur dalam Pasal 1243 KUHPer. Sehingga, Tergugat wajib membayar utangnya kepada Penggugat sejumlah Rp180 juta secara seketika dan sekaligus, sebagaimana perjanjian utang piutang para pihak.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R) (S.1941-44).

    Referensi:

    1. Abdulkadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014;
    2. Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta: Kencana, 2010;
    3. Khairan Nisa Mendrofa (et.al). Tinjauan Yuridis Gugatan Wanprestasi yang Tidak Dapat Diterima oleh Pengadilan (Studi Kasus Putusan Nomor 9/PDT.G/2018/PN.GST). Jurnal Hukum dan Kemasyarakatan Al-Hikmah, Vol. 2, No. 2, 2021;
    4. Lukman Santoso Az. Hukum Perikatan: Teori Hukum dan Teknis Pembuatan Kontrak, Kerja Sama, dan Bisnis. Malang: Setara Press, 2016;
    5. M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2018;
    6. M. Yahya Harahap. Segi-segi Hukum Perikatan. Bandung: Alumni, 1982;
    7. Salim H.S. Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika, 2019;
    8. Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermassa, 1996;
    9. Sudjana. Akibat Hukum Wanprestasi dan Tanggung Jawab Para Pihak dalam Transaksi Anjak Piutang. Jurnal Veritas et Justicia, Vol. 5, No. 2, 2019;
    10. Totok Dwinur Haryanto. Hubungan Hukum yang Menimbulkan Hak dan Kewajiban dalam Kontrak Bisnis. Jurnal Wacana Hukum, Vol. 9, No. 1, 2010.

    Putusan:

    Putusan PN Baubau Nomor 7/Pdt.G.S/2022/PN Bau


    [1] Totok Dwinur Haryanto. Hubungan Hukum yang Menimbulkan Hak dan Kewajiban dalam Kontrak Bisnis. Jurnal Wacana Hukum, Vol. 9, No. 1, 2010, hal. 85-86.

    [2] Salim H.S. Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika, 2019, hal. 178.

    [3] Salim H.S. Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika, 2019, hal. 27.

    [4] Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial. Jakarta: Kencana,  2010, hal. 242.

    [5] Sudjana. Akibat Hukum Wanprestasi dan Tanggung Jawab Para Pihak dalam Transaksi Anjak Piutang. Jurnal Veritas et Justicia, Vol. 5, No. 2, 2019, hal. 387.

    [6] Lukman Santoso Az. Hukum Perikatan: Teori Hukum dan Teknis Pembuatan Kontrak, Kerja Sama, dan Bisnis. Malang: Setara Press, 2016, hal. 75.

    [7] Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermassa, 1996, hal. 45.

    [8] Abdulkadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014, hal. 241.

    [9] M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2018, hal. 51.

    [10] Khairan Nisa Mendrofa (et.al). Tinjauan Yuridis Gugatan Wanprestasi yang Tidak Dapat Diterima oleh Pengadilan (Studi Kasus Putusan Nomor 9/PDT.G/2018/PN.GST). Jurnal Hukum dan Kemasyarakatan Al-Hikmah, Vol. 2, No. 2, 2021, hal. 252.

    Tags

    gugatan
    perjanjian

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Cek Sertifikat Tanah Ganda dan Langkah Hukumnya

    26 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!