Jerat Pidana Pemerasan dengan Ancaman Penyebaran Video Porno
Pidana

Jerat Pidana Pemerasan dengan Ancaman Penyebaran Video Porno

Bacaan 6 Menit

Pertanyaan

Bagaimana hukum Indonesia berkenaan dengan pemerasan melalui internet? Misalnya ancaman mengunggah video porno ke publik apabila tidak mentransferkan sejumlah uang. Ke mana melaporkan pelaku? Bagaimana bila pelaku mengaku tinggal di luar negeri? Apakah ada hukum yang tetap berlaku?

Intisari Jawaban

circle with chevron up

Tindakan pemerasan dan/atau pengancaman melalui internet dapat dijerat pidana berdasarkan UU ITE dan perubahannya. Pelaku, meskipun benar berada di luar negeri tetap dapat dijerat pidana berdasarkan hukum Indonesia, karena sifat UU ITE dan perubahannya yang borderless.

Lantas, bagaimana cara melaporkan pelaku?

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

Ulasan Lengkap

 

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Kasus Pemerasan dengan Ancaman Penyebaran Video Pribadi ke Internet yang dibuat oleh Teguh Aifiyadi, S.H., M.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 11 Januari 2019.

 

Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan RKUHP yang baru disahkan pada tanggal 6 Desember 2022.

 

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

 

Pemerasan dengan Ancaman Penyebaran Video Pribadi ke Internet

Pemerasan dengan ancaman melalui internet pada prinsipnya sama dengan pemerasan dan pengancaman secara konvensional. Yang membedakan hanya sarananya yakni melalui media internet, sehingga video dan foto pribadi termasuk ke dalam informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.

Tindakan pemerasan/pengancaman di dunia siber diatur di dalam Pasal 27 ayat (4) UU ITE, yang berbunyi:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Ancaman pidana dari Pasal 27 ayat (4) UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45 ayat (4) UU 19/2016 yaitu pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Pasal 27 ayat (4) UU 19/2016, ketentuan pemerasan dan/atau pengancaman yang diatur dalam Pasal 27 ayat (4) UU ITE dan perubahannya mengacu pada pemerasan dan/atau pengancaman dalam KUHP.

Adapun ketentuan mengenai pemerasan dan pengancaman diatur dalam KUHP yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR  (“RKUHP”) yang akan berlaku setelah 3 tahun sejak diundangkan[1] sebagai berikut.

KUHP

RKUHP

Pasal 369

  1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
  2. Kejahatan ini hanya dituntut atas pengaduan orang yang dikenakan kejahatan itu.

Pasal 63 ayat (2)

Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.

Pasal 483

  1. Dipidana karena pengancaman dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV yaitu Rp2 miliar,[2] setiap orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya:
    1. memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
    2. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.
  2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut atas pengaduan korban tindak pidana.

 

Pasal 125 ayat (2)

Suatu perbuatan yang diatur dalam aturan pidana umum dan aturan pidana khusus hanya dijatuhi aturan pidana khusus, kecuali undang-undang menentukan lain.

 

Bagaimana Jika Pelaku Tinggal di Luar Negeri?

UU ITE dan perubahannya secara prinsip mengatur batas teritorial suatu kejahatan siber secara borderless. Yurisdiksi UU ITE dan perubahannya tidak hanya berlaku di wilayah Republik Indonesia, melainkan juga berlaku atas kejahatan yang dilakukan di luar wilayah teritori Indonesia. 

Pasal 2 UU ITE menegaskan bahwa UU ITE dan perubahannya berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam UU ITE dan perubahannya, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Perbuatan pemerasan sebagaimana yang Anda jelaskan termasuk kategori perbuatan yang memberikan akibat hukum di wilayah hukum Indonesia meskipun pelakunya di luar wilayah hukum Indonesia. Dalam prosesnya tentu penyidik akan meminta bantuan dari otoritas penegak hukum negara terkait untuk membantu maupun bersama-sama mengungkap kasus tersebut.

 

Cara Melaporkan Pelaku

Saran kami, mengingat perbuatan pencemaran/pemerasan sebagai delik aduan baik berdasarkan UU ITE dan perubahannya maupun KUHP, adalah sebaiknya Anda segera melapokan kasus tersebut ke aparat penegak hukum. Adapun prosedur untuk menuntut secara pidana pelaku, secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut:[3]

  1. Orang yang merasa haknya dilanggar atau melalui kuasa hukum, datang langsung membuat laporan kejadian kepada penyidik POLRI pada unit/bagian cybercrime atau kepada penyidik PPNS (Pejabat Pegawai Negeri Sipil) pada Sub Direktorat Penyidikan dan Penindakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika. Selanjutnya, penyidik akan melakukan penyelidikan yang dapat dilanjutkan dengan proses penyidikan berdasarkan hukum acara pidana dan UU ITE serta perubahannya.
  2. Setelah proses penyidikan selesai, maka berkas perkara oleh penyidik akan dilimpahkan kepada penuntut umum untuk dilakukan penuntutan di muka pengadilan. Apabila yang melakukan penyidikan adalah PPNS, maka hasil penyidikannya disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik POLRI.

Baca juga: Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya

 

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
  3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
  4. RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR.
Tags: