Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Kasus Pemerasan dengan Ancaman Penyebaran Video Pribadi ke Internet yang dibuat oleh Teguh Aifiyadi, S.H., M.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 11 Januari 2019.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan RKUHP yang baru disahkan pada tanggal 6 Desember 2022.
klinik Terkait:
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pemerasan dengan Ancaman Penyebaran Video Pribadi ke Internet
Pemerasan dengan ancaman melalui internet pada prinsipnya sama dengan pemerasan dan pengancaman secara konvensional. Yang membedakan hanya sarananya yakni melalui media internet, sehingga video dan foto pribadi termasuk ke dalam informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.
Tindakan pemerasan/pengancaman di dunia siber diatur di dalam Pasal 27 ayat (4) UU ITE, yang berbunyi:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Ancaman pidana dari Pasal 27 ayat (4) UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45 ayat (4) UU 19/2016 yaitu pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
berita Terkait:
Sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Pasal 27 ayat (4) UU 19/2016, ketentuan pemerasan dan/atau pengancaman yang diatur dalam Pasal 27 ayat (4) UU ITE dan perubahannya mengacu pada pemerasan dan/atau pengancaman dalam KUHP.
Adapun ketentuan mengenai pemerasan dan pengancaman diatur dalam KUHP yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR (“RKUHP”) yang akan berlaku setelah 3 tahun sejak diundangkan[1] sebagai berikut.
KUHP | RKUHP |
Pasal 369
Pasal 63 ayat (2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan. | Pasal 483
Pasal 125 ayat (2) Suatu perbuatan yang diatur dalam aturan pidana umum dan aturan pidana khusus hanya dijatuhi aturan pidana khusus, kecuali undang-undang menentukan lain. |
Bagaimana Jika Pelaku Tinggal di Luar Negeri?
UU ITE dan perubahannya secara prinsip mengatur batas teritorial suatu kejahatan siber secara borderless. Yurisdiksi UU ITE dan perubahannya tidak hanya berlaku di wilayah Republik Indonesia, melainkan juga berlaku atas kejahatan yang dilakukan di luar wilayah teritori Indonesia.
Pasal 2 UU ITE menegaskan bahwa UU ITE dan perubahannya berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam UU ITE dan perubahannya, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Perbuatan pemerasan sebagaimana yang Anda jelaskan termasuk kategori perbuatan yang memberikan akibat hukum di wilayah hukum Indonesia meskipun pelakunya di luar wilayah hukum Indonesia. Dalam prosesnya tentu penyidik akan meminta bantuan dari otoritas penegak hukum negara terkait untuk membantu maupun bersama-sama mengungkap kasus tersebut.
Cara Melaporkan Pelaku
Saran kami, mengingat perbuatan pencemaran/pemerasan sebagai delik aduan baik berdasarkan UU ITE dan perubahannya maupun KUHP, adalah sebaiknya Anda segera melapokan kasus tersebut ke aparat penegak hukum. Adapun prosedur untuk menuntut secara pidana pelaku, secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut:[3]
- Orang yang merasa haknya dilanggar atau melalui kuasa hukum, datang langsung membuat laporan kejadian kepada penyidik POLRI pada unit/bagian cybercrime atau kepada penyidik PPNS (Pejabat Pegawai Negeri Sipil) pada Sub Direktorat Penyidikan dan Penindakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika. Selanjutnya, penyidik akan melakukan penyelidikan yang dapat dilanjutkan dengan proses penyidikan berdasarkan hukum acara pidana dan UU ITE serta perubahannya.
- Setelah proses penyidikan selesai, maka berkas perkara oleh penyidik akan dilimpahkan kepada penuntut umum untuk dilakukan penuntutan di muka pengadilan. Apabila yang melakukan penyidikan adalah PPNS, maka hasil penyidikannya disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik POLRI.
Baca juga: Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
- RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR.
[1] Pasal 624 RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR (“RKUHP”)
[2] Pasal 79 ayat (1) huruf d RKUHP
[3] Pasal 42 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 43 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 102 sampai dengan Pasal 143 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana