Sebelum menjawab secara khusus pertanyaan Anda, kami sampaikan bahwa penggunaan Tenaga Kerja Asing (“TKA”) memang dibatasi dan sangat selektif mempekerjakannya atau memberikan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (“IMTA”) pada pemberi kerja. Hal ini dimaksudkan dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja Indonesia (“TKI”) secara optimal serta memberikan kesempatan kerja yang lebih luas bagi TKI.[1]
Prinsip Penggunaan TKA
Namun, tentunya tidak dapat ditutup sama sekali “pintu” penggunaan TKA tersebut, di samping karena adanya kebutuhan dan alasan tertentu yang dapat memberi manfaat yang lebih besar bagi pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia, juga adanya kebutuhan bagi pembangunan ekonomi dan industri yang lebih luas.
Oleh karena itu, pada prinsipnya hanya ada 2 (dua) secara filosofis alasan utama mempekerjakan TKA, yakni:
TKA yang bersangkutan membawa modal (sebagai investor) dalam rangka membuka lapangan kerja atau kesempatan kerja yang lebih luas; dan/atau
TKA yang akan dipekerjakan memiliki dan membawa kemampuan atau wawasan pada suatu bidang tertentu yang belum dipunyai atau belum dikuasai oleh TKI, sehingga diharapkan terjadi transfer of knowledge dan transfer of know-how (alih wawasan).
Rangkap Jabatan TKA
Pemberi Kerja TKA pada sektor tertentu dapat mempekerjakan TKA yang sedang dipekerjakan oleh Pemberi Kerja TKA yang lain dalam jabatan yang sama.
TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipekerjakan paling lama sampai dengan berakhirnya masa kerja TKA sebagaimana kontrak kerja TKA dengan Pemberi Kerja TKA pertama.
Jenis jabatan, sektor, dan tata cara penggunaan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pemberi Kerja TKA dapat mempekerjakan TKA yang sedang dipekerjakan Pemberi Kerja TKA yang lain dalam jabatan:
direktur atau komisaris yang bukan pemegang saham; atau
sektor tertentu meliputi sektor pendidikan dan pelatihan vokasi, sektor ekonomi digital, serta sektor migas bagi kontraktor kontrak kerja sama.
Dalam hal Pemberi Kerja TKA akan mempekerjakan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), TKA tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Pemberi Kerja pertama.
Masing-masing Pemberi Kerja TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki RPTKA dan membayar DKP-TKA.
TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipekerjakan paling lama sampai dengan berakhirnya masa kerja TKA pada Pemberi Kerja TKA pertama.
Keterangan:
RPTKA = Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing
DKP-TKA = Dana Kompensasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Jadi pada dasarnya, tidak ada larangan rangkap jabatan TKA. Seorang TKA dapat merangkap jabatan namun ada syaratnya. Pemberi kerja TKA dapat mempekerjakan TKA yang sedang dipekerjakan pemberi kerja TKA lain, namun dalam jabatan tertentu sebagaimana kami sebutkan di atas, yaitu:
direktur atau komisaris yang bukan pemegang saham; atau
sektor tertentu meliputi sektor pendidikan dan pelatihan vokasi, sektor ekonomi digital, serta sektor migas bagi kontraktor kontrak kerja sama.
Seorang TKA yang akan menduduki jabatan anggota Direksi/anggota Dewan Komisaris pada suatu perusahaan Penanaman Modal Asing (“PMA”) dan pada waktu yang bersamaan double job menjadi Kepala Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, maka hal tersebut tidak dilarang sepanjang TKA tersebut mendapatkan persetujuan dari Pemberi Kerja pertama (Perusahaan PMA misalnya).[2]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum: