Mohon penjelasannya, apa yang dimaksud dengan cacat hukum dan apa contoh kasus cacat hukum?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Cacat hukum artinya suatu perjanjian, kebijakan, atau prosedur yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku, sehingga dikatakan cacat secara hukum.
Dapat pula diartikan makna cacat hukum adalah suatu ketidaksempurnaan atau ketidaklengkapan hukum, baik pada suatu peraturan, perjanjian, kebijakan, atau suatu hal lainnya. Hal ini disebabkan karena ketidaksesuaian dengan hukum, sehingga tidak mengikat secara hukum.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Arti Cacat Hukum yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 8 Juni 2015.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung denganKonsultan Mitra Justika.
Makna Cacat Hukum
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Secara sederhana, cacat hukum artinya suatu perjanjian, kebijakan, atau prosedur yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku, sehingga dikatakan cacat secara hukum.
Cacat hukum dalam bahasa Inggris disebut dengan legal defect. Adapun, arti defect menurut Black’s Law Dictionary 9th Edition adalah:
An imperfection or shortcoming, esp. in a part that is essential to the operation or safety of a product.
Sementara itu, merujuk pada Cambridge Dictionary, salah satu artidefectadalah “something that is lacking or that is not exactly right in someone or something.”Senada dengan Cambrigde, Oxford Dictionarymengartikandefectsebagai“a fault in something or in the way it has been made that means that it is not perfect”.
Jadi, cacat hukum dapat diartikan sebagai suatu ketidaksempurnaan atau ketidaklengkapan hukum, baik pada suatu peraturan, perjanjian, kebijakan, atau suatu hal lainnya. Hal ini disebabkan karena ketidaksesuaian dengan hukum, sehingga tidak mengikat secara hukum.
Cacat hukum dalam suatu contoh yang diberikan oleh Black’s Law Dictionary, tidak hanya dimaksudkan untuk suatu perjanjian saja, tetapi bisa juga ditujukan untuk keamanan suatu produk.
Adapun, dalam konteks suatu putusan pengadilan, cacat hukum juga dikenal dengan istilah cacat formil. Cacat formil ini sehubungan dengan putusan yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard).
Putusan niet ontvankelijke verklaard(“NO”) adalah putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil. M. Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdatamenjelaskan bahwa berbagai macam cacat formil yang mungkin melekat pada gugatan, antara lain (hal. 811):
Gugatan yang ditandatangani kuasa berdasarkan surat kuasa yang tidak memenuhi syarat yang digariskan Pasal 123 ayat (1)HIR;
Gugatan tidak memiliki dasar hukum;
Gugatan error in persona dalam bentuk diskualifikasi atau plurium litis consortium;
Gugatan mengandung cacat obscuur libel (dalil gugatan tidak punya dasar hukum, objek gugatan tidak jelas atau petitum gugatan bertentangan dengan dalil gugat)[1] atau melanggar yurisdiksi (kompetensi) absolut atau relatif, dan sebagainya;
Contoh kasus cacat hukum dapat dilihat dalam Putusan PN Jakarta Utara No. 37/PDT.G/2016/PN.JKT.UTR. Dalam putusan tersebut, gugatan penggugat dinyatakan kabur (obscuur libel) sehingga gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) (hal. 26 – 35).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat bahwa jual beli tanah terjadi pada saat tanah berada dalam suatu sengketa di pengadilan. Sehingga, syarat objektif yaitu suatu sebab yang halal tidak terpenuhi. Sehingga, perjanjian jual beli penggugat dan tergugat I atas sebidang tanah adalah batal demi hukum (hal. 35).
Contoh lainnya dapat dilihat dalam Putusan MA No. 722 K/Pdt/2017yang menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dan banding yaitu menyatakan surat perjanjian jual beli kayu bulat antara penggugat dan tergugat adalah cacat hukum sehingga tidak berkekuatan hukum atau setidak-tidaknya tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak saat diterbitkannya (hal. 9 - 11, 16).
Hal ini karena surat perjanjian mengandung unsur-unsur kecacatan hukum yaitu adanya unsur dwang, dwalling en bedrog (kekeliruan/kesesatan dan penipuan) dalam proses pembuatan dan penerbitannya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1321 KUH Perdata(hal. 15).
M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2006;
M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Edisi Kedua, Cetakan Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2019;
[1] M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Edisi Kedua, Cetakan Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. 2019, hal. 798
[2] M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Edisi Kedua, Cetakan Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. 2019, hal. 798