Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Netizen Anonim Sebar Fitnah di Medsos, Ini Sanksinya dalam UU ITE 2024

Share
copy-paste Share Icon
Teknologi

Netizen Anonim Sebar Fitnah di Medsos, Ini Sanksinya dalam UU ITE 2024

Netizen Anonim Sebar Fitnah di Medsos, Ini Sanksinya dalam UU ITE 2024
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Netizen Anonim Sebar Fitnah di Medsos, Ini Sanksinya dalam UU ITE 2024

PERTANYAAN

Belakangan ini, seringkali dijumpai kasus perilaku para netizen yang membicarakan hal-hal buruk, tidak pantas, dan mengandung fitnah tentang selebgram dengan akun anonim di forum diskusi daring yang disediakan oleh situs penyedia berita maupun media sosial. Atas perbuatan tersebut, bisakah selebgram itu melaporkan netizen yang bersangkutan atas pencemaran nama baik? Jika bisa, bagaimana cara melaporkan akun anonim?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Jika internet netizen (“netizen”) menyerang kehormatan atau nama baik orang lain (selebgram) dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi dan/atau dokumen elektronik, maka pelaku dapat dijerat Pasal 27A UU 1/2024.

    Selain itu, jika konten yang disebarkan mengandung penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, pelaku dapat dijerat pasal penghinaan ringan dalam Pasal 315 KUHP atau Pasal 436 UU 1/2023.

    Lantas, bagaimana cara melaporkan perbuatan tersebut jika yang pelaku menggunakan akun anonim? Bisakah pemilik akun anonim diproses hukum?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Netizen Anonim Sebar Fitnah di Forum Internet, Ini Jerat Hukumnya, yang dipublikasikan pada 7 September 2021.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Ancaman Pidana Bagi Netizen yang Berkomentar Body Shaming

    Ancaman Pidana Bagi Netizen yang Berkomentar <i>Body Shaming</i>

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE 2024

    Pada dasarnya, perbuatan setiap orang yang menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik, merupakan perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27A UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE. Kemudian, orang yang melanggar Pasal 27A UU 1/2024 dapat dipidana penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal Rp400 juta.[1]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Lebih lanjut, berdasarkan Penjelasan Pasal 27A UU 1/2024, perbuatan “menyerang kehormatan atau nama baik” adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk menista dan/atau memfitnah.

    Lalu, tindak pidana dalam Pasal 27A UU 1/2024 merupakan tindak pidana aduan yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban atau orang yang terkena tindak pidana dan bukan oleh badan hukum.[2] Selain itu, perbuatan dalam Pasal 27A UU 1/2024 tidak dapat dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau jika dilakukan karena terpaksa membela diri.[3]

    Sebagai informasi, selain diatur dalam Pasal 27A UU 1/2024, perbuatan yang dilarang khususnya terkait ancaman pencemaran diatur secara terpisah oleh Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024, yang berbunyi:

    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya:

    1. memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
    2. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.

    Menurut Penjelasan Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024, yang dimaksud dengan “ancaman pencemaran” adalah ancaman menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum.

    Lalu, orang yang melanggar Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 dapat dipidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (10) UU 1/2024. Walau demikian, penting untuk diketahui bahwa tindak pidana dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 hanya dapat dituntut atas pengaduan korban tindak pidana.[4]

    Pasal Penghinaan Ringan dalam KUHP

    Adapun jika konten yang disebarkan internet citizen (“netizen”) mengandung penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, pelaku dapat dijerat pasal penghinaan ringan sebagaimana diatur dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[5] yaitu tahun 2026, sebagai berikut.

    Pasal 315 KUHPPasal 436 UU 1/2023
    Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp4.5 juta.[6]Penghinaan yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap orang lain baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang yang dihina tersebut secara lisan atau dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dipidana karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp10 juta.[7]

     

    Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 315 KUHP adalah:[8]

    1. dengan sengaja;
    2. menyerang;
    3. kehormatan atau nama baik orang;
    4. dengan lisan atau tulisan di muka umum, dengan lisan atau perbuatan di muka orang itu sendiri, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya; dan
    5. tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis.

    Selanjutnya, berdasarkan KUHP baru, maksud dari Pasal 436 UU 1/2023 adalah ketentuan ini mengatur penghinaan yang dilakukan dengan mengeluarkan perkataan yang tidak senonoh terhadap orang lain. Penghinaan tersebut dilakukan di muka umum dengan lisan atau tulisan, atau di muka orang yang dihina itu sendiri baik secara lisan, tulisan, maupun dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan kepadanya.[9] Penjelasan selengkapnya mengenai tindak pidana penghinaan ringan dapat Anda baca pada Bunyi Pasal 315 KUHP tentang Penghinaan Ringan.

    Kemudian, terhadap keberadaan Pasal 315 KUHP dan Pasal 436 UU 1/2023, dapat diterapkan asas atau doktrin lex specialis derogat legi generali, yang berarti hukum khusus menyampingkan hukum umum.[10] Dalam kasus hukum pidana, terdapat tindak pidana umum yang diatur dalam KUHP, dan tindak pidana khusus yang pengaturan hukumnya berada di luar KUHP. Menyambung kasus hukum yang Anda tanyakan, tindak pidana khusus contohnya tindakan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain melalui sistem elektronik diatur dalam UU ITE dan perubahannya.

    Pada kasus tersebut, Pasal 27A UU 1/2024 memiliki karakteristik unsur yang lebih spesifik dibandingkan Pasal 315 KUHP dan Pasal 436 UU 1/2023. Walau demikian, dalam praktiknya penyidik dapat mengenakan pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana diatur dalam KUHP dan UU 1/2023 serta UU ITE dan perubahannya. Artinya, jika unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, penyidik dapat menggunakan pasal-pasal tersebut.

    Bisakah Netizen yang Pakai Akun Anonim Diproses Hukum?

    Lantas, bagaimana cara selebgram yang bersangkutan dapat mengadukan identitas pelaku jika ia menggunakan akun anonim?

    Menjawab pertanyaan Anda, Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan anonim sebagai tanpa nama; tidak beridentitas; awanama. Dalam hal ini, kami asumsikan netizen yang bersangkutan menggunakan akun samaran, sehingga identitas aslinya tidak dapat dikenali oleh umum.

    Maka menurut hemat kami, korban tetap dapat mengadukan perbuatan tersebut ke pihak kepolisian. Dalam hal tindak pidana yang diadukan tersebut termasuk tindak pidana yang diatur dalam UU ITE dan perubahannya, korban dapat mengadukan perbuatan tersebut, di antaranya melalui:[11]

    1. pelayanan penerimaan laporan atau pengaduan tindak pidana di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika;
    2. situs internet Kementerian Komunikasi dan Informatika;
    3. telepon layanan laporan dan pengaduan;
    4. surat elektronik (electronic mail) yang dialamatkan ke [email protected]; dan/atau
    5. surat melalui pos yang dialamatkan ke kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika.

    Atas aduan yang diterima, selain penyidik Polri, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana, antara lain:[12]

    1. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di
      bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
    2. memanggil setiap orang atau pihak lainnya untuk didengar dan diperiksa sebagai
      tersangka atau saksi;
    3. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan;
    4. membuat suatu data dan/atau sistem elektronik yang terkait tindak pidana di
      bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik agar tidak dapat diakses;
    5. meminta informasi yang terdapat di dalam sistem elektronik atau informasi yang
      dihasilkan oleh sistem elektronik kepada Penyelenggara Sistem Elektronik yang terkait dengan tindak pidana;
    6. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan.

    Selengkapnya mengenai kewenangan penyidik dapat Anda temukan dalam Pasal 43 UU 1/2024.

    Sehingga, menurut hemat kami, meskipun netizen yang bersangkutan menggunakan akun anonim, pihak penyidik tetap dapat melacak pemilik akun tersebut melalui upaya-upaya yang diterangkan di atas, salah satunya dengan meminta informasi yang terdapat di dalam sistem elektronik atau informasi yang dihasilkan oleh sistem elektronik kepada Penyelenggara Sistem Elektronik yang bersangkutan.

    Sebagai contoh, kita dapat merujuk pada Putusan DILMILTI II Jakarta Nomor 12-K/PMT-II /AU/I/2019. Dalam putusan ini, diketahui bahwa terdakwa yang merupakan prajurit TNI AU menggunakan akun samaran/anonim untuk menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan individu dan kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) melalui twitter (hal. 53). Atas perbuatannya tersebut, yang bersangkutan dinyatakan bersalah melanggar ketentuan Pasal 45A ayat (2) jo. Pasal 28 ayat (2) UU 19/2016 (hal. 55-56).

    Baca juga: Ini Bunyi Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang Dianggap Pasal Karet

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    4. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2016 tentang Administrasi Penyidikan dan Penindakan Tindak Pidana di Bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
    5. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

    Referensi:

    1. Mahrus Ali. Pencemaran Nama Baik Melalui Sarana Informasi dan Transaksi Elektronik (Kajian Putusan MK No. 2/PUU-VII/2009). Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 6, 2010;
    2. Shinta Agustina. Implementasi Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali dalam Sistem Peradilan Pidana. Jurnal Masalah-Masalah Hukum FH Universitas Diponegoro, Vol 44, No. 4, 2015;
    3. Kamus Besar Bahasa Indonesia, anonim, diakses pada Selasa, 9 Januari 2024, pukul 10.12 WIB.

    Putusan:

    Putusan DILMILTI II Jakarta Nomor 12-K/PMT-II /AU/I/2019


    [1] Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 1/2024”)

    [2] Pasal 45 ayat (5) UU 1/2024

    [3] Pasal 45 ayat (7) UU 1/2024

    [4] Pasal 45 ayat (11) UU 1/2024

    [5] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [6] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“Perma 2/2012”), denda dilipatgandakan 1.000 kali

    [7] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023

    [8] Mahrus Ali. Pencemaran Nama Baik Melalui Sarana Informasi dan Transaksi Elektronik (Kajian Putusan MK No. 2/PUU-VII/2009). Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 6, 2010, hal. 131

    [9] Penjelasan Pasal 436 UU 1/2023

    [10]  Shinta Agustina. Implementasi Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali dalam Sistem Peradilan Pidana. Jurnal Masalah-Masalah Hukum FH Universitas Diponegoro, Vol 44, No. 4, 2015, hal. 504

    [11] Pasal 9 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2016 tentang Administrasi Penyidikan dan Penindakan Tindak Pidana di Bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik 

    [12] Pasal 43 ayat (1) dan (5) UU 1/2024

    Tags

    teknologi
    medsos

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya

    21 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!