Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pasal Menghasut Orang Lain untuk Melakukan Tindak Pidana

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Pasal Menghasut Orang Lain untuk Melakukan Tindak Pidana

Pasal Menghasut Orang Lain untuk Melakukan Tindak Pidana
Dian Dwi Jayanti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Pasal Menghasut Orang Lain untuk Melakukan Tindak Pidana

PERTANYAAN

D dipukuli oleh T. Karena merasa tidak senang, keesokan harinya D mencari keberadaan T. Ketika sampai di depan rumah pria bernama A, D kemudian bertanya dimana keberadaan T. A keluar dari rumahnya dan mengatakan “betikaman sajalah, daripada ribut-ribut''. Lalu, A mempertemukan D dan T di lapangan badminton. Di tempat tersebut T langsung mencabut sebuah badik yang dibawanya, seraya menyerang D. Karena mengelak, badik tersebut hanya melukai tangan D. Tapi, karena merasa terancam, saat itu juga D ikut mencabut badik yang dibawanya dan langsung menyerang T. Serangan cepat dari D tidak dapat dihindari oleh T, sehingga badik tersebut mengenai bagian tubuhnya. Apakah orang yang berinisial A bisa terkena tindak pidana penghasutan sesuai dengan Pasal 160 KUHP karena mengompori dan membiarkan terjadinya suatu tindakan pidana?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Menghasut orang untuk melakukan tindak pidana tentu merupakan sebuah perbuatan tindak pidana, sebagaimana diatur pada Pasal 160 KUHP dan Pasal 246 UU 1/2023 tentang KUHP baru.

    Namun perbuatan tersebut harus memenuhi unsur agar dapat dikatakan “menghasut” sesuai dengan ketentuan di atas, bagaimana cara “menghasut” yang dapat dikenakan pidana dalam ketentuan tersebut?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Sengaja Menghasut Orang Lain Agar Bertengkar, Bisakah Dipidana? yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 7 September 2015.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Ketentuan mengenai pasal menghasut orang lain diatur dalam KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[1] yakni pada tahun 2026 yaitu:

    Pasal 160 KUHP

    Pasal 246 UU 1/2023

    Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.5 juta.[2]

    Dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak kategori V yaitu Rp500 juta,[3] setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan:

    a. menghasut orang untuk melakukan tindak pidana; atau

    b. menghasut orang untuk melawan penguasa umum dengan kekerasan.

     

    R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal 136-137) menerangkan bahwa:

    1. “Menghasut” artinya mendorong, mengajak, membangkitkan atau membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu. Dalam kata “menghasut” tersimpul sifat “dengan sengaja”. Menghasut itu lebih keras daripada “memikat” atau “membujuk”, akan tetapi bukan “memaksa”.

    Orang memaksa orang lain untuk berbuat sesuatu, menurut Soesilo, bukan berarti menghasut. Cara menghasut orang itu misalnya secara langsung: “Seranglah polisi yang tidak adil itu, bunuhlah, dan ambillah senjatanya!” ditujukan terhadap seorang polisi yang sedang menjalankan pekerjaannya yang sah. Sedangkan cara menghasut orang secara tidak langsung, seperti dalam bentuk pertanyaan: “Saudara-saudara, apakah polisi yang tidak adil itu kamu biarkan saja, apakah tidak kamu serang, bunuh, dan ambil senjatanya?”

    1. Menghasut itu dapat dilakukan baik dengan lisan, maupun dengan tulisan. Apabila dilakukan dengan lisan, maka kejahatan itu menjadi selesai jika kata-kata yang bersifat menghasut itu telah diucapkan. Jika menghasut dengan tulisan, hasutan itu harus ditulis dahulu, kemudian disiarkan atau dipertontonkan pada publik.

     

    1. Orang hanya dapat dihukum apabila hasutan itu dilakukan di tempat umum, tempat yang didatangi publik atau dimana publik dapat mendengar. Tidak perlu penghasut itu berdiri di tepi jalan raya misalnya, akan tetapi yang disyaratkan ialah di tempat itu ada orang banyak. Tidak mengurangkan syarat bahwa hasutan harus di tempat umum dan ada orang banyak, hasutan itu bisa terjadi meskipun hanya ditujukan pada satu orang. Orang yang menghasut dalam rapat umum dapat dihukum demikian pula di gedung bioskop, meskipun masuknya degan karcis, karena itu adalah tempat umum, sebaliknya menghasut dalam pembicaraan yang bersifat “kita sama kita” (onder onsjes, vertrouwelijk) itu tidak dapat dihukum.

     

    1. Maksud hasutan itu harus ditujukan supaya:
    1. dilakukan suatu peristiwa pidana (pelanggaran atau kejahatan) = semua perbuatan yang diancam dengan hukuman
    2. melawan pada kekuasaan umum dengan kekerasan
    3. jangan mau menurut pada peraturan perundang-undangan
    4. jangan mau menurut perintah yang sah yang diberikan menurut undang-undang

    Senada dengan pendapat R. Soesilo di atas, dalam Penjelasan Pasal 246 UU 1/2023 juga dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan mengasut adala mendorong, mengajak, membangkitkan, atau membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu. Menghasut dapat dilakukan dengan lisan atau tulisam, dan harus dilakukan di muka umum, artinya di tempat yang didatangi publik atau di tempat yang khalayak ramai dapat mengetahui.

    Sebagai tambahan informasi, dalam Putusan MK No. 7/PUU-VII/2009 Mahkamah Konstitusi mengubah rumusan delik penghasutan dalam Pasal 160 KUHP dari delik formil menjadi delik materiel (hal. 73).

    Dalam artikel Pasal Penghasutan Berubah Menjadi Delik Materil dijelaskan bahwa sebelumnya, KUHP menyebut Pasal 160 yang mengatur penghasutan sebagai delik formil. Artinya, perbuatan penghasutan itu bisa langsung dipidana tanpa melihat ada tidaknya dampak dari penghasutan tersebut. Dengan diubahnya penghasutan menjadi delik materil, tentu memiliki dampak yang berbeda. Rumusan delik materil adalah seseorang yang melakukan penghasutan baru bisa dipidana bila berdampak pada tindak pidana lain, seperti kerusuhan atau suatu perbuatan anarki.

    Menjawab pertanyaan Anda, apa hukumnya menghasut orang lain? Dapat kami sampaikan apa yang dilakukan oleh A yakni pengungkapan kata-kata oleh A berupa “betikaman sajalah, daripada ribut-ribut'' yang hanya diucapkan kepada satu orang, bukan di tempat umum dan tidak ada banyak orang, tidak dapat ditafsirkan sebagai perbuatan menghasut atau yang dalam istilah Anda “mengompori”.

    Contoh Kasus Penerapan Pasal 160 KUHP

    Sebagai contoh dapat kita temukan dalam Putusan MA No. 426 K/Pid/2011. Terdakwa menghasut masyarakat untuk menghakimi korban dengan cara-cara sadis. Terdakwa memprovokasi warga (di depan umum) di desanya untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum yaitu menganiaya korban (hal. 3).

    Hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menghasut. Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun (hal. 31).

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    3. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

    Putusan:

    1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7/PUU-VII/2009;
    2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 426 K/Pid/2011.

    Referensi:

    R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991. 

    [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“Perma 2/2012”)

    [3] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023

    Tags

    hukum
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perhatikan Ini Sebelum Tanda Tangan Kontrak Kerja

    20 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!