Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 13 November 2018.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
klinik Terkait:
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Jerat Hukum bagi Muncikari
Sebelum menjawab inti pertanyaan Anda, kami mengasumsikan prostitusi yang Anda maksud adalah Pekerja Seks Komersial (“PSK”) yang sudah berusia dewasa. PSK adalah para pekerja yang bertugas melayani aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau uang dari yang telah memakai jasa mereka tersebut.[1] Sedangkan menurut KBBI, prostitusi adalah pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan atau pelacuran.
Sepanjang penelusuran kami, tidak ada pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pengguna PSK maupun PSK itu sendiri, namun terdapat ketentuan untuk menjerat penyedia PSK/germo/muncikari berdasarkan ketentuan KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, yakni pada tahun 2026[2] yaitu:
KUHP | UU 1/2023 |
Pasal 296 Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp15 juta.[3]
| Pasal 420 Setiap orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain melakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun. |
Pasal 506 Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun. | Pasal 421 Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419 atau Pasal 420 dilakukan sebagai kebiasaan atau untuk menarik keuntungan sebagai mata pencaharian pidananya dapat ditambah 1/3.
|
R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 217) menjelaskan bahwa Pasal 296 KUHP gunanya untuk memberantas orang-orang yang mengadakan bordil atau tempat-tempat pelacuran. Supaya dapat dihukum harus dibuktikan bahwa perbuatan itu menjadi pencahariannya atau kebiasaannya.
Lebih lanjut, R. Soesilo (hal. 327) menjelaskan bahwa muncikari adalah makelar cabul, yakni seorang laki-laki yang hidupnya seolah-olah dibiayai oleh pelacur yang tinggal bersama-sama dengan dia yang dalam pelacuran menolong, mencarikan langganan-langganan dari mana ia mendapat bagiannya.
berita Terkait:
Jerat Hukum Pengguna Jasa PSK dan PSK
Lantas, apakah para pengguna PSK maupun PSK itu sendiri tidak bisa dijerat hukum? Walaupun tidak ada ketentuan khusus mengatur tentang pengguna jasa PSK dalam KUHP, tetapi jika pelanggan PSK tersebut telah mempunyai pasangan resmi (atas dasar pernikahan), dan kemudian pasangannya tersebut mengadukan perbuatan pasangannya yang memakai jasa PSK, maka orang yang memakai jasa PSK dan PSK tersebut dapat dijerat dengan pasal perzinaan sebagai berikut.
Pasal 284 KUHP | Pasal 411 UU 1/2023 |
|
|
Mengenai pasal ini, R. Soesilo menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya. Supaya masuk pasal ini, maka persetubuhan itu harus dilakukan dengan suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak (hal. 209).
Lebih lanjut, di beberapa peraturan daerah diatur sanksi pidana bagi pengguna PSK dan PSK. Sebagai contoh adalah Pasal 42 ayat (2) Perda DKI 8/2007, yang berbunyi berikut.
Setiap orang dilarang:
- menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial;
- menjadi penjaja seks komersial;
- memakai jasa penjaja seks komersial.
Orang yang melanggar ketentuan ini dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 20 hari dan paling lama 90 hari atau denda paling sedikit Rp500 ribu dan paling banyak Rp30 juta.[5]
Jadi, menjawab pertanyaan Anda, ketentuan KUHP hanya dapat digunakan untuk menjerat germo/muncikari/penyedia PSK. Sedangkan, apakah pengguna jasa prostitusi bisa dipidana? Pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pemakai/pengguna PSK maupun PSK itu sendiri adalah pasal perzinaan dan/atau diatur kembali dalam peraturan daerah masing-masing.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami terkait apakah pengguna jasa prostitusi bisa dipidana, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP;
- Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
Referensi:
- R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991;
- Zeti Utami dan Hadibah Zachra Wadjo. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Seks Komersil Anak di Kabupaten Kepulauan Aru. Jurnal Kreativitas Mahasiswa Hukum Volume 1 Nomor 1, 2021;
- KBBI, yang diakses pada 14 Februari 2023, pukul 13.00 WIB.
[1] Zeti Utami dan Hadibah Zachra Wadjo. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Seks Komersil Anak di Kabupaten Kepulauan Aru. Jurnal Kreativitas Mahasiswa Hukum, Volume 1 Nomor 1, 2021, hal. 27
[2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)
[3] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP
[4] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023