Dengan tidak adanya ketentuan sanksi pidana untuk pemasangan dan/atau pengoperasian fasilitas pemrosesan data visual di tempat umum secara tidak sah dengan cara yang melanggar prinsip pelindungan data serta identifikasi orang yang melanggar hukum di tempat umum melalui penggunaan perangkat, apakah artinya bila tetap dilaksanakan tidak akan dikenakan sanksi? Atau bisa dikenakan sanksi pidana pada Pasal 67 ayat (1) UU PDP?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Kami mengasumsikan pertanyaan yang Anda maksud merujuk pada Pasal 17 UU PDP tentang ketentuan pemasangan alat pemroses data visual di tempat umum. Bagaimana bunyi ketentuannya? Apa sanksinya jika pemasangan dilakukan secara tidak sah (melawan hukum)?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pemasangan Alat Pemrosesan Data Visual
Menyambung pertanyaan Anda, kami mengasumsikan bahwa Anda merujuk pada bunyi Pasal 17 ayat (1) UU PDP sebagai berikut.
Pemasangan alat pemroses atau pengolah data visual di tempat umum dan/atau pada fasilitas pelayananpublik dilakukan dengan ketentuan:
untuk tujuan keamanan, pencegahan bencana, dan/atau penyelenggaraan lalu lintas ataupengumpulan, analisis, dan pengaturan Informasi lalu lintas;
harus menampilkan Informasi pada area yang telah dipasang alat pemroses atau pengolah datavisual; dan
tidak digunakan untuk mengidentifikasi seseorang.
Lebih lanjut khusus untuk huruf b dan c dikecualikan dalam rangka pencegahan tindak pidana dan proses penegakan hukum sesuai ketentuan perundang-undangan.[1]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Oleh karena itu, sekaligus menjawab pertanyaan Anda, dapat dipahami bahwa pemasangan alat pemroses data visual di tempat umum tidak digunakan untuk mengidentifikasi seseorang kecuali dalam rangka pencegahan tindak pidana dan proses penegakan hukum.
Di sisi lain, karena alat yang dimaksud berfungsi melakukan pemrosesan data visual yang mana menurut hemat kami setidaknya meliputi pemerolehan, pengumpulan, penyimpanan, maka seharusnya dilakukan sesuai prinsip pelindungan data pribadi[2] sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU PDP.
pengumpulan data pribadi dilakukan secara terbatas dan spesifik, sah secara hukum, dan transparan;
pemrosesan data pribadi dilakukan sesuai dengan tujuannya;
pemrosesan data pribadi dilakukan dengan menjamin hak subjek data pribadi;
pemrosesan data pribadi dilakukan secara akurat, lengkap, tidak menyesatkan, mutakhir, dan dapat dipertanggungjawabkan;
pemrosesan data pribadi dilakukan dengan melindungi keamanan data pribadi dari pengaksesan yang tidak sah, pengungkapan yang tidak sah, pengubahan yang tidak sah, penyalahgunaan, perusakan, dan/atau penghilangan data pribadi;
pemrosesan data pribadi dilakukan dengan memberitahukan tujuan dan aktivitas pemrosesan, serta kegagalan pelindungan data pribadi;
data pribadi dimusnahkan dan/atau dihapus setelah masa retensi berakhir atau berdasarkan permintaan subjek data pribadi, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; dan
pemrosesan data pribadi dilakukan secara bertanggung jawab dan dapat dibuktikan secara jelas.
Kami mencontohkan pemasangan CCTV atau kamera pemantau yang dipasang jalan raya sebagai alat yang dapat merekam dan mengambil gambar langsung plat nomor kendaraan yang melanggar aturan lalu lintas.
Terkait pemasangan CCTV untuk tilang elektronik ini, Pasal 249 ayat (1) UU LLAJ menyebutkan pusat kendali sistem informasi dan komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan berfungsi sebagai pusat rekam jejak elektronik untuk penegakan hukum, yang salah satunya meliputi dukungan tindakan cepat terhadap pelanggaran, kecelakaan lalu lintas.[4]
Maka dari itu, pengendali data pribadi wajib memiliki dasar pemrosesan data pribadi seperti di antaranya pemenuhan kewajiban hukum atau pelaksanaan kewenangan pengendali data pribadi berdasarkan peraturan perundang-undangan.[5]
Seperti yang telah diketahui, pemasangan alat pemroses data visual di tempat umum dilakukan sesuai prinsip pelindungan data pribadi dan tidak untuk mengidentifikasi seseorang kecuali dalam hal tertentu. Maka, jika dilanggar, apa sanksinya?
Menurut hemat kami, bila terjadi pemrosesan data pribadi tidak memiliki dasar atau dilakukan secara tidak sah, pelaku dapat dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemrosesan data pribadi, penghapusan atau pemusnahan data pribadi, dan/atau denda administratif.[6]
Denda administratif yang dikenakan paling tinggi 2% dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran yang akan diberikan lembaga penyelenggaraan pelindungan data pribadi.[7]
Sedangkan untuk sanksi pidana, setidaknya terdapat 4 perbuatan yang dilarang sebagai berikut.
Setiap orang dilarang secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi.[8]
Setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya.[9]
Setiap orang dilarang secara melawan hukum menggunakan data pribadi yang bukan miliknya.[10]
Setiap orang dilarang membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain.[11]
Dengan demikian, apabila pemasangan alat pemroses data visual di tempat umum dilakukan secara tidak sah dan melanggar pelindungan data pribadi (secara melawan hukum), maka pelaku dapat dikatakan telah melanggar Pasal 65 ayat (1) UU PDP dengan sanksi pidana yang dimuat dalam Pasal 67 ayat (1) UU PDP yaitu pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.
Perlu digarisbawahi, unsur-unsur perbuatan pelaku untuk dapat dijerat pasal tersebut harus memenuhi:
Setiap orang;
Secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya; dan
Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi.
Selain dijatuhi pidana, pelaku juga dapat dijatuhi pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana dan pembayaran ganti kerugian.[12]
Jika Tindak Pidana Dilakukan oleh Korporasi
Kemudian dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat, dan/atau korporasi.[13] Sedangkan pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda paling banyak 10 kali dari maksimal pidana denda yang diancamkan.[14]
Selain dijatuhi pidana denda, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:[15]
perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana;
pembekuan seluruh atau sebagian usaha korporasi;
pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu;
penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan korporasi;