Apakah dapat dikatakan melanggar hukum jika ingin mengadopsi anak korban gempa Palu kemarin jika tidak mengurus persyaratannya? Bagaimana syarat yang harus dipersiapkan?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Mengangkat anak korban gempa itu boleh saja, sepanjang pengangkatan itu tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya. Selain itu, agar proses pengangkatan anak sah secara hukum, maka calon orang tua angkat harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dan mengikuti prosedur pengangkatan anak.
Jadi jika Anda mengangkat anak korban gempa tetapi tidak melengkapi persyaratan, dapat dikatakan sebagai pelanggaran hukum karena tidak memenuhi prosedur pengkatan anak. Kami sarankan Anda untuk segera memenuhi perosedur pengangkatan Anak agar pengangkatan tersebut sah menurut hukum.
Bagaimana syarat dan prosedur yang harus dipenuhi untuk melakukan pengangkatan anak? Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Intisari :
Mengangkat anak korban gempa itu boleh saja, sepanjang pengangkatan itu tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya. Selain itu, agar proses pengangkatan anak sah secara hukum, maka calon orang tua angkat harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dan mengikuti prosedur pengangkatan anak.
Jadi jika Anda mengangkat anak korban gempa tetapi tidak melengkapi persyaratan, dapat dikatakan sebagai pelanggaran hukum karena tidak memenuhi prosedur pengkatan anak. Kami sarankan Anda untuk segera memenuhi perosedur pengangkatan Anak agar pengangkatan tersebut sah menurut hukum.
Bagaimana syarat dan prosedur yang harus dipenuhi untuk melakukan pengangkatan anak? Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Definisi
Adopsi atau pengangkatan anak menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak(“PP 54/2007”) adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.
Yang dimaksud Calon Orang Tua Angkat (“COTA”), yakni orang yang mengajukan permohonan untuk menjadi Orang Tua Angkat.[1] Salah satu persyaratan COTA itu meliputi memperoleh persetujuan anak danizin tertulis dari orang tua atau wali anak.[2]
Sedangkan yang dimaksud dengan anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.[3]
Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya. Pengangkatan anak wajib dicatatkan dalam akta kelahiran, dengan tidak menghilangkan identitas awal anak. Kemudian COTA harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat. Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.[4]
Dalam hal anak tidak diketahui asal usulnya, orang yang akan mengangkat anak tersebut harus menyertakan identitas anak (pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya dan dilengkapi berita acara pemeriksaan kepolisian).[5] Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.[6]
Lalu apakah megangkat anak korban gempa boleh menurut hukum jika tidak melengkapi persyaratannya? Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel Adopsi Ilegal, Termasuk Ranah Pidana atau Perdata?, pada dasarnya, legal atau sahnya pengangkatan anak menurut hukum itu dilihat dari kesesuaian dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan adat kebiasaan setempat.
Jika dilihat berdasarkan UU Perlindungan Anak, hal terpenting perihal pengangkatan anak adalah pengangkatan itu tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, mengangkat anak korban gempa itu boleh saja, sepanjang pengangkatan itu tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya. Selain itu agar proses pengangkatan anak sah secara hukum maka COTA harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dan mengikuti prosedur pengangkatan anak.
Jadi jika Anda mengangkat anak korban gempa tetapi tidak melengkapi persyaratan, dapat dikatakan sebagai pelanggaran hukum karena tidak memenuhi prosedur pengangkatan anak. Kami sarankan Anda untuk segera memenuhi perosedur pengangkatan Anak agar pengangkatan tersebut sah menurut hukum.
anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas utama;
anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua belas) tahun, sepanjang ada alasan mendesak; dan
anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18 (delapan belas) tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.
Dalam Penjelasan Pasal 12 ayat (2) huruf b PP 54/2007, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan ”sepanjang ada alasan mendesak” seperti anak korbanbencana, anak pengungsian dan sebagainya. Hal ini dilakukan demi kepentingan terbaik bagi anak.
berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;
beragama sama dengan agama calon anak angkat;
berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;
tidak merupakan pasangan sejenis;
tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;
memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;
membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;
telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan
memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.
Di samping itu, permohonan pengangkatan anak yang telah memenuhi persyaratan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan. Pengadilan menyampaikan salinan penetapan pengangkatan anak ke instansi terkait.[10]
Lalu bagaimana jika pengangkatan anak dilakukan tidak sesuai dengan tata cara yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan? Apakah itu masuk ke ranah hukum perdata atau ke ranah hukum pidana?
Jika berbicara mengenai konsep pengangkatan anak yang ilegal, kita mengacu pada Pasal 79 UU Perlindungan Anak yang mengatur mengenai sanksi jika pengangkatan dilakukan tidak sesuai dengan aturan/ilegal, yaitu pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta.
Contoh kasus dapat kita jumpai dalam Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 246/PID/2014/PT- MDN.Pada tingkat pertama, terdakwa dihukum berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Simalungun Nomor 323/Pid.Sus/2013/PN.SIM dengan pidana penjara 6 (enam) bulan karena turut serta melakukan pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan adat istiadat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yaitu karena tidak dilengkapi dengan surat-surat yang sah serta agama terdakwa dan anak angkatnya tidak sama. Putusan itu dikuatkan di tingkat banding.