Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Risiko Pidana Merekam Aktivitas Seksual dengan Handphone

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Risiko Pidana Merekam Aktivitas Seksual dengan Handphone

Risiko Pidana Merekam Aktivitas Seksual dengan Handphone
Josua Sitompul, S.H., IMMIndonesia Cyber Law Community (ICLC)
Indonesia Cyber Law Community (ICLC)
Bacaan 10 Menit
Risiko Pidana Merekam Aktivitas Seksual dengan Handphone

PERTANYAAN

Keponakan perempuan saya yang berumur 17 tahun mendapatkan ancaman SMS mengenai penyebaran video asusila yang dilakukannya dengan mantan pacarnya. Video itu berisi adegan keponakan saya melakukan aktivitas seksual dengan pacarnya dan direkam melalui handphone. Kami ingin menyelesaikan secara kekeluargaan dan menyuruh pelaku untuk menyerahkan bukti rekamannya kepada saya juga menandatangani surat pernyataan dan perjanjian bahwa pelaku tidak akan menyebarkan dan mengganggu keponakan saya lagi. Pasal apa yang bisa saya ajukan di dalam surat pernyataan tersebut supaya keponakan saya tidak terlibat? Mengingat usianya masih masuk kategori anak di bawah umur. Terima kasih. Saya harapkan jawaban secepatnya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Mengenai ancaman, hal yang perlu diperhatikan ialah apakah ancaman tersebut untuk memberikan keuntungan secara ekonomis atau tidak. Apabila ancaman tersebut dimaksudkan untuk memberikan keuntungan secara ekonomis, maka dapat diterapkan Pasal 27 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) dan perubahannya.
     
    Sedangkan, apabila ancaman tersebut hanya untuk menakut-nakuti secara pribadi atau ancaman kekerasan dan bukan berdasarkan motif mendapatkan keuntungan ekonomis, dapat diterapkan Pasal 29 UU ITE.
     
    Berdasarkan uraian cerita Anda, telah terpenuhi pengancaman berdasarkan perbuatan pelaku, tetapi yang masih menjadi pertanyaan adalah motif pelaku, apakah untuk mendapatkan keuntungan (Pasal 27 ayat (4) UU ITE) atau motif lain (Pasal 29 UU ITE).
     
    Apa bunyi pasal-pasal tersebut dan apa sanksinya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran oleh Sovia Hasanah, S.H. dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Josua Sitompul, S.H., IMM dan pertama kali dipublikasikanpada Jumat, 17 Mei 2013.
     
    Intisari:
     
     
    Mengenai ancaman, hal yang perlu diperhatikan ialah apakah ancaman tersebut untuk memberikan keuntungan secara ekonomis atau tidak. Apabila ancaman tersebut dimaksudkan untuk memberikan keuntungan secara ekonomis, maka dapat diterapkan Pasal 27 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) dan perubahannya.
     
    Sedangkan, apabila ancaman tersebut hanya untuk menakut-nakuti secara pribadi atau ancaman kekerasan dan bukan berdasarkan motif mendapatkan keuntungan ekonomis, dapat diterapkan Pasal 29 UU ITE.
     
    Berdasarkan uraian cerita Anda, telah terpenuhi pengancaman berdasarkan perbuatan pelaku, tetapi yang masih menjadi pertanyaan adalah motif pelaku, apakah untuk mendapatkan keuntungan (Pasal 27 ayat (4) UU ITE) atau motif lain (Pasal 29 UU ITE).
     
    Apa bunyi pasal-pasal tersebut dan apa sanksinya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak ulasan di bawah ini.
     
     
     
    Ulasan:
     
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Mengancam untuk Tujuan Keuntungan Ekonomis
    Terkait dengan gambaran singkat yang Anda sampaikan, ada beberapa undang-undang terkait yang dapat diterapkan, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 23/2002”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”) dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“Perppu 1/2016”),  Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (“UU Pornografi”) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”).
     
    Akan tetapi dalam jawaban ini, sesuai dengan kekhususuan ICLC sebagai penjawab di bidang cyberlaw, kami hanya fokus ke dalam pengaturan menurut UU ITE, khususnya mengenai ancaman penyebaran video asusila.
     
    Mengenai ancaman, hal yang perlu diperhatikan ialah apakah ancaman tersebut untuk memberikan keuntungan secara ekonomis atau tidak. Apabila ancaman tersebut dimaksudkan untuk memberikan keuntungan secara ekonomis, maka dapat diterapkan Pasal 27 ayat (4) UU ITE yakni:
     
    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
     
    Pelanggaran terhadap Pasal 27 ayat (4) UU ITE ini diancam dengan pidana yang diatur dalam Pasal 45 ayat (4) UU 19/2016, yaitu:
     
    Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
     
    Ketentuan Pasal 27 ayat (4) UU ITE, sama seperti ketentuan dalam Pasal 27 UU ITE lainnya yakni mengacu pada KUHP.[1] Ketentuan pada ayat (4) ini mengacu pada Pasal 368 dan Pasal 369 KUHP tentang Pemerasan dan Pengancaman.
     
    Mengancam untuk Menakut-Nakuti
    Sedangkan, apabila ancaman tersebut hanya untuk menakut-nakuti secara pribadi atau ancaman kekerasan dan bukan berdasarkan motif mendapatkan keuntungan ekonomis, dapat diterapkan Pasal 29 UU ITE yang berbunyi:
     
    Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
     
    Perbuatan yang melanggar Pasal 29 UU ITE ini diancam pidana menurut Pasal 45B UU 19/2016, yakni:
     
    Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
     
    Dalam penjelasan Pasal 45B UU 19/2016, dijelaskan bahwa ketentuan dalam pasal ini termasuk juga di dalamnya perundungan di dunia siber (cyber bullying) yang mengandung unsur ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dan mengakibatkan kekerasan fisik, psikis, dan/atau kerugian materiil.
     
    Analisis
    Akan tetapi, dalam menerapkan pasal ini harus diperhatikan bahwa unsur “ancaman kekerasan atau menakut-nakuti secara pribadi” perlu dilihat sebagai berikut: yang dimaksud dengan mengancam dengan kekerasan adalah menyatakan niat seseorang bahwa orang tersebut akan melakukan sesuatu yang merugikan atau mencelakakan pihak lain dengan kekerasan atau tekanan fisik, dalam hal ini pernyataan tersebut disampaikan melalui media elektronik atau sistem elektronik seperti melalui SMS, telepon, atau email.
     
    Sedangkan, menakut-nakuti maksudnya melakukan tindakan dengan menggunakan atau melalui Sistem Elektronik atau media elektronik dengan berbagai cara untuk membuat seseorang menjadi takut. Ancaman atau hal yang menakut-nakuti dapat secara eksplisit maupun implisit. Ancaman kekerasan atau hal yang menakut-nakuti tersebut harus ditujukan kepada orang tertentu dan mengakibatkan dampak negatif yang signifikan terhadap emosi atau kondisi korban, seperti mengakibatkan sakit atau stress atau kekhawatiran yang berkepanjangan.
     
    Esensi ketentuan dalam Pasal 29 UU ITE mengandung sifat subjektif. Maksudnya, pihak korbanlah yang dapat merasakan atau menentukan adanya ancaman atau hal yang menimbulkan ancaman rasa takut (menakut-nakuti). Perasaan tersebut perlu dipahami secara kontekstual dan dinilai secara ilmiah. Oleh karena itu, adanya dampak negatif yang signifikan terhadap emosi atau kondisi korban, seperti mengakibatkan sakit atau stress atau kekhawatiran yang berkepanjangan yang dapat dinilai secara ilmiah merupakan ukuran yang dapat digunakan.
     
    Berdasarkan uraian cerita Anda, telah terpenuhi pengancaman berdasarkan perbuatan pelaku, tetapi yang masih menjadi pertanyaan adalah motif pelaku, apakah untuk mendapatkan keuntungan (Pasal 27 ayat (4) UU ITE) atau motif lain (Pasal 29 UU ITE).
     
    Penggunaan surat pernyataan sebagaimana cerita Anda tidak dikenal dalam proses penyelesaian tindak pidana, sehingga dengan pendekatan hukum, kami tidak dapat merekomendasikan akan hal tersebut. Namun demikian, penyelesaian terbaik akan permasalahan tersebut tentu menjadi hak Anda dan korban dengan pertimbangan terbaik mengingat korban merupakan “Anak” yang wajib dilindungi berdasarkan undang-undang tentang Perlindungan Anak.
     
    Informasi Tambahan
    Sebagai informasi tambahan, jika kemudian rekaman aktivitas seksual itu benar disebarkan oleh mantan pacar keponakan Anda, maka pria tersebut dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45 ayat (1) UU 19/2016 tentang perbuatan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
     
    Sedangkan, perbuatan merekam aktivitas seksualnya itu sendiri merupakan perbuatan yang dilarang berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi yang berbunyi:
     
    Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
    1. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
    2. kekerasan seksual;
    3. masturbasi atau onani;
    4. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
    5. alat kelamin; atau
    6. pornografi anak.
     
    Ancaman pidananya adalah  pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 250 juta dan paling banyak Rp. 6 miliar.[2]
     
    Namun perlu dicatat, apabila perekaman itu untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri, hal tersebut tidak dipidana (lihat Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi).
     
    Contoh Kasus
    Sebagai contoh kasus dapat kita temukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Majene Nomor 76/Pid.B/205/PN.Mjn, dimana terdakwa telah terbukti secara dan menyakinkan telah membuat pornografi yang memuat tampilan yang mengesankan ketelanjangan. Perbuatan terebut dilakukan terdakwa dengan cara merekam aktivitas seksualnya dengan selingkuhannya tanpa sepengetahuan selingkuhnnya tersebut. Kemudian terdakwa mengcopy video buatannya tersebut ke laptop milik Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Majene. Atas perbuatannya tersebut terdakwa dipidana pidana penjara selama 6 (enam) bulan berdasarkan Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 29 UU Pornografi dan Pasal 56 ayat (2) KUHP.
     
    Contoh lain dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 6/Pid.Sus/2018/PN.Smn, dimana terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dan dilakukan secara berlanjut”.
     
    Perbuatan tersebut dilakukan dengan cara menyebarkan foto mantan pacaranya yang bermuatan asusila (seperti foto telanjang sedang melakukan hubungan seksual dan melakukan onani) melalui sosial media seperti YouTube, WhatsApp dan Instagram tanpa persetujuan/izin dan tanpa sepengetahuan mantan pacarnya. Akibat perbuatannya, terdakwa dihukum berdasarkan Pasal 45 ayat (1) UU 19/2016 jo. Pasal 27 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 64 KUHP dengan penjara selama 1 (satu) tahun dan 2 (dua) bulan, denda sebesar Rp 500 juta subsidair pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
     
    Referensi:
    Sitompul, Josua, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana, Tatanusa, 2012.
     
    Putusan:
    1. Putusan Pengadilan Negeri Majene Nomor 76/Pid.B/205/PN.Mjn;
     
     
     
     
     
     

    [1] Penjelasan Pasal 27 ayat (4) UU 19/2016
    [2] Pasal 29 UU Pornografi

    Tags

    hukumonline
    teknologi

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Mempekerjakan TKA untuk Sementara

    21 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!