Gambar Wanita Tanpa Busana Termasuk Pornografi
Untuk melihat apakah gambar wanita tanpa busana masuk dalam definisi pornografi, tentunya mengacu ke Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (“UU Pornografi”) sebagai berikut:
Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Menurut hemat kami, gambar wanita tanpa busana yang terdapat di handphone milik adik ipar Anda termasuk pornografi. Gambar tersebut termasuk produk pronografi sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi, yaitu:
Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
- persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
- kekerasan seksual;
- masturbasi atau onani;
- ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
- alat kelamin; atau
- pornografi anak.
Sebagai informasi, yang dimaksud dengan "mengesankan ketelanjangan" adalah suatu kondisi seseorang yang menggunakan penutup tubuh, tetapi masih menampakkan alat kelamin secara eksplisit.[1]
Dilarang Mempertontonkan Gambar Wanita Tanpa Busana kepada Anak
Pada dasarnya mempertontonkan gambar wanita tanpa busana sebagai produk pornografi adalah hal yang dilarang sebagaimana disebutkan di Pasal 6 UU Pornografi, yakni:
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.
Tidak ada definisi mempertontonkan dalam UU Pornografi, namun apabila merujuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagaimana diakses melalui laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, istilah mempertontonkan didefinisikan sebagai berikut:
Mempertunjukkan sesuatu (sandiwara, film, dan sebagainya) sebagai tontonan; memperagakan (keunggulan dan sebagainya); memamerkan (barang, lukisan, dan sebagainya).
Sehingga menurut hemat kami, memperlihatkan gambar wanita tanpa busana termasuk ke dalam unsur mempertontonkan produk pornografi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Terlebih, tentunya adik ipar Anda juga dilarang melibatkan anak Anda yang baru lulus sekolah dasar untuk mempertunjukkan gambar wanita tanpa busana tersebut.[2]
Perlu dikehatui bahwa dalam UU Pornografi, anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum berusia 18 tahun.[3]
Sanksi Bagi Seseorang yang Mempertontonkan Pornografi kepada Anak
Adapun sanksi yang dapat diterapkan kepada adik ipar Anda diatur di Pasal 32 UU Pornografi sebagai berikut:
Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.
Karena adik ipar Anda melibatkan anak Anda dalam kegiatan mempertontonkan gambar tersebut, maka sanksinya ditambah sepertiga dari maksimum ancaman pidananya, hal itu sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 37 UU Pornografi, yang bunyinya:
Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36, ditambah 1/3 dari maksimum ancaman pidananya.
Melaporkan Tindak Pidana Pornografi
Anda pada dasarnya dapat melaporkan setiap perbuatan yang melanggar ketentuan UU Pornografi.[4]
Namun perlu diupayakan penyelesaian secara kekeluargaan terlebih dahulu, karena perlu diingat sifat sanksi pidana sebagai senjata pamungkas atau ultimum remedium. Selengkapnya simak artikel Arti Ultimum Remedium.
Untuk itu Anda memiliki hak untuk melaporkan perbuatan adik ipar Anda ke pihak Kepolisan karena Anda melihat/menyaksikan sendiri perbuatan adik ipar Anda tersebut berdasarkan Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) berikut:
Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
Contoh Kasus
Meskipun bukan mengenai gambar, kasus yang hampir serupa terjadi di Magelang pada Putusan Pengadilan Negeri Magelang Nomor 80/Pid/B/2014/PN.Mgg.
Peristiwa ini tentang mempertontonkan pornografi dalam bentuk video porno kepada anak. Dalam kasus tersebut, saksi I sedang menunggu angkutan umum dan saksi II sedang menunggu jemputan. Kemudian terdakwa mendekati dan menawarkan kepada saksi apakah ingin melihat video bokep (porno). Kemudian terdakwa memberikan handphone-nya dan membukakan salah satu file video porno tersebut.
Saksi I dan II sempat menonoton beberapa menit sebelum kemudian orang tua saksi II datang menjemput. Video yang dilihat oleh kedua saksi berisikan adegan layaknya hubungan suami istri dan para pemeran dalam video tersebut tidak menggunakan pakaian apapun.
Untuk itu Majelis Hakim dalam amar putusannya, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “mempertontonkan pornografi kepada anak” berdasarkan Pasal 37 jo. Pasal 32 UU Pornografi, dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 6 bulan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
- Kamus Besar Bahasa Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, diakses pada tanggal 22 Juli 2019, pukul 13.38 WIB;
- Putusan Pengadilan Negeri Magelang Nomor 80/Pid/B/2014/PN.Mgg, diakses pada tanggal 22 Juli 2019, pukul 14.00 WIB.