Seorang istri dilaporkan oleh suaminya karena telah melakukan zina tanpa ada barang bukti. Namun sang istri sebenarnya telah membuat pengakuan dalam BAP (tanpa sumpah). Apakah BAP tersebut dapat dijadikan barang bukti?
Istri pada saat yang bersamaan mengajukan gugatan cerai pada suami. Lalu, apakah nanti jika sudah resmi bercerai, proses hukum terhadap perzinaan tetap dapat diteruskan?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Berita Acara Pemeriksaan (“BAP”) bukan hanya sekedar pedoman bagi hakim untuk memeriksa suatu perkara pidana melainkan juga sebagai alat bukti. Bagaimana kedudukan BAP sebagai alat bukti? Kemudian apabila pada saat bersamaan diajukan gugatan cerai dan sudah keluar putusan cerai, apakah proses hukum terhadap kasus perzinaan tetap dapat berlanjut?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Masalah perzinahan yang dibuat oleh Si Pokrol dan pertama kali dipublikasikan pada 26 September 2003.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Bisakah BAP Jadi Alat Bukti?
Secara singkat, Berita Acara Pemeriksaan (“BAP”) bisa menjadi alat bukti sesuai dengan ketentuan Pasal 187 huruf a KUHAP dan Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Disarikan dari Memahami Kaitan Antara BAP dan Putusan Hakim, BAP yang dibuat oleh penyidik memiliki kaitan yang erat dengan putusan hakim dalam suatu perkara pidana. BAP bukan hanya sekedar pedoman bagi hakim untuk memeriksa suatu perkara pidana melainkan juga sebagai alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian dan menjadi pertimbangan hakim dalam memutus.
Keabsahan BAP dapat tergantung pada berbagai faktor, termasuk apakah prosedur-prosedur yang ditetapkan. Jika ada ketidakpatuhan terhadap prosedur atau adanya unsur paksaan atau ketidaksesuaian lainnya, BAP tersebut mungkin dapat disangkal atau dipertanyakan keabsahannya di pengadilan. Selama BAP tersebut didapatkan dengan sah, maka ia dapat dijadikan barang bukti. Dalam beberapa kasus terdapat BAP yang diperoleh di bawah tekanan sehingga menjadi tidak sah demi hukum.
Dikutip dari Kaitan antara BAP dan Putusan Hakim, BAP juga merupakan salah satu alat bukti surat. Hal ini sesuai dengan Pasal 187 huruf a KUHAP, yang berbunyi:
Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
berita acara dan surat lainnya dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
Keterangan saksi, termasuk pula orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri;
Keterangan ahli;
Surat;
Petunjuk;
Keterangan terdakwa.
Dengan demikian, sepanjang BAP diperoleh dengan cara yang sah menurut hukum, maka BAP dapat dijadikan bukti di persidangan.Sedangkan mengenai sumpah sebagaimana Anda sebutkan, patut diperhatikan Pasal 116 ayat (1) KUHAP bahwa saksi diperiksa dengan tidak disumpah kecuali apabila ada cukup alasan untuk diduga bahwaia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan.
Namun, dalam praktik peradilan di Indonesia,keterangan saksi di depan persidangan dapatberbeda dengan keterangan yang saksi berikanpada proses penyidikan yang tertuang didalam BAP. Apabilaterjadi perbedaan keterangan seperti ini makaketerangan didepan pengadilanlah yang lebihdiutamakan.[1]
Sudah Keluar Putusan Cerai, Bisakah Proses Hukum Perzinaan Berlanjut?
Jika merujuk pada KUHP yang berlaku pada saat ini, Pasal 284 KUHP dinyatakan bahwa perbuatan zina dilakukan oleh salah satu atau kedua belah pihak yang masih terikat dalam ikatan perkawinan. Sementara dalam KUHP baru yaitu UU 1/2023 yang akan berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026,[2] pazal perzinaan tercantum dalam Pasal 411 UU 1/2023.
Patut dicatat, baik Pasal 284 KUHP maupun Pasal 411 UU 1/2023 termasuk delik aduan absolut, sehingga tidak dapat dituntut jika tidak ada pengaduan dari suami/istri yang dirugikan.
Dengan demikian, meskipun keduanya sudah bercerai, proses terhadap tindak pidana perzinaan tetap dapat dilanjutkan. Mengingat dalam proses beracara pidana, terdapat unsur tempus menentukan kewenangan negara untuk melakukan penuntutan. Sedang unsur locus menentukan kompetensi pengadilan untuk mengadili. Adapun menyambung kasus yang Anda ceritakan, pada saat perzinaan terjadi, status kedua pasangan masih suami istri yang terikat perkawinan.
Akan tetapi, jika dalam prosesnya ternyata tidak ada cukup bukti, berlaku Pasal 109 ayat (2) KUHAP diatur bahwa dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.
Selain itu, perlu Anda ketahui pula ketentuan hapusnya kewenangan menuntut tindak pidana perzinaan dalam Pasal 78 ayat (1) angka 2 KUHP yaitu sesudah enam tahun. Sedangkan menurut Pasal 136 ayat (1) huruf a UU 1/2023, daluwarsa tindak pidana perzinahan adalah setelah melampaui waktu tiga tahun.
Erick Malombeke, dkk. Peranan Berita Acara Pemeriksaan Perkara (BAP) dalam Proses Peradilan Pidana. Jurnal Lex Administratum, Vol. IX/No. 4/Apr/EK/2021.
[1] Erick Malombeke, dkk. Peranan Berita Acara Pemeriksaan Perkara (BAP) dalam Proses Peradilan Pidana. Jurnal Lex Administratum, Vol. IX/No. 4/Apr/EK/2021, hal. 145