Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukum Merekam Menggunakan Kamera Tersembunyi (Hidden Camera)

Share
copy-paste Share Icon
Teknologi

Hukum Merekam Menggunakan Kamera Tersembunyi (Hidden Camera)

Hukum Merekam Menggunakan Kamera Tersembunyi (Hidden Camera)
Teguh Arifiyadi, S.H., M.H.Indonesia Cyber Law Community (ICLC)
Indonesia Cyber Law Community (ICLC)
Bacaan 10 Menit
Hukum Merekam Menggunakan Kamera Tersembunyi (Hidden Camera)

PERTANYAAN

Apakah diperbolehkan menggunakan alat khusus yang gunanya untuk merekam secara diam-diam (spy pen cam, alat perekam video dan suara berbentuk pena) perbincangan-perbincangan dengan siapapun juga?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Pembaca hukumonline setia,

     

    Merekam secara diam-diam menggunakan perangkat teknologi tertentu seperti kamera tersembunyi, alat perekam video, maupun perekam suara, menurut pendapat kami dapat dikategorikan sebagai illegal interception sesuai dengan Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) dengan catatan bahwa informasi elektronik yang direkam tersebut tidak dimaksudkan untuk publik. Contoh informasi elektronik yang tidak dimaksudkan untuk publik seperti; percakapan tentang kehidupan pribadi seseorang yang direkam diam-diam, percakapan tentang rahasia dagang, percakapan tentang rahasia negara, percakapan yang harus dirahasiakan atas permintaan lawan bicara, atau informasi yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan wajib untuk dijaga, dll. Sedangkan, contoh informasi elektronik yang direkam namun bersifat publik adalah percakapan pengaduan layanan operator telekomunikasi yang direkam oleh operator, perekaman menggunakan perangkat CCTV pada pusat perbelanjaan dan jalan raya, perekaman suara/video dalam rangka kepentingan pemberitaan tertentu, dll.

    KLINIK TERKAIT

    Kekuatan Hukum Perjanjian Asuransi via Telemarketing

    Kekuatan Hukum Perjanjian Asuransi via Telemarketing
     

    Definisi intersepsi atau penyadapan dijelaskan dalam penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU ITE yaitu; “… kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi”.

     

    Sedangkan, terkait larangan intersepsi atau penyadapan sesuai bunyi Pasal 31 ayat (2) UU ITE adalah sebagai berikut:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.

     

    Pengecualian atas intersepsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (2) UU ITE di atas, adalah intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang (Pasal 31 ayat [3] UU ITE).

     

    Ancaman dari Pasal 31 ayat (2) UU ITE tersebut adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800 juta rupiah (Pasal 47 UU ITE).

     

    Selain Pasal 31 ayat (2) UU ITE, pelaku perekaman diam-diam juga dapat digugat secara perdata berdasarkan Pasal 26 UU ITE. Pasal 26 UU ITE mengatur tentang hak setiap orang untuk mengajukan gugatan perdata apabila merasa hak pribadinya telah dirugikan.

     

    Bunyi Pasal 26 UU ITE selengkapnya adalah sebagai berikut:

    (1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.

    (2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.

     

    Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan “data pribadi” merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Yang dimaksud “hak pribadi” terkait pemanfaatan teknologi informasi berdasarkan penjelasan Pasal 26 UU ITE yaitu:

     

    1.    hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.

    2.    hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan memata-matai.

    3.    hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.

     

    Dengan demikian, dapat kami simpulkan berdasarkan pertanyaan Anda, bahwa merekam percakapan secara diam-diam dengan menggunakan media sistem elektronik merupakan perbuatan pidana dan juga dapat digugat secara perdata.

     

    Demikian jawaban singkat kami, semoga membantu.

     
    Terima kasih.
     
    Catatan editor:

    Klinik Hukumonline telah menerima beberapa masukan dari pembaca berkaitan dengan artikel jawaban ini. Masukan-masukan tersebut kemudian kami teruskan kepada Sdr. Teguh Arifiyadi. Pada 29 Mei 2013 Sdr. Teguh Arifiyadi mengirimkan kembali artikel jawaban yang pada bagian-bagian tertentu telah mengalami perbaikan yang kami sampaikan dalam boks ralat di bawah. Kami publikasikan ralat di bawah ini pada tanggal yang sama.

     
    RALAT
     

    1.    Dalam Paragraf 1 tertulis:

    Merekam secara diam-diam menggunakan perangkat teknologi tertentu seperti kamera tersembunyi, alat perekam video, maupun perekam suara, menurut pendapat kami dapat dikategorikan sebagai illegal interception sesuai dengan Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) dengan catatan bahwa informasi elektronik yang direkam tersebut tidak dimaksudkan untuk publik. Contoh informasi elektronik yang tidak dimaksudkan untuk publik seperti; percakapan tentang kehidupan pribadi seseorang yang direkam diam-diam, percakapan tentang rahasia dagang, percakapan tentang rahasia negara, percakapan yang harus dirahasiakan atas permintaan lawan bicara, atau informasi yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan wajib untuk dijaga, dll. Sedangkan, contoh informasi elektronik yang direkam namun bersifat publik adalah percakapan pengaduan layanan operator telekomunikasi yang direkam oleh operator, perekaman menggunakan perangkat CCTV pada pusat perbelanjaan dan jalan raya, perekaman suara/video dalam rangka kepentingan pemberitaan tertentu, dll.

     

    Ralat dari Sdr. Teguh Arifiyadi untuk paragraf 1:

    Setelah mengkaji dengan menerima beberapa masukan, khususnya dari pembaca hukumonline, kami menyepakati bahwa perekaman sebagaimana dimaksud pertanyaan Saudara bukan termasuk kategori intersepsi sebagaimana Pasal 31 ayat (2) UU ITE dengan dasar bahwa tidak ada “transmisi” informasi elektronik yang diintersep.

     

    Berdasarkan spesifikasi “kamera perekam mata-mata” atau spy pen cam yang beredar saat ini, diketahui bahwa spy pen cam yang banyak beredar hanya alat rekam yang menyimpan file suara dan video biasa yang tidak memanfaatkan jaringan kabel maupun nirkabel. Kendati demikian, beberapa perangkat sejenis telah dimodifikasi sebagai perangkat intersep sebagaimana dimaksud dalam UU ITE. Cara kerja spy pen cam jenis ini adalah menjadi perangkat antena yang berfungsi sebagai seolah-olah sebagai akses poin (semacam fake wireless router) yang menghubungkan jaringan perangkat yang disadap dengan perangkat orang yang menyadap, Jika ditemukan perangkat demikian, maka perbuatan menyadap tersebut termasuk kategori intersepsi sebagaimana Pasal 31 ayat (2) UU ITE tentu saja dengan catatan bahwa informasi elektronik yang direkam tersebut tidak dimaksudkan untuk publik.

     

    2.    Di antara paragraf 8 (uraian tentang “hak pribadi” dan penjelasan Pasal 26 UU ITE) dan paragraf 9 (kesimpulan jawaban), Sdr. Teguh Arifiyadi menambahkan 1 paragraf baru, sebagai berikut:

     

    UU ITE tidak mendefinisikan arti kata “tindakan memata-matai”. Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa merekam diam-diam bukan tindakan memata-matai, namun kami berpendapat bahwa merekam komunikasi orang lain tanpa izin dapat diartikan sebagai kegiatan memata-matai atau “mengamati dengan cara diam-diam” (sebagaimana definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online versi 1.2).

     

    3.    Dalam paragraf 9 tertulis:

    Dengan demikian, dapat kami simpulkan berdasarkan pertanyaan Anda, bahwa merekam percakapan secara diam-diam dengan menggunakan media sistem elektronik merupakan perbuatan pidana dan juga dapat digugat secara perdata.

     

    Ralat dari Sdr. Teguh Arifiyadi untuk paragraf 9:

    Dengan demikian, dapat kami simpulkan berdasarkan pertanyaan Anda, bahwa merekam percakapan secara diam-diam dengan menggunakan media sistem elektronik bukan merupakan tindak pidana berdasarkan Pasal 32 ayat (1) UU ITE, namun dapat digugat secara perdata berdasarkan Pasal 26 UU ITE.

     
     
     

    Klinik hukumonline dan Sdr. Teguh Arifiyadi mengucapkan terima kasih kepada pembaca hukumonline atas koreksi dan masukan yang telah disampaikan.

     
    Dasar hukum:

    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

     

    Tags

    penyadapan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Pasal Penipuan Online untuk Menjerat Pelaku

    27 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!