Saya ingin bertanya, bagaimana jika saya melakukan jual beli dengan seseorang yang sedang mabuk, yang mana orang tersebut memberikan harga yang murah karena ia dalam keadaan mabuk? Apakah jual beli tersebut sah? Bagaimana jika setelah ia sadar, ia meminta kembali barangnya atau meminta barangnya dibeli dengan harga yang wajar (meminta tambahan uang), apakah itu bisa?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Jual beli, berdasarkan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.
Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar (Pasal 1458 KUHPer).
Karena jual beli adalah suatu persetujuan atau perjanjian, maka untuk syarat sahnya jual beli, kita merujuk juga pada syarah sahnya perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPer, yaitu:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
3.suatu pokok persoalan tertentu;
4.suatu sebab yang tidak terlarang.
Syarat pertama dan kedua adalah syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat adalah syarat objektif.
Karena dalam uraian Anda yang dipermasalahkan adalah orang yang menjual barang dalam keadaan mabuk, maka ini berhubungan dengan syarat subjektif. Menurut pendapat Subekti sebagaimana dikutip oleh Elly Erawati dan Herlien Budiono dalam buku Penjelasan Hukum tentang Kebatalan Perjanjian (hal. 64), untuk syarat kedua yaitu setiap orang yang membuat perjanjian harus cakap, yaitu setiap orang yang sudah dewasa atau akil balik dan sehat pikirannya. Dalam Pasal 1330 KUHPer disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian, yaitu:
1.orang-orang belum dewasa;
2.mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; dan
3.orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Lebih lanjut pada halaman 76 disebutkan bahwa ada keadaan lain yang berkaitan dengan syarat kecakapan untuk membuat suatu perjanjian sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian. Yaitu keadaan ‘tidak mampu secara faktual’.
Elly Erawati dan Herlien Budiono membedakan antara tidak cakap dan tidak mampu secara faktual. Yang termasuk dalam tidak mampu secara faktual ini misalnya adalah orang-orang yang terhipnotis atau berada di bawah pengaruh narkotika. Ketidakmampuan faktual tersebut harus dibuktikan keberadaannya di pengadilan.
Menjawab pertanyaan Anda, berarti dalam hal si penjual mabuk dan meminta agar jual beli dibatalkan, dalam hal ini ia mengalami ketidakmampuan faktual, yang mana harus ia buktikan di muka hakim. Jika hakim membatalkan jual beli ini, maka sejak pembatalan oleh hakim tersebut, jual beli tidak mempunyai kekuatan hukum.