Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perusakan Barang Murah Termasuk Tindak Pidana?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Perusakan Barang Murah Termasuk Tindak Pidana?

Perusakan Barang Murah Termasuk Tindak Pidana?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Perusakan Barang Murah Termasuk Tindak Pidana?

PERTANYAAN

Apakah pengrusakan barang seperti ember atau barang barang yang nilai harganya sangat murah bisa dijerat Pasal 406 KUHP?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Sebelumnya, kita simak bersama bunyi Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) khususnya ayat (1) tentang pengrusakan barang:

     

    “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

    KLINIK TERKAIT

    Terganggu karena Ulah Tetangga Ribut, Ini Hukumnya

    Terganggu karena Ulah Tetangga Ribut, Ini Hukumnya
     

    Unsur-unsur dari Pasal 406 ayat (1) KUHP, yaitu:

    a.    Barangsiapa;

    b.    Dengan sengaja dan melawan hukum;

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    c.    Melakukan perbuatan menghancurkan, merusakkan, membuat tidak dapat dipakai atau menghilangkan barang;

    d.    Barang tersebut seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain

     

    R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, mengatakan bahwa supaya dapat dihukum menurut pasal ini, harus dibuktikan (hal. 279):

    a.    bahwa terdakwa telah membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi, atau menghilangkan suatu barang;

    b.    bahwa pembinasaan dan sebagainya itu harus dilakukan dengan sengaja dan dengan melawan hak;

    c.    bahwa barang itu harus sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain.

     

    Soesilo mencontohkan misalnya A benci kepada B, kemudian untuk melepaskan marahnya, tanaman B dirusak atau sepeda B dihancurkan. Lebih lanjut Soesilo menguraikan hal-hal berikut:

    a.    “Membinasakan”= menghancurkan (vernielen) atau merusak sama sekali, misalnya membanting gelas, cangkir, tempat bunga, sehingga hancur.

    b.    “Merusakkan”= kurang daripada membinasakan (beschadigen), misalnya memukul gelas, piring, cangkir, dan sebagainya, tidak sampai hancur, akan tetapi hanya pecah sedikit retak atau hanya putus pegangannya.

    c.    “Membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi”= di sini tindakan itu harus demikian rupa sehingga barang itu tidak dapat diperbaiki lagi.

    d.    “Menghilangkan”= membuat sehingga barang itu tidak ada lagi, misalnya dibakar sampai habis, dibuang di kali atau laut hingga hilang.

    e.    “Barang”= barang yang terangkat maupun barang yang tidak terangkat.

     

    Soesilo memang tidak memberikan penjelasan seberapa besar atau kecilnya nilai barang yang dihancurkan atau dibinasakan tersebut. Akan tetapi, mengenai nilai barang kita dapat melihat pada ketentuan Pasal 407 ayat (1) KUHP, yaitu:

     

    “Perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 406, jika harga kerugian tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.”

     

    Jika nilai barangnya tidak lebih dari Rp 25,- (dua puluh lima rupiah), maka pasal yang digunakan adalah Pasal 407 ayat (1) KUHP. Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya nilai mata uang, patokan nilai tersebut tidak dapat digunakan lagi.

     

    Nilai tersebut telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-UndangNo. 16 Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“Perpu 16/1960”). Dalam Pasal 1 Perpu 16/1960 dikatakan bahwa kata-kata "vijfen twintie gulden" (diterjemahkan menjadi dua puluh lima rupiah) dalam pasal-pasal 364, 373 379, 384 dan 407 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana diubah menjadi “dua ratus lima puluh rupiah". Yang mana ketentuan ini kemudian diubah lagi oleh Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP yang berbunyi:

     

    “Kata-kata "dua ratus puluh lima rupiah" dalam pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).”

     

    Ini berarti selama barang yang dirusak tersebut tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), maka perbuatan pengrusakan tersebut dipidana dengan Pasal 407 ayat (1) KUHP.

     

    Sebagai contoh dari pengrusakan atas barang yang menggunakan Pasal 407 ayat (1) KUHP dapat dilihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe Nomor: 07/PID.C/2014/PN. KBJ. Pada kasus ini meja rumah makan milik korban dibacok dengan menggunakan parang oleh terdakwa. Meja milik korban rusak dan tidak dapat dipakai lagi dan korban mengalami kerugian Rp. 700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah). Atas tindakannya, terdakwa dihukum pidana penjara selama 1 (satu) bulan. Pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali dikemudian hari ada perintah lain dalam Putusan Hakim oleh karena terdakwa melakukan tindak pidana sebelum lewat masa percobaan selama 2 (dua) bulan.

     

    Namun, satu hal yang penting diperhatikan adalah hukum pidana digunakan sebagai alat terakhir (ultimum remedium), yakni penerapan sanksi pidana merupakan sanksi pamungkas (terakhir) dalam penegakan hukum. Oleh karena itu, jika memang nilai suatu barang dianggap kecil dan tidak seberapa, terkait pengrusakan terhadap barang tersebut hendaknya tidak serta-merta langsung dibawa ke ranah pidana. Jika memang masalah dapat diselesaikan secara musyawarah, baiknya memang diselesaikan secara kekeluargaan dengan menyampingkan jalur hukum.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    2.    Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-UndangNo. 16 Tahun 1960 tentangBeberapa Perubahan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    3.    Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP.

     
    Referensi:

    R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor. 

     
    Putusan:

    Putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe Nomor: 07/PID.C/2014/PN. KBJ.

     

        

    Tags

    barang

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Akun Pay Later Anda Di-Hack? Lakukan Langkah Ini

    19 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!