Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Menjadikan Wilayah Permukiman sebagai Domisili PT

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Menjadikan Wilayah Permukiman sebagai Domisili PT

Menjadikan Wilayah Permukiman sebagai Domisili PT
EasybizEasybiz
Easybiz
Bacaan 10 Menit
Menjadikan Wilayah Permukiman sebagai Domisili PT

PERTANYAAN

Saya bermaksud membuat PT, apakah domisili PT bisa di rumah? untuk wilayah Bogor. Rumahnya bukan sebagai tempat usaha, tapi back office saja. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Untuk memanfaatan ruang dan wilayah, baik Pemerintah Kabupaten Bogor maupun Kota Bogor memiliki acuannya masing-masing.
     
     
    Sementara untuk wilayah Kota Bogor, yang bisa dijadikan acuan adalah Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Domisili Perseroan Terbatas (“PT”), mengacu pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”) yaitu tempat kedudukan. Dalam pasal tersebut diatur bahwa:
    1. Perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar.
    2. Perseroan mempunyai alamat lengkap sesuai dengan tempat kedudukannya.
    3. Dalam surat-menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh Perseroan, barang cetakan, dan akta dalam hal Perseroan menjadi pihak harus menyebutkan nama dan alamat lengkap Perseroan.
     
    Adapun Penjelasan Pasal 5 UU PT menyatakan bahwa yang dimaksud tempat kedudukan Perseroan sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan. Selain itu, perseroan wajib mempunyai alamat sesuai dengan tempat kedudukannya yang harus disebutkan, antara lain dalam surat-menyurat dan melalui alamat tersebut Perseroan dapat dihubungi.
     
    Pada proses selanjutnya, setiap perusahaan termasuk yang berbentuk PT, wajib didaftarkan sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (“UU 3/1982”). Adapun hal-hal yang wajib didaftarkan sebagaimana Pasal 11 UU 3/1982, antara lain:
    1. 1) nama perseroan; 2) merek perusahaan.
    2. 1) tanggal pendirian perseroan; 2) jangka waktu berdirinya perseroan.
    3. 1) kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha perseroan; 2) izin-izin usaha yang dimiliki.
    4. 1) alamat perusahaan pada waktu perseroan didirikan dan setiap perubahannya; 2) alamat setiap kantor cabang, kantor pembantu dan agen serta perwakilan perseroan.
     
    Dalam praktiknya di lapangan, kedudukan perusahaan ini sering disebut domisili perusahaan. Dokumen yang umumnya dipakai untuk menjelaskan hal tersebut adalah Surat Keterangan Domisili Perusahaan (“SKDP”) atau Surat Keterangan Domisili Usaha (“SKDU”). Perbedaan penyebutan dokumen mengenai domisili ini amat mungkin berbeda tergantung daerah dan kebijakan pemerintah daerah setempat.
     
    Terkait pertanyaan Anda apakah boleh menggunakan rumah di wilayah Bogor untuk dijadikan domisili PT, sayangnya tidak dijelaskan apakah wilayah tersebut ada di Kabupaten Bogor atau Kota Bogor. Selain itu, kami juga tidak mendapat kejelasan mengenai bidang usaha apa yang akan dijalankan oleh perusahaan yang akan Anda dirikan tersebut.
     
    Karena wilayah Bogor terbagi pada dua pemerintah daerah di atas, maka beberapa poin berikut mungkin bisa dijadikan patokan, terutama terkait pemanfaatan ruang dan wilayah. Hal ini sesuai dengan amanat dalam Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (“UU 26/2007”) yang menyatakan bahwa ketentuan perizinan diatur oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    Rencana Tata Ruang Kabupaten Bogor
    Untuk memanfaatan ruang dan wilayah, baik Pemerintah Kabupaten Bogor maupun Kota Bogor memiliki acuannya masing-masing. Untuk Pemerintah Kabupaten Bogor, acuan yang digunakan adalah Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor 2016-2036 (“Perda Kabupaten Bogor 11/2016”).
     
    Perlu dipahami bahwa rencana pola ruang wilayah, terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya.[1] Pemerintah Kabupaten Bogor, melalui Pasal 39 Perda Kabupaten Bogor 11/2016 mengatur bahwa kawasan budidaya terdiri atas:
    1. kawasan peruntukan hutan produksi;
    2. kawasan peruntukan pertanian;
    3. kawasan perikanan;
    4. kawasan pertambangan;
    5. kawasan peruntukan industri;
    6. kawasan pariwisata;
    7. kawasan peruntukan permukiman; dan
    8. kawasan lainnya.
     
    Adapun ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan permukiman harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut:[2]
    1. kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan harus dapat menjadi tempat hunian yang aman, nyaman dan produktif, serta didukung oleh sarana dan prasarana permukiman;
    2. pengembangan permukiman kawasan khusus seperti penyediaan tempat peristirahatan pada kawasan pariwisata, kawasan permukiman baru sebagai akibat perkembangan infrastruktur, kegiatan sentra ekonomi, sekitar kawasan industri, dilakukan dengan tetap memegang kaidah lingkungan hidup dan sesuai dengan rencana tata ruang;
    3. penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan;
    4. penetapan ketentuan teknis bangunan;
    5. pengembangan permukiman perkotaan kepadatan tinggi dan menengah, diarahkan pada perbaikan kualitas permukiman dan pengembangan perumahan secara vertikal;
    6. pengembangan permukiman perkotaan kepadatan rendah dilakukan melalui pembentukan pusat pelayanan kecamatan;
    7. setiap kawasan permukiman dilengkapi dengan sarana dan prasarana permukiman sesuai hirarki dan tingkat pelayanan masing-masing;
    8. permukiman perkotaan diarahkan pada penyediaan hunian yang layak dan dilayani oleh sarana dan prasarana permukiman yang memadai;
    9. membentuk klaster-klaster permukiman untuk menghindari penumpukan dan penyatuan antar kawasan permukiman, dan diantara klaster permukiman disediakan ruang terbuka hijau (RTH);
    10. permukiman perdesaan sebagai hunian berbasis agraris, dikembangkan dengan memanfaatkan lahan pertanian, halaman rumah, dan lahan kurang produktif sebagai basis kegiatan usaha;
    11. permukiman perdesaan yang berlokasi di pegunungan dikembangkan dengan berbasis perkebunan dan hortikultura, disertai pengolahan hasil, permukiman perdesaan yang berlokasi di dataran rendah, basis pengembangannya meliputi pertanian tanaman pangan dan perikanan darat, serta pengolahan hasil pertanian;
    12. penetapan tema arsitektur bangunan; danpenetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan.
     
    Berdasarkan penelusuran Easybiz terhadap Perda di atas, untuk area permukiman kegiatan usaha tertentu bisa dilaksanakan di sana. Adapun kegiatan usaha yang bisa dikembangkan adalah kegiatan usaha industri kecil dan mikro.[3] Kegiatan pembangunan sarana pendidikan, mulai tingkat dasar sampai dengan tingkat menengah juga bisa dilakukan pada pusat permukiman yang disesuaikan dengan kebutuhan standar pelayanan minimal.[4]
     
    Rencana Tata Ruang Kota Bogor
    Untuk wilayah Kota Bogor, yang bisa dijadikan acuan adalah Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031 (“Perda Kota Bogor 8/2011”). Dalam Pasal 48 Perda Kota Bogor 8/2011, untuk rencana kawasan budidaya ditetapkan sebagai berikut:
    1. rencana kawasan perumahan;
    2. rencana lokasi industri;
    3. rencana kawasan perdagangan dan jasa;
    4. rencana kawasan pertahanan dan keamanan;
    5. rencana peruntukan pelayanan umum:
      1. prasarana dan sarana pendidikan;
      2. prasarana dan sarana kesehatan;
      3. prasarana dan sarana peribadatan;
      4. prasarana dan sarana tempat pemakaman umum (TPU);
      5. prasarana dan sarana olahraga.
    6. rencana kawasan pemerintahan;
    7. rencana kawasan pariwisata;
    8. rencana kawasan pertanian;
    9. rencana Kawasan Penunjang Pertanian;
      1. terminal Agribisnis;
      2. rumah Potong Hewan.
    10. rencana pengembangan ruang dan jalur evakuasi bencana;
    11. rencana pengembangan RTNH; dan
    12. rencana penataan sektor informal.
     
    Dalam aturan yang dikeluarkan pada 28 Juni 2011 ini, ketentuan umum kawasan perumahan ditetapkan sebagai berikut:[5]
    1. Ruang Terbuka Hijau (“RTH”) privat paling sedikit 10% (sepuluh persen);
    2. ketentuan tingkat kepadatan bangunan pada kawasan permukiman horizontal paling banyak 50 bangunan per hektar, dengan dilengkapi utilitas yang memadai;
    3. garis sempadan bangunan (“GSB”) minimum berbanding lurus dengan ruang milik jalan;
    4. tinggi bangunan maksimum dibatasi kemampuan daya dukung struktur tanah dan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (“KKOP”);
    5. setiap kawasan perumahan wajib menyediakan RTH publik paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari luas kawasan perumahan dan tidak bisa dialihkan fungsinya menjadi peruntukan lain;
    6. koefisien dasar bangunan (“KDB”) untuk kawasan perumahan kepadatan tinggi ditetapkan untuk perumahan vertikal maksimum 30% (tiga puluh persen);
    7. KDB untuk kawasan perumahan kepadatan sedang ditetapkan maksimum 50% (lima puluh persen);
    8. KDB untuk kawasan perumahan kepadatan rendah ditetapkan maksimum 30 % (tiga puluh persen);
    9. garis sempadan saluran, sungai dan situ disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang sumber daya air;
    10. pembangunan kawasan perumahan tidak mengkonversi lahan pertanian irigasi teknis;
    11. mengendalikan alih fungsi perumahan menjadi kegiatan lainnya;
    12. menyediakan sarana pendidikan, kesehatan, lapangan olahraga, sarana perdagangan dan jasa serta penyediaan tempat pengolahan sampah skala perumahan sesuai kriteria yang ditentukan;
    13. meremajakan kawasan permukiman kumuh di perkotaan;
    14. integrasi infrastruktur antar perumahan dengan lingkungan sekitarnya; dan
    15. kawasan perumahan yang berada pada daerah rawan bencana longsor secara bertahap akan ditangani melalui pendekatan lingkungan, sosial dan ekonomi.
     
    Selain mengatur hal-hal di atas, ada juga pembatasan kegiatan usaha di kawasan perumahan atau permukiman ini. Misalnya saja, membatasi kegiatan komersil pada zona perumahan sesuai dengan skala pelayanannya.[6] Namun, Pemerintah Kota Bogor berkomitmen untuk mempertahankan dan mengembangkan industri kecil yang berkembang di perumahan dengan syarat tidak menimbulkan dampak negatif.[7]
     
    Agar bisa mendapatkan izin yang sesuai dan legal untuk perusahaan yang akan didirikan, sebaiknya Anda menghubungi kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (“PTSP”) di kelurahan atau kecamatan setempat. Hal ini perlu dilakukan untuk mendapatkan saran dan pemahaman yang menyeluruh terkait pendirian perusahaan dan izin berusaha untuk perusahaan yang akan Anda dirikan.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;

    [1] Pasal 29 ayat (1) Perda Kabupaten Bogor 11/2016
    [2] Pasal 65 Perda Kabupaten Bogor 11/2016
    [3] Pasal 44 ayat (3) Perda Kabupaten Bogor 11/2016
    [4] Pasal 47 ayat (5) huruf a Perda Kabupaten Bogor 11/2016
    [5] Pasal 73 huruf a Perda Kota Bogor 8/2011
    [6] Pasal 73 huruf c angka 7
    [7] Pasal 50 ayat (1) huruf d

    Tags

    bisnis
    pt

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Baca Tips Ini Sebelum Menggunakan Karya Cipta Milik Umum

    28 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!