Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dipecat Tanpa Pesangon dan Gaji, Bolehkah Karyawan Menahan Data Perusahaan?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Dipecat Tanpa Pesangon dan Gaji, Bolehkah Karyawan Menahan Data Perusahaan?

Dipecat Tanpa Pesangon dan Gaji, Bolehkah Karyawan Menahan Data Perusahaan?
Togar S.M. Sijabat, S.H., M.H. PBH Peradi
PBH Peradi
Bacaan 10 Menit
Dipecat Tanpa Pesangon dan Gaji, Bolehkah Karyawan Menahan Data Perusahaan?

PERTANYAAN

Sebelumnya, saya bekerja di sebuah perusahaan sebagai admin yang menyimpan data perusahaan ke dalam flash disk. Selama enam bulan, gaji saya yang senilai UMR sama sekali tidak dibayarkan sepersen pun. Awalnya saya biasa saja dan legowo, dengan harapan gaji saya dibayar nantinya.
 
Hari demi hari, tidak ada niatan baik dari perusahaan untuk menggaji, hingga hampir memasuki bulan ketujuh. Suatu hari, saya tiba-tiba dipanggil oleh GM perusahaan. Saya dipecat tanpa pesangon dan tanpa gaji.
 
Apa yang harus saya lakukan? Apakah saya benar jika sebelum keluar dari perusahaan saya bilang ke GM, "Password akan saya kasih jika perusahaan membayarkan gaji saya. Sudah itu saja yang saya minta"? Karena sebelumnya saya hanya berniat mengamankan data, jadi saya password. Apakah saya salah? Jika pihak perusahaan menuntut, langkah hukum apa yang seharusnya saya lakukan? Saya cuma ingin hak saya saja.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pekerja yang tidak menerima hak gajinya dan mengalami pemutusan hubungan kerja secara sepihak dapat mengajukan perselisihan hubungan industrial. Tahap pertama adalah dengan merundingkan masalah ini dengan perusahaan (perundingan bipartit). Apabila tidak diperoleh hasil memuaskan, pekerja dapat mengadu ke instansi ketenagakerjaan setempat. Jika masih tidak tercapai kesepakatan, pekerja dapat mengajukan gugatan lewat pengadilan hubungan industrial (“PHI”).
     
    Di sisi lain, pekerja sebaiknya tidak menahan data milik perusahaan, karena berpotensi menimbulkan masalah baru. Jika perusahaan menolak menjalankan putusan PHI, pekerja dapat memohonkan sita eksekutorial atau mengajukan gugatan pailit atas pengusaha.
     
    Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Sengketa Hak dan PHK
    Perlu kami jelaskan bahwa seluruh hak dan kewajiban yang dimiliki pekerja dan perusahaan pada dasarnya diatur oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Suatu hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.[1]
     
    Upah sendiri adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.[2]
     
    Terkait pemutusan hubungan kerja (“PHK”) yang Anda alami, seharusnya mengikuti tahapan-tahapan yang diatur undang-undang sebagai berikut:[3]
    • Perusahaan wajib merundingkan maksud PHK tesebut dengan Anda selaku pekerja;
    • Bila perundingan gagal dan tidak menghasilkan persetujuan, maka pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
     
    Bila merujuk dari apa yang Anda jelaskan, menurut kami PHK yang Anda alami bertentangan dengan tahapan-tahapan PHK di atas. Apalagi perusahaan tidak menjelaskan alasan di balik PHK dan masih menunggak hak Anda.
     
    Apabila Anda keberatan dengan PHK tersebut, maka sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU 2/2004”), kami menyarankan Anda agar terlebih dahulu mengupayakan perundingan dengan pihak perusahaan secara musyawarah untuk mencapai mufakat (perundingan bipartit).[4]
     
    Adapun hal-hal yang perlu Anda rundingkan adalah mengenai hak-hak Anda, serta kemungkinan untuk tetap dapat bekerja pada posisi dan jabatan semula. Namun, jika perusahaan menolak permintaan Anda untuk bekerja kembali dan menolak memberikan hak-hak Anda, perusahaan dapat diadukan pada instansi ketenagakerjaan setempat.[5] Instansi ketenagakerjaan akan memanggil pihak perusahaan dan Anda untuk menyelesaikan masalah, salah satunya dengan mediasi oleh mediator hubungan industrial yang ditunjuk.
     
    Apabila perundingan di hadapan mediator hubungan industrial berhasil, maka mediator hubungan industrial akan membuat perjanjian perdamaian yang ditandatangani para pihak dan didaftarkan pada pengadilan hubungan industrial (“PHI”) setempat.[6] Namun bila perundingan gagal, maka mediator hubungan industrial akan menerbitkan anjuran tertulis dalam bentuk risalah penyelesaian melalui mediasi.[7]
     
    Langkah hukum berikutnya yang dapat Anda tempuh untuk menuntut hak-hak Anda adalah dengan mengajukan gugatan pada PHI setempat.[8] Gugatan harus melampirkan anjuran tertulis yang diterbitkan mediator hubungan industrial. Karena tanpa risalah tersebut, gugatan wajib dikembalikan oleh hakim PHI.[9]
     
    Jika Pengusaha Menolak Menjalankan Putusan PHI
    Mengenai data yang sudah Anda password, kembalikanlah kepada perusahaan. Bagaimanapun, Anda mendapatkannya karena terikat hubungan kerja dengan mereka.
     
    Jangan sampai, perbuatan Anda tersebut justru menimbulkan masalah baru. Anda dapat saja dilaporkan ke polisi atas dasar Pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:
     
    Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
     
    Guna memaksa pengusaha agar mematuhi putusan PHI dan melaksanakan hak-hak Anda, terdapat beberapa langkah lain yang dapat Anda tempuh. Sebagaimana diuraikan dalam artikel Putusan PHI yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap, pekerja dapat memohonkan sita eksekutorial atas barang-barang milik pengusaha.
     
    Permohonan sita eksekutorial itu tetap diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Setelah semua barang-barang disita, kemudian akan dilelang. Hasilnya akan digunakan untuk membayarkan kewajiban pengusaha kepada pekerja dan juga biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan putusan tersebut.
     
    Selain itu, pekerja juga dapat mengajukan gugatan pailit ke Pengadilan Niaga. Jumlah besaran pesangon yang sudah ditetapkan berdasarkan putusan PHI yang sudah inkracht akan menjadi utang pengusaha dan piutang pekerja. Di sini berarti kedudukan pekerja adalah kreditur, sementara pengusaha menjadi debitur.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XIII/2015.
     

    [1] Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan
    [2] Pasal 1 angka 30 UU Ketenagakerjaan
    [3] Pasal 151 ayat (2) dan (3) UU Ketenagakerjaan
    [4] Pasal 3 ayat (1) UU 2/2004
    [5] Pasal 4 ayat (1) UU 2/2004
    [6] Pasal 13 ayat (1) UU 2/2004
    [7] Pasal 13 ayat (2) huruf a jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XIII/2015
    [8] Pasal 5 UU 2/2004
    [9] Pasal 83 ayat (1) UU 2/2004

    Tags

    hukumonline
    karyawan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Simak! Ini 5 Langkah Merger PT

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!