KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jerat Pidana bagi SPBU yang Membantu Penimbunan BBM yang Ilegal

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Jerat Pidana bagi SPBU yang Membantu Penimbunan BBM yang Ilegal

Jerat Pidana bagi SPBU yang Membantu Penimbunan BBM yang Ilegal
Sigar Aji Poerana, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jerat Pidana bagi SPBU yang Membantu Penimbunan BBM yang Ilegal

PERTANYAAN

Apa sanksi jika SPBU melayani pembelian bensin dengan jeriken dalam jumlah besar?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Jika pembelian bahan bakar minyak (“BBM”) dalam jumlah besar bertujuan untuk melakukan penimbunan, pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dapat dijerat pidana atas tindak pidana pembantuan. Perbuatan ini diatur dalam Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
     
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Dugaan Penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM)
    Sebelum menguraikan lebih jauh sanksi bagi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (“SPBU”) yang melayani pembelian bahan bakar minyak (“BBM”) dengan jeriken dalam jumlah besar, ada perlunya kita ketahui terlebih dahulu ketentuan hukum mengenai jual beli dan penyimpanan BBM itu sendiri.
     
    Karena Anda tidak menerangkan tujuan pembelian dengan jeriken dalam jumlah besar tersebut, kami asumikan pembeli yang Anda maksud hendak melakukan penimbunan atas BBM jenis tertentu.
     
    Pasal 18 ayat (2) dan (3) Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (“Perpres 191/2014”) berbunyi:
     
    1. Badan Usaha dan/atau masyarakat dilarang melakukan penimbunan dan/atau penyimpanan serta penggunaan Jenis BBM Tertentu yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    2. Badan Usaha dan/atau masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    Yang dimaksud sebagai jenis BBM tertentu sendiri adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi dan/atau bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi yang telah dicampurkan dengan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain dengan jenis, standar dan mutu (spesifikasi), harga, volume, dan konsumen tertentu dan diberikan subsidi.[1]
     
    Lebih spesifik lagi, jenis BBM tertentu terdiri atas minyak tanah (kerosene) dan minyak solar (gas oil).[2]
     
    Dapat dikatakan, Perpres 191/2014 dan perubahannya secara spesifik melarang penimbunan dan/atau penyimpanan minyak tanah (kerosene) dan minyak solar (gas oil).
     
    Di sisi lain, Pasal 53 jo. Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (“UU 22/2001”) kemudian mengatur bahwa:
     
    Setiap orang yang melakukan:
    1. Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengolahan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);
    2. Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah);
    3. Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah);
    4. Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).
     
    Berdasarkan uraian tersebut, pembeli BBM dengan jeriken dengan jumlah banyak dapat diduga melakukan penyimpanan tanpa izin, sehingga dapat dipidana berdasarkan Pasal 53 huruf c UU 22/2001 di atas.
     
    Jerat Hukum Bagi SPBU
    Terkait pertanyaan Anda, bagi SPBU yang menjual BBM tersebut sehingga pembeli dapat melakukan penimbunan atau penyimpanan tanpa izin, dapat dipidana dengan mengingat Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Pasal tersebut selengkapnya berbunyi:
     
    Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
    1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
    2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
     
    Berdasarkan uraian tersebut, jika unsur kesengajaan pada pasal di atas terpenuhi, maka pihak SPBU dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana pembantuan. Mereka dapat dianggap membantu orang lain melakukan penimbunan dan/atau penyimpanan BBM yang melanggar hukum.
     
    Andi Hamzah dalam buku Hukum Pidana Indonesia menerangkan bahwa ada tiga jenis sengaja, yaitu (hal. 116 – 118):
    1. Sengaja sebagai maksud;
    Sengaja sebagai maksud apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya.
    1. Sengaja dengan kesadaran tentang kepastian;
    Sengaja dengan kesadaran tentang kepastian terjadi ketika pembuat yakin bahwa akibat yang dimaksudkannya tidak akan tercapai tanpa terjadinya akibat yang tidak dimaksud.
    1. Sengaja dengan kesadaran kemungkinan sekali terjadi.
    Menurut Hazelwinkel-Suringa, sengaja dengan kemungkinan terjadi jika pembuat tetap melakukan yang dikehendakinya walaupun ada kemungkinan akibat lain yang sama sekali tidak diinginkannya terjadi. Andi Hamzah memberikan contoh, apabila seseorang melarikan mobilnya terlalu kencang dan terlintas di benaknya bahwa ada kemungkinan menabrak orang, tetapi tetap percaya diri dan sudah sering melakukannya tanpa kecelakaan dan lalu lintas cukup tertib dan semua orang cukup berhati-hati di tempat ramai tersebut, kemudian ia menabrak orang, maka telah terjadi kesalahan yang disengaja.
     
    Jika pihak SPBU memenuhi salah satu jenis kesengajaan tersebut, maka dapat dipidana atas pembantuan. Sanksinya diatur dalam Pasal 57 KUHP, yang berbunyi:
     
    1. Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga.
    2. Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
    3. Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.
    4. Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya.
     
    Pembelian untuk Dijual Kembali
    Namun di sisi lain, jika pembelian dengan jeriken dalam jumlah besar tersebut ditujukan untuk menjual kembali BBM tersebut, Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (“UU 7/2014”) mengatur bahwa:
     
    Pelaku Usaha dapat melakukan penyimpanan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu jika digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam proses produksi atau sebagai persediaan Barang untuk didistribusikan.
     
    BBM sendiri tergolong sebagai barang penting, yaitu barang strategis yang berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional.[3] Namun menurut hemat kami, penjual pada dasarnya tetap perlu memerhatikan ketentuan izin usaha penyimpanan dan niaga BBM dalam UU 22/2001.
     
    Menariknya, pemerintah kemudian justru memberi kelonggaran untuk menjual BBM secara eceran di tempat selain yang ditentukan peraturan perundang-undangan, bagi mereka yang memiliki modal minim. Mengenai hal ini, selengkapnya diterangkan dalam artikel Bolehkah Menjual Bensin Eceran di Pinggir Jalan?.
     
    Terkait penyimpanan, dalam artikel tersebut diuraikan bahwa salah satu syarat untuk menjadi sub penyalur adalah memiliki sarana penyimpanan dengan kapasitas paling banyak tiga ribu liter dan memenuhi persyaratan teknis keselamatan kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
     
    Referensi:
    Andi Hamzah. Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2017.
     

    [1] Pasal 1 angka 1 Perpres 191/2014
    [2] Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak
     
    [3] Alinea Kedua Penjelasan Pasal 25 ayat (1) UU 7/2014

    Tags

    sanksi pidana
    minyak

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Somasi: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Membuatnya

    7 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!