Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Kedudukan Utang dan Harta Bersama dalam Poligami yang dibuat oleh M. Raditio Jati Utomo, dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 2 Oktober 2020.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Menjawab pertanyaan soal utang dan bagaimana harta dalam perkawinan poligami, perlu disampaikan bahwa secara umum, hukum yang mengatur mengenai perkawinan di Indonesia bersandar pada UU Perkawinan.
Asas Monogami dalam Hukum Perkawinan
Hukum perkawinan Indonesia pada prinsipnya menganut asas monogami yaitu perkawinan dengan hanya seorang suami dan seorang istri. Hal yang tersebut ditegaskan melalui Pasal 3 ayat (1) UU Perkawinan:
Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
Namun demikian, asas perkawinan monogami tersebut dibolehkan untuk disimpangi sepanjang memenuhi ketentuan-ketentuan yang dipersyaratkan oleh undang-undang.
Lebih lanjut, dalam kacamata yang lebih utuh, Indonesia menganut asas perkawinan monogami yang diperluas sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan, yang ketentuannya mengatur hal berikut.
Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Asas perkawinan monogami yang diperluas tersebut diperjelas dalam Angka 4 huruf c Penjelasan Umum UU Perkawinan:
Undang-undang ini menganut asas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari seorang. Namun demikian, perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri, meskipun hal ini dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan.
Dengan demikian, terang pula bahwa perkawinan lebih dari seorang istri hanya dimungkinkan setelah memperoleh putusan Pengadilan. Hal sama juga ditegaskan dalam Pasal 56 KHI:
- suami yang hendak beristri lebih dari satu harus mendapat izin dari Pengadilan Agama;
- pengajuan permohonan izin tersebut dilakukan menurut tata cara sebagaimana diatur dalam Bab VIII PP 9/1975; dan
- perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga, atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Kedudukan Harta dalam Pernikahan Jika Suami Berpoligami
UU Perkawinan mengatur bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.[1] Namun, KHI memperjelas bahwa adanya harta bersama dalam perkawinan tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri.[2]
Oleh karenanya, pertanggungjawaban terhadap utang suami atau istri dibebankan pada hartanya masing-masing.[3] Akan tetapi, pertangungjawaban terhadap utang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga, dibebankan kepada harta bersama.[4] Dalam hal harta bersama tidak mencukupi, maka kemudian dibebankan kepada harta suami,[5] baru setelahnya apabila masih tidak mencukupi dibebankan kepada harta istri.[6]
Berkaitan dengan pembagian harta bersama dalam perkawinan poligami, harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri,[7] yang perhitungannya dimulai pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, yang ketiga, atau yang keempat.[8]
Berdasarkan uraian di atas, menjawab pertanyaan Anda, jika utang yang Anda maksud adalah utang pribadi istri kedua, maka pertanggungjawabannya diambil dari harta benda pribadi istri kedua dan bukan harta bersama. Akan tetapi, apabila utang tersebut adalah utang untuk kepentingan keluarga, maka dapat diambilkan dari harta bersama.
Namun, perlu ditekankan bahwa istri kedua tidak memiliki kesempatan hukum apapun untuk menuntut istri pertama agar membayar utang atau pun dalam memanfaatkan harta bersama hasil perkawinan istri bersama dengan sang suami. Pasalnya, harta bersama antara suami dan istri pertama dengan harta bersama suami dan istri kedua adalah masing-masing terpisah dan berdiri sendiri.
Demikian jawaban kami terkait utang dan kedudukan harta bersama dalam perkawinan poligami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
[3] Pasal 93 ayat (1) KHI
[4] Pasal 93 ayat (2) KHI
[5] Pasal 93 ayat (3) KHI
[6] Pasal 93 ayat (4) KHI
[7] Pasal 94 ayat (1) KHI
[8] Pasal 94 ayat (2) KHI