KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jerat Hukum bagi Pemilik Obat Petasan

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Jerat Hukum bagi Pemilik Obat Petasan

Jerat Hukum bagi Pemilik Obat Petasan
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jerat Hukum bagi Pemilik Obat Petasan

PERTANYAAN

Adik saya kemarin ditangkap karena kepemilikan obat petasan seberat 5 kg. Kira-kira hukumannya berapa lama, dan bagaimana cara agar adik saya mendapat keringanan hukuman? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Kepemilikan obat petasan dapat dijerat hukum berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah 'Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen' (Stbl. 1948 Nomor 17) dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948 karena obat petasan termasuk bahan peledak yang kepemilikannya dilarang.
     
    Di sisi lain, dalam praktik hal-hal yang dapat meringankan maupun memberatkan hukuman bagi terdakwa bergantung pada proses pemeriksaan dalam persidangan dan berdasarkan pertimbangan dari majelis hakim.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Kepemilikan Obat Petasan
    Petasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai mercon. Disarikan dari artikel Polisi Gerebek Pabrik Petasan, polisi menggerebek sebuah pabrik petasan rumahan, di mana masyarakat yang tertangkap tangan membawa petasan akan dijerat dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah 'Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen' (Stbl. 1948 Nomor 17) dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948 (“UU 12/1951”).
     
    Pasal 1 ayat (1) UU 12/1951 mengatur:
     
    Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun.
     
    Lebih lanjut, yang dimaksud dengan bahan-bahan peledak dalam ketentuan di atas termasuk semua barang yang dapat meledak, yang dimaksudkan dalam Ordonnantie tanggal 18 September 1893 (Stbl. 234), yang telah diubah terkemudian sekali dengan Ordonnantie tanggal 9 Mei 1931 (Stbl. No. 168), semua jenis mesin, bom-bom, bom-bom pembakar, ranjau-ranjau (mijnen), granat-granat tangan dan pada umumnya semua bahan peledak baik yang merupakan luluhan kimia tunggal maupun yang merupakan adukan bahan-bahan peledak atau bahan-bahan peledak pemasuk, yang digunakan untuk meledakkan lain-lain barang peledak, sekedar belum termasuk dalam arti amunisi.[1]
     
    Baca juga: Hukum Melempar Petasan ke Rumah Orang
     
    Contoh Kasus
    Sebagai contoh, kami merujuk kepada Putusan Pengadilan Negeri Jombang Nomor: 400/Pid.B/2017/PN.Jbg.
     
    Dalam kasus tersebut, terdakwa membeli bahan peledak sebagai bahan untuk membuat petasan atau mercon yang nantinya akan dijual. Kemudian terdakwa menyimpan bahan peledak itu di dalam rumah terdakwa tanpa izin dari pihak yang berwenang (hal. 8).
     
    Barang-barang bukti yang diajukan di persidangan berupa 2 kg obat petasan, 140 biji petasan dor ukuran kecil, 10 biji petasan dor sedang dan 100 biji sumbu petasan dirampas untuk dimusnahkan karena dikhawatirkan akan membahayakan seseorang (hal. 9).
     
    Dalam amar putusan, majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “tanpa hak menyimpan bahan peledak” (Pasal 1 ayat (1) UU 12/1951) dan dijatuhi pidana penjara selama 8 bulan (hal. 10).
     
    Menjawab pertanyaan Anda, dalam putusan tersebut disebutkan pula hal-hal yang meringankan yaitu (hal. 9):
    1. Terdakwa mengaku belum pernah dihukum;
    2. Terdakwa berlaku sopan di persidangan;
    3. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya;
    4. Terdakwa menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulanginya lagi.
     
    Dalam praktik, sebagaimana yang kami jelaskan di atas, hal-hal yang meringankan bagi terdakwa bergantung pada proses pemeriksaan dalam persidangan dan berdasarkan pertimbangan dari majelis hakim sebagaimana telah disebutkan di atas.
     
    Di sisi lain, ada pula hal-hal yang memberatkan yaitu (hal. 9):
    1. Perbuatan terdakwa dapat membahayakan jiwanya maupun orang lain;
    2. Perbuatan terdakwa dapat meresahkan masyarakat.
     
    Baca juga: Apakah Seorang yang Gila Bisa Dipidana?
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
     
    Putusan:
    Putusan Pengadilan Negeri Jombang Nomor: 400/PID.B/2017/PN.JBG.
     

    [1] Pasal 1 ayat (3) UU 12/1951

    Tags

    pidana

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Dasar Hukum Poligami di Indonesia dan Prosedurnya

    1 Nov 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!