Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Kepemilikan Obat Petasan
Pasal 1 ayat (1) UU 12/1951 mengatur:
Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun.
Lebih lanjut, yang dimaksud dengan bahan-bahan peledak dalam ketentuan di atas termasuk semua barang yang dapat meledak, yang dimaksudkan dalam Ordonnantie tanggal 18 September 1893 (Stbl. 234), yang telah diubah terkemudian sekali dengan Ordonnantie tanggal 9 Mei 1931 (Stbl. No. 168), semua jenis mesin, bom-bom, bom-bom pembakar, ranjau-ranjau (
mijnen), granat-granat tangan dan pada umumnya semua bahan peledak baik yang merupakan luluhan kimia tunggal maupun yang merupakan adukan bahan-bahan peledak atau bahan-bahan peledak pemasuk, yang digunakan untuk meledakkan lain-lain barang peledak, sekedar belum termasuk dalam arti amunisi.
[1]
Contoh Kasus
Dalam kasus tersebut, terdakwa membeli bahan peledak sebagai bahan untuk membuat petasan atau mercon yang nantinya akan dijual. Kemudian terdakwa menyimpan bahan peledak itu di dalam rumah terdakwa tanpa izin dari pihak yang berwenang (hal. 8).
Barang-barang bukti yang diajukan di persidangan berupa 2 kg obat petasan, 140 biji petasan dor ukuran kecil, 10 biji petasan dor sedang dan 100 biji sumbu petasan dirampas untuk dimusnahkan karena dikhawatirkan akan membahayakan seseorang (hal. 9).
Dalam amar putusan, majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “tanpa hak menyimpan bahan peledak” (Pasal 1 ayat (1) UU 12/1951) dan dijatuhi pidana penjara selama 8 bulan (hal. 10).
Menjawab pertanyaan Anda, dalam putusan tersebut disebutkan pula hal-hal yang meringankan yaitu (hal. 9):
Terdakwa mengaku belum pernah dihukum;
Terdakwa berlaku sopan di persidangan;
Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya;
Terdakwa menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulanginya lagi.
Dalam praktik, sebagaimana yang kami jelaskan di atas, hal-hal yang meringankan bagi terdakwa bergantung pada proses pemeriksaan dalam persidangan dan berdasarkan pertimbangan dari majelis hakim sebagaimana telah disebutkan di atas.
Di sisi lain, ada pula hal-hal yang memberatkan yaitu (hal. 9):
Perbuatan terdakwa dapat membahayakan jiwanya maupun orang lain;
Perbuatan terdakwa dapat meresahkan masyarakat.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat
Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan
Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Putusan:
[1] Pasal 1 ayat (3) UU 12/1951