Undang-Undang No.1 Tahun 2016

Pada tanggal 17 Desember 2015, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya meloloskan Rancangan Undang-Undang tentang Penjaminan (“ RUU Penjaminan ”) menjadi Undang-Undang. UU Penjaminan memberikan suatu kerangka hukum bagi model bisnis penjaminan sebagai perantara bagi usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi (UMKMK). UU ini diharapkan mampu mempermudah akses pinjaman bank pada UMKM mengingat karakteristik usahanya yang terkesan kurang menjanjikan. [1]

UU Penjaminan mengatur berbagai aspek bidang penjaminan yang termuat dalam 65 Pasal, sehingga edisi Indonesian Legal Brief (ILB) kali ini membatasi pembahasannya pada: (i) ruang lingkup usaha; (ii) pendirian; (iii) tata cara perizinan; dan (iv) mekanisme. [2]

UU Penjaminan sangat erat kaitannya dengan UMKMK selaku terjamin, lembaga keuangan dan di luar lembaga keuangan sebagai pemberi pinjaman, serta lembaga penjaminan dan lembaga penjaminan ulang konvensional maupun syariah.

Ruang Lingkup Usaha
Menurut ketentuan UU Penjaminan, penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan. [3] Ada dua macam lembaga penjaminan: lembaga penjaminan dan lembaga penjaminan ulang. Lembaga-lembaga ini dapat beroperasi dengan pendekatan konvensional berbasis laba atau pendekatan berbasis syariah, dengan syarat lembaga konvensional diperbolehkan mengorganisir sebagian usahanya menggunakan pendekatan berbasis syariah melalui pendirian unit usaha syariah. [4]

Sebuah lembaga penjaminan melakukan kegiatan-kegiatan berikut: [5]
a.       Penjamin dalam penyelesaian kewajiban finansial berupa kredit/pembiayaan dari: (i) lembaga keuangan dan/atau di luar lembaga keuangan; (ii) koperasi; dan (iii) badan usaha milik negara (BUMN);
b.      Penjamin dalam penyelesaian kewajiban finansial berupa: (i) surat berharga, termasuk juga penjaminan kepabeanan; (ii) transaksi bisnis, termasuk juga transaksi dagang dan pengadaan barang/jasa; (iii) bank garansi; (iv) surat kredit berdokumen dalam negeri; (v) letter of credit (L/C);
c.       Penyediaan jasa konsultasi manajemen terkait dengan kegiatan usaha penjaminan; dan
d.      Penyediaan kegiatan usaha lainnya setelah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). [6]

Di samping itu, lembaga penjaminan ulang hanya bertindak sebagai penjamin dari lembaga penjaminan dalam penyelesaian kewajiban finansial yang dijabarkan dalam huruf (a) dan (b) di atas. Apabila belum ada lembaga penjaminan ulang berbasis syariah, maka lembaga penjaminan ulang konvensional dapat menjadi penjamin bagi lembaga penjaminan syariah atau unit usaha syariah, tetapi tidak bisa sebaliknya. [7]

Baik lembaga penjaminan maupun lembaga penjaminan ulang dapat menginvestasikan dana mereka dalam bentuk deposito bank atau instrumen keuangan lain, sebagaimana diatur lebih lanjut dalam peraturan OJK yang terpisah. [8]

Pendirian
Lembaga Penjaminan dan lembaga penjaminan ulang wajib didirikan dalam bentuk salah satu badan hukum berikut: [9]

Bentuk

Kepemilikan

Perusahaan umum

Pemerintah Pusat

Perseroan terbatas

Pihak-pihak berikut:
a.       Warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki WNI;
b.      Kepemilikan asing baik secara langsung maupun paling banyak sebesar 30% (dari modal disetor), dengan syarat jumlah tersebut disetorkan kepada bank dalam negeri atas nama lembaga penjaminan atau lembaga penjaminan ulang yang bersangkutan; dan/atau
c.       Pemerintah pusat atau pemerintah daerahCentral or regional government.

Koperasi [10]

Anggota koperasi

Sementara itu, persyaratan modal minimal bagi kedua lembaga tersebut ditentukan berdasarkan ruang lingkup operasional mereka: tingkat nasional, propinsi, atau kabupaten/kota. Ketentuan ini akan diatur lebih lanjut dalam sebuah peraturan OJK. [11]

Tata Cara Perizinan
Lembaga penjaminan atau lembaga penjaminan ulang wajib memperoleh izin dari OJK sebelum memulai kegiatan usahanya. Lembaga-lembaga tersebut harus mengajukan permohonan kepada OJK dengan dilengkapi sejumlah dokumen pendukung seperti akta pendirian, perincian susunan organisasi, serta sistem dan prosedur kerja. [12]

OJK diberi paling lambat 30 hari untuk menyetujui atau menolak permohonan yang lengkap. Lembaga dimaksud harus mulai beroperasi paling lambat empat bulan setelah mendapat izin, atau OJK akan mencabut izin tersebut. Lembaga yang bersangkutan juga wajib melaporkan pelaksanaan kegiatan usaha kepada OJK paling lambat 15 hari setelah tanggal dimulainya kegiatan usaha. [13]

Harap dicatat bahwa ketentuan-ketentuan di atas juga berlaku untuk lembaga penjaminan dan lembaga penjaminan ulang berbasis syariah, serta unit usaha syariah. [14] Perhatikan juga bahwa unit usaha syariah wajib memulai kegiatan usahanya paling lambat tiga bulan setelah menerima izin dari OJK. [15]

Mekanisme Penjaminan
Ada dua jenis mekanisme penjaminan yang dilakukan oleh lembaga penjaminan berbasis syariah atau konvensional: [16]
a.       Penjaminan langsung, yang diberikan kepada terjamin oleh penjamin tanpa terlebih dahulu melalui penerima jaminan; and
b.      Penjaminan tidak langsung, yang diberikan kepada terjamin oleh penjamin dengan terlebih dahulu melalui atai atas permintaan penerima jaminan.

Perhatikan bahwa mekanisme di atas dapat dilakukan oleh dua atau lebih lembaga penjaminan, yang dikenal sebagai penjaminan bersama ( co-guarantee). [17]

Penerima jaminan hanya dapat mengajukan klaim kepada lembaga penjaminan apabila terjamin gagal memenuhi kewajiban finansialnya. Dalam situasi tersebut, lembaga penjaminan wajib menyelesaikan klaim tersebut apabula penerima jaminan telah memenuhi ketentuan persyaratan dokumen. [18] Persoalan ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan OJK tersendiri. [19]

Dalam rangka mitigasi risiko yang timbul dari penyelesaian kewajiban finansial terjamin, lembaga penjaminan berbasis syariah dan konvensional wajib menjaminulangkan penjaminannya kepada lembaga penjaminan ulang. Mitigasi risiko ini akan ditanggung oleh perusahaan reasuransi apabila lembaga penjaminan ulang tidak sanggup membayarkan kewajiba-kewajibannya. [20]

RUU Penjaminan sedang menunggu tanda tangan dari presiden. Sesuai ketentuan PAsal 73 Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, RUU Perundangan harus ditandatangani oleh presiden supaya resmi menjadi undang-undang dan mendapatkan nomor peraturan yang resmi. Akan tetapi, apabila presiden tidak menandatangani RUU Penjaminan tersebut,, RUU itu akan berlaku dengan sendirinya setelah 30 hari sejak tanggal penerbitannya. CD

[1] Penjelasan, UU Penjaminan. UMKMK memegang peran penting di sektor ekonomi Indonesia. Sayangnya, usaha semacam ini tidak memiliki jaminan atau kualitas manajemen yang dipersyaratkan untuk memperoleh pinjaman bank. Dengan demikian, UMKMK umumnya terpaksa menghadapi kekurangan modal selama mereka mengembangkan usahanya.

[2] Sebelum lolosnya UU Penjaminan, persoalan yang sama telah diatur dalam RUU Penjaminan terbaru yang dibuat bulan Juni 2015, sebagaimana dibahas dalam ILB No. 2678 dan ILD No. 417.

3 Pasal 1.1, UU Penjaminan.

[4] Pasal 20 (1), UU Penjaminan.

[5] Pasal 4 (1) dan (2), UU Penjaminan. Sebelumnya, RUU Penjaminan mencakup kegiatan-kegiatan berikut: (i) penjaminan resi gudang, infrastruktur, dan kredit perseorangan; dan (ii) penyediaan informasi terjamin terkait dengan kegiatan usaha penjaminan.

6 Sebagai catatan, perbedaan utama antara RUU Penjaminan dengan UU Penjaminan adalah RUU Penjaminan mengatur sejumlah pasal dengan lebih rinci, sedangkan UU hanya menyatakan pasal-pasal tersebut akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan OJK yang terpisah.

[7] Pasal 5, UU Penjaminan.

[8] Pasal 6, UU Penjaminan. Saat ini, persoalan itu telah diatur dalam Peraturan OJK No. 6/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Penjaminan.

[9] Pasal 7 sampai 10, UU Penjaminan.

10 perhatikan bahwa lembaga penjaminan atau penjaminan ulang yang menggunakan bentuk badan usaha ini dilarang bertindak sebagai  terjamin dan penerima jaminan di saat yang bersamaan. Pasal 11, UU Penjaminan.

11 Pasal 12, UU Penjaminan. Saat ini, persoalan ini telah diatur dalam Peraturan OJK No. 5/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjaminan.

12 Pasal 18 (1) dan (2), UU Penjaminan.

[13] Pasal 18 (3) sampai (5) dan Pasal 19, UU Penjaminan.

[14] Pasal 23 dan Pasal 24, UU Penjaminan.

[15] Pasal 21 (1), UU Penjaminan.

[16] Pasal 39 (1) dan penjelasannya, UU Penjaminan.

[17] Pasal 40 (1) dan penjelasannya, UU Penjaminan.

[18] Pasal 45 dan Pasal 46, UU Penjaminan.

[19] Pasal 48, UU Penjaminan.

[20] Pasal 42, UU Penjaminan.

DPR Sahkan RUU Penjaminan

Bill on Guarantees: An Effective Strategy?

<p><a href="http://en.hukumonline.com/pages/lt5678fba86426a/dpr-sahkan-ruu-penjaminan">ILB: DPR Sahkan RUU Penjaminan</a><br />
<br />
<a href="http://en.hukumonline.com/pages/lt568faa8a057e6/bill-on-guarantees--an-effective-strategy">ILD: Bill on Guarantees: An Effective Strategy?</a></p>


Konsolidasi Undang-Undang No.1 Tahun 2016

Law No.1 of 2016

Undang-Undang

Pusat Data

Bidang Usaha

Jasa Keuangan Non-Bank

Lembaga Keuangan lainnya

Perusahaan Penjaminan

PENJAMINAN

GUARANTEE

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016

Law Number 1 of 2016

New Category

Business Sector

Non-Bank Financial Services

Other Financial Institutions

Guarantee Companies

PENGEMBANGAN DAN PENGUATAN SEKTOR KEUANGAN

THE DEVELOPMENT AND STRENGTHENING OF THE FINANCIAL SECTOR

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023

Law Number 4 of 2023

Anda tidak dapat mengakses fitur Hukumonline Pro setelah

Segera lakukan perpanjangan untuk menghindari pemutusan akses fitur Hukumonline Pro.

Nama

Untuk memperpanjang langganan Hukumonline Pro, segera isi formulir di bawah ini dan tim kami akan menghubungi Anda!

Segera perpanjang langganan Anda untuk dapat mengakses seluruh fitur dari Hukumonline Pro.

Cari peraturan, putusan, artikel, klinik, berita, dan lainnya

Perpanjangan langganan Hukumonline Pro Anda sudah kami terima. Anda akan segera dihubungi oleh Tim Hukumonline untuk mendapatkan akses tanpa batas ke berbagai layanan dan produk terbaik dari Hukumonline Pro.

Hukumonline.com