Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2016

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan No. 24 Tahun 2016 (“ Amandemen ”), untuk mengubah Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“ Peraturan ”).

Amandemen bertujuan meningkatkan peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“ PPAT”) serta untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan memperketat aturan mengenai jabatan PPAT. [1] Dengan adanya tujuan tersebut, Amandemen menguraikan ketentuan mengenai hal-hal berikut:

a.     Persyaratan untuk menjadi PPAT;
b.    Larangan jabatan rangkap;
c.     Masa jabatan PPAT;
d.    Wilayah kerja;
e.     Formasi; dan
f.      Uang jasa (honorarium) maksimal.

Amandemen ditujukan kepada setiap individu yang berprofesi sebagai PPAT, serta notaris dan individu yang berniat menjadi seorang PPAT.

Persyaratan PPAT

Seorang PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. [2] Untuk dapat diangkat menjadi seorang PPAT, individu tersebut wajib mengangkat  sumpah jabatan PPAT di hadapan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (“ Menteri ”) atau pejabat yang ditunjuk, dan memenuhi persyaratan berikut: [3]

a.     Warga Negara Indonesia;
b.    Berusia paling rendah 22 tahun;
c.     Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh Instansi Kepolisian setempat;
d.    Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh  kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana  yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
e.     Sehat jasmani dan rohani;
f.      Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan atau lulusan program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh Kementerian;
g.     Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kementerian; dan
h.    Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan pada kantor PPAT paling sedikit satu tahun, setelah lulus pendidikan kenotariatan.

Setidaknya terdapat empat perbedaan antara Peraturan dengan Amandemen mengenai syarat untuk dapat diangkat sebagai PPAT. Pertama, Amandemen mengharuskan usia paling rendah 22 tahun, sedangkan Peraturan menetapkan usia paling rendah 30 tahun. Kedua, Peraturan tidak secara tegas mengharuskan calon PPAT untuk memiliki gelar Sarjana Hukum. Ketiga, Peraturan tidak mewajibkan untuk memiliki pengalaman magang atau bekerja sebagai karyawan pada kantor PPAT selama satu tahun setelah lulus pendidikan kenotariatan. Terakhir, Peraturan tidak menguraikan ancaman pidana penjara lima tahun atau lebih sebagaimana termuat dalam huruf (d) di atas. [4]

Larangan Jabatan Rangkap

Amandemen menambah jumlah jabatan atau profesi yang dilarang untuk dirangkap oleh PPAT. Adapun perbandingan larangan tersebut antara Amandemen dan Peraturan diuraikan pada tabel berikut: [5]

Amandemen

Peraturan

1.     Advokat, konsultan atau penasehat hukum;
2.    Pegawai negeri, pegawai badan usaha milik Negara, pegawai badan usaha milik daerah, pegawai swasta;
3.    Pejabat Negara atau pegawai  pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK);
4.    Pimpinan pada sekolah, perguruan tinggi negeri, atau perguruan tinggi swasta;
5.     Surveyor berlisensi;
6.    Penilai tanah;
7.     Mediator; dan/atau
8.    Jabatan lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.

1.     Pengacara atau advokat; dan/atau
2.    Pegawai negeri, atau pegawai Badan Usaha Milik Negara/Daerah.

Perlu dicatat bahwa setiap PPAT yang saat ini juga bekerja sebagai konsultan atau penasehat hukum wajib memilih jabatan sebagai PPAT atau konsultan/penasehat hukum dalam jangka waktu tiga bulan sejak Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku (27 September 2016). [6]

Masa Jabatan

PPAT dapat menjalankan perannya hingga mencapai usia 65 tahun. Akan tetapi, Amandemen saat ini membolehkan bagi seorang PPAT yang telah mencapai usia 65 tahun untuk memperpanjang masa kerjanya hingga dua tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan. [7]

Masa kerja seorang PPAT juga dapat berakhir karena meninggal dunia atau diberhentikan oleh Menteri. [8] Adapun pemberhentian tersebut terdiri atas diberhentikan dengan hormat, diberhentikan dengan tidak hormat, dan diberhentikan sementara, sebagaimana diuraikan pada tabel berikut: [9]

Pemberhentian dengan Hormat

Pemberhentian dengan Tidak Hormat

Pemberhentian Sementara

1.     Permintaan sendiri;
2.    Tidak lagi mampu menjalankan tugasnya karena keadaan kesehatan badan atau jiwanya, setelah dinyatakan oleh tim pemeriksa kesehatan yang berwenang atas permintaan Menteri /Kepala atau pejabat yang ditunjuk;
3.    Merangkap jabatan;
4.    Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; dan/atau
5.     Berada di bawah pengampuan secara terus-menerus lebih dari tiga tahun.

1.     Melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT (yakni melanggar sumpah jabatan sebagai PPAT, membuat akta yang objeknya masih sengketa, dll) [10]; dan/atau
2.    Dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

1.     Sedang dalam pemeriksaan pengadilan sebagai terdakwa suatu perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman kurungan atau penjara selama lima tahun atau lebih berat;
2.    Tidak melaksanakan jabatan PPAT secara nyata untuk jangka waktu 60 hari terhitung sejak tanggal pengambilan sumpah;
3.    Melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT;
4.    Diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai notaris dengan tempat kedudukan di kabupaten/kota yang lain daripada tempat kedudukan sebagai PPAT;
5.     Dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;
6.    Berada di bawah pengampunan; dan/atau
7.     Melakukan perbuatan tercela.

Sebelum menjatuhkan sanksi pemberhentian, Amandemen memberi ruang bagi PPAT yang bersanngkutan untuk mengajukan pembelaan diri kepada Menteri. Lebih lanjut, PPAT yang telah memutuskan untuk berhenti atas permintaan sendiri dapat diangkat kembali menjadi PPAT. [11]

Penghentian sementara sebagaimana dimaksud di atas sebelumnya tidak diatur dalam Peraturan. [12]

Wilayah Kerja

Amandemen mengharuskan PPAT untuk mempunyai tempat kedudukaan di kabupaten/kota di provinsi yang menjadi bagian dari wilayah kerja. Akan tetapi, seorang PPAT dapat menjalankan perannya meliputi satu wilayah provinsi. [13] Berdasarkan Peraturan, wilayah kerja PPAT dibatasi pada satu wilayah kerja kantor pertanahan kabupaten/kotamadya. [14]

Formasi

Amandemen mencabut semua ketentuan mengenai formasi bagi PPAT dalam satu provinsi. [15] Sebelumnya, melalui formasi, Menteri dapat menetapkan jumlah maksimum PPAT yang diperbolehkan dalam satu satuan daerah kerja PPAT. Oleh karenanya, PPAT kini tidak terikat dalam batasan formasi.

Batas Maksimum Honorarium

Sebagaimana diatur dalam Peraturan, Amandemen juga membatasi jumlah maksimum honorarium yang dapat diterima oleh PPAT yakni tidak boleh melebihi 1% dari harga transaksi yang tercanntum dalam akta dan PPAT dilarang untuk melakukan pungutan di luar honorarium.  Lebih lanjut, PPAT juga diwajibkan untuk memberikan jasa tanpa memungut biaya kepada seseorang yang tidak mampu. [16]

Akan tetapi, Amandemen menyatakan bahwa PPAT yang melanggar ketentuan terkait honorarium termasuk pemberian jasa tanpa memungut biaya kepada seseorang yang tidak mampu dapat dikenakan sanksi administratif yang diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri. [17]

Amandemen berlaku sejak 27 Juni 2016.

[1] Menimbang, Bagian (a), Amandemen.

[2] Pasal 1 (1), Amandemen.

[3] Pasal 6 dan 15, Amandemen.

[4] Pasal 6 Peraturan.

[5] Pasal 7, Amandemen dan Pasal 7, Peraturan.

[6] Pasal II (1), Amandemen.

[7] Pasal 8 (2), Amandemen.

[8] Pasal 8 (1), Amandemen.

[9] Pasal 10 (1 – 4), Amandemen.

[10] Perlu dicatat bahwa di dalam Amandemen terdapat ketentuan yang kurang tepat mengenai pelanggaran berat. Merujuk pada Pasal 10 (c) (a10 menyatakan bahwa PPAT dianggap melakukan pelanggaran berat apabila PPAT membuat akta di hadapan para pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum sesuai akta yang dibuatnya.

[11] Pasal 10 (6) dan (7), Amandemen.

[12] Pasal 8 (1) c ,dan Pasal 10 Peraturan.

[13] Pasal 12 dan 12A, Amandemen.

[14] Pasal 12 (1), Peraturan.

[15] Pasal II (5), Amandemen.

[16] Pasal 32 (1) – (4), Amandemen.

[17] Pasal 32 (5), Amandemen.

Pemerintah Perketat Aturan tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah

<p><a href="http://en.hukumonline.com/pages/lt578767780527e/pemerintah-perketat-aturan-tentang-pejabat-pembuat-akta-tanah">ILB: Pemerintah Perketat Aturan tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah</a></p>


Regulation of The Government No.24 of 2016

Peraturan Pemerintah

Pusat Data

Bidang Hukum

Agraria

Notaris/PPAT, BPN

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

THE AMENDMENT OF REGULATION OF THE GOVERNMENT NUMBER 37 OF 1998 ON THE REGULATION OF LAND DEED OFFICIAL POSITION

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016

Regulation of The Government Number 24 of 2016

New Category

Legal Sector

Agriculture

Notary/PPAT, BPN

PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998

Anda tidak dapat mengakses fitur Hukumonline Pro setelah

Segera lakukan perpanjangan untuk menghindari pemutusan akses fitur Hukumonline Pro.

Nama

Untuk memperpanjang langganan Hukumonline Pro, segera isi formulir di bawah ini dan tim kami akan menghubungi Anda!

Segera perpanjang langganan Anda untuk dapat mengakses seluruh fitur dari Hukumonline Pro.

Cari peraturan, putusan, artikel, klinik, berita, dan lainnya

Perpanjangan langganan Hukumonline Pro Anda sudah kami terima. Anda akan segera dihubungi oleh Tim Hukumonline untuk mendapatkan akses tanpa batas ke berbagai layanan dan produk terbaik dari Hukumonline Pro.

Hukumonline.com